nikah siri
nikah siri

Nikah Siri dan Poligami : antara hukum Islam, Hukum Positif dan Kemashlahatan

Nikah siri merupakan pernikahan yang sah secara agama saja. Namun dalam hukum positif, pernikahan ini sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum. Status pernikahan siri sah di mata agama jika memenuhi beberapa rukun dan persyaratan yang telah ditetapkan.

Tentu saja pengertian siri lebih diartikan dilakukan secara sembunyi-sembunyi tetapi masih dalam koridor memenuhi persyaratan yang ada. Kebanyakan dari mereka yang akan melakukan pernikahan secara siri karena pernikahan tersebut merupakan pernikahan kedua sesudah pernikahan pertamanya.

Memang agama Islam memperbolehkan seorang laki-laki untuk memiliki istri lebih dari satu istri, namun tak boleh melebihi dari 4 istri. Meskipun demikian, bukan berarti Islam hendak merendahkan derajat wanita atau mengizinkan lelaki untuk berbuat semena-mena kepada istrinya. Semuanya terikat dengan aturan yang jelas. Dalam hukum Islam sendiri, melakukan poligami dengan pernikahan siri boleh saja dilakukan dan sah dengan catatan memenuhi syarat dan rukun nikah.

Berdasar hukum Islam yang berjalan, bagi seorang suami diperbolehkan untuk menikah dengan persyaratan. Pertama, tidak memiliki istri lebih dari empat istri. Seorang suami hanya bisa menikahi empat orang istri dengan jumlah terbanyak, jumlah ini tidak bisa lagi ditawar dan dilanggar oleh seorang suami meski mereka merasa memiliki cukup harta jika memiliki istri lebih dari empat orang.

Kedua, Istri pertama tidak mampu melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Yang dimaksud di sini ialah seorang istri yang memiliki cacat pada badannya, atau seorang istri yang sakit sehingga dia tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Atau juga seorang istri yang dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan dari rahimnya. Dengan alasan yang satu ini, hukum nikah poligami bagi suami beristri yang direstui menjadi sah karena adanya ketidakmampuan seorang istri dalam menjalankan kewajibannya.

Ketiga, bersikap adil. Dalam melakukan poligami, seorang suami ditutut untuk bersikap adil secara materi dalam masalah nafkah lahir dan batin. Suami wajib memenuhi kelayakan materi yang sama kepada semua istrinya dan suami wajib memberikan waktu yang sama untuk semua istrinya. Jika tidak sanggup melakukan hal ini, seorang suami sangat dilarang untuk melakukan poligami.

Meski dalam islam tidak ada persyaratan yang mengatakan jika seorang suami yang hendak menikah kembali tidak diharuskan mendapatkan ijin dari istri pertama, namun sebagian ulama mempersyaratkan bahwa suami yang hendak poligami harus diketahui oleh semua istrinya. Karena seseorang tidak mungkin bisa bersikap adil, sementara hubungan terhadap semua istrinya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Dalam kenyataannya, mereka yang melakukan praktik poligami secara sembunyi-sembunyi, tidak diketahui istri pertama sangat kesulitan untuk bisa bersikap adil. Jika tidak mementingkan istri pertama, dia lebih mengunggulkan istri kedua. Tentu saja, sikap sembunyi-sembunyi semacam ini telah akan menjauhkan mereka dari keharmonisan.

Meski dalam hukum Islam, suami tidak harus meminta ijin istri pertama untuk menikah lagi, namun hukum di Indonesia, melakukan pernikahan secara siri tanpa izin istri pertama dipandang sebagai sebuah pelanggaran hukum, dan suami bisa dikenakan hukuman yang telah ditentukan oleh Negara.

Berdasarkan Pasal 279 KUHP, yang berbunyi: “(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; 2.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, perkawinan yang sudah dilakukan secara siri tidak akan mendapatkan bukti pernikahan secara hukum. Istri siri dan anak tidak mempunyai status hukum.  Hak anak dari pernikahan siripun tidak sama dengan pernikahan yang sah. Anak tersebut tidak dapat memperoleh akta kelahiran untuk data pribadinya. Persyaratan dalam pembuatan akte kelahiran ialah ada buku nikah pasangan suami istri.

Memang secara agama pernikahan siri memenuhi unsur syar’I yang formal. Namun penting diperhatikan mudharat yang ditimbulkan khususnya terhadap anak dan istri. Hak anak dari pernikahan siri akan sulit dilakukan dalam koridor hukum yang ada. Karena itulah, hukum nikah bukan persoalan sah saja, tetapi bagaimana menjamin pemenuhan hak dan kewajiban, termasuk kemashlahatan bersama.

Dalam konteks berislam yang sempurna, aturan dan ketaatan terhadap hukum yang berlaku yang ditetapkan oleh ulil amri untuk kepentingan kemashlahatan wajib diikuti. Pernikahan tidak hanya menyangkut hukum agama, tetapi juga aspek sosial yang meliputi keluarga dan masyarakat. Karena itulah, aspek hukum yang berlaku menjadi penting dipertimbangkan tidak semata persyaratan resmi agama.

Dalam kasus nikah siri dalam koridor poligami banyak kerugian yang akan menimpa istri dan keturunannnya. Persoalan ini lebih pada ego laki-laki tanpa mempertimbangkan hukum positif dan kemashlahatan yang lebih besar. Tidak hanya berbicara sah pernikahan, tetapi lebih penting adalah kemashlahatan bersama dalam keluarga. Pernikahan bukan semata sah, tetapi bagaimana menuju hakikat dan cita-cita pernikahan.

Bagaimanapun hukum syariat Islam pada akhirnya bertujuan dalam rangka mencapai kemashlahatan. Tidak ada hukum Islam yang tidak bermuara pada kemashlahatan. Jika hukum Islam diperalat dan dijadikan justifikasi label sah dan haram tanpa mempertimbangkan kemashlahatan, ini tidak lebih bersembunyi di balik hukum, tanpa mempertimbangkan kemashlahatan.

Bagikan Artikel ini:

About Sefti Lutfiana

Mahasiswa universitas negeri jember Fak. Hukum

Check Also

kesehatan puasa

Menjaga Harmoni antara Kesehatan Jasmani dan Rohani : Belajar dari Praktek Berpuasa

 Perbincangan mengenai kesehatan jasmani dan rohani seringkali menimbulkan beragam pandangan. Namun, seharusnya kita tidak melihatnya …

mencari jodoh

Jodoh dalam Islam: Takdir yang Ditunggu atau Ikhtiar yang Harus Terus Dikejar

Seringkali ketika berbicara jodoh selalu diiringi dengan kata takdir. Orang sering bilang jodoh sudah ada …