Jakarta – Promosi pernikahan yang dimulai usia 12 tahun oleh akun bernama Aisha Weddings memicu kecaman dari banyak pihak. Salah satunya Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
KUPI dengan tegas mengecam promosi pernikahan anak, nikah siri, dan poligami ala Aisha Weddinsg yang diposting melalui akun Facebook.
“Promosi kawin anak, nikah siri dan poligami yang dinarasikan sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan adalah pelecehan agama, karena memanfaatkan agama untuk tujuan bisnis dan eksploitasi seksual anak perempuan,” kata Badriyah dalam keterangannya, Jumat (12/2/2021).
Badriyah mengatakan Aisha Weddings telah melanggar UU nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Karena itu, KUPI meminta DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk mengurangi angka kawin paksa di Indonesia.
“Kasus ini membuktikan bahwa kawin paksa dan eksploitasi seksual itu nyata adanya. Oleh karenanya pengesahan RUU-PKS yang diharapkan menjadi payung hukum untuk melindungi korban dan calon korban, sekaligus menindak pelaku merupakan sesuatu yang mendesak,” tegasnya.
Dia menjelaskan eksploitasi seksual anak perempuan dengan modus kawin anak, nikah siri dan poligami jelas bertentangan dengan prinsip Tauhid yang melarang penundukan manusia yang lemah (anak perempuan) oleh manusia lainnya yang punya kekuatan, kekuasaan dan otoritas.
“Perkawinan anak, nikah siri dan poligami dalam realitanya juga lebih banyak membawa kemudaratan, kesengsaraan dan penderitaan bagi perempuan sehingga upaya promosi kawin anak, nikah siri dan poligami ini semestinya tidak terjadi,” ucapnya.
Atas dasar itu KUPI meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bersama Polri mengusut Aisha Weddings secara hukum sekaligus meminta Kemenkominfo untuk memblokir aishaweddings.com dan situs-situs sejenis.