Para wanita di zaman nabi, yang kerap di sebut shabaiyyat, tidak hanya berperan menyebarkan ilmu dan menjawab orang-orang yang meminta fatwa kepada mereka saja. Akan tetapi mereka juga memiliki peran yang besar dalam berdakwah kepada Allah, beramar ma’mur dan Nahi munkar. Mereka tidak yakut cercaan orang yang mencercanya dalam kebaikan.
Berikut kisah Khaulah binti Tsa’labah, salah satu shabiyyat mulia yang menasihati Khalifah Umar bin Khattab.
Qatadah meriwayatkan ia berkata, “Umar keluar dari masjid bersama Jalud al-‘Abdi, tiba-tiba muncul seorang wanita di tengah jalan. Umar pun mengucapkan salam kepadanya, kemudain perempuan itu membalasnya dan berkata,
‘Dengarkan wahai Umar! Aku masih ingat waktu engkau masih dipanggil Umair (Umar kecil) di pasar Ukadz, engkau menakut-nakuti anak-anak dengan tongkatmu. Tak lama hari pun berlalu sehingga engkau dipanggil Umar, dan tak lama hari pun berlalu hingga kau dijuluki Amirul Mu’minin. Takutlah engkau kepada Allah dalam mengurus rakyatmu, dan ketahuilah sesungguhnyabarang siapa takut kepada ancaman, apa yang jauh akan terasa dekat baginya, dan barang siapa tak takut mati, ia akan takut kehilangan.”
Al-Jarud berkata, “Wahai perempuan! Engkau telah banyak bicara kepada Amirul Mu’minin.” Umar berkata “Biarkan dia! Apakah kamu tidak mengenalnya ? Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah, istri Aus bin ash-Shamit yang perkataannya didengar oleh Allah dari atas langit ketujuh. Demi Allah, Umar lebih berhak untuk mendengarkannya.”
Kisah Ini menjelaskan bagaimana Islam memberikan kesempatan bahkan mengormati wanita-wanita dalam melontarkan pendapat ataupun nasihat. Dari salah seorang Shohabiyyat kita dapat belajar bagaimana dengan tegas dan berani melontarkan sebuah nasihat demi kebiakan dan kemaslahatan. Dengan tidak sedikitpum mengurangi rasa hormat lawan bicaranya.
Kisah ini pun dengan jelas menunjukan sikap rendah hati dan kelembutan Umar (sebagai orang yang dinasihati), dan kelembutan Umar, ia sangat menyukai nasihat padahal ia adalah Amirul Mu’minin.
Hak menyampaikan kebenaran adalah hak setiap orang, termasuk wanita. Akan tetapi dalam menyampaikan kebenaran tersebut memerlukan etika yang diajarkan oleh Islam, agar tidak melencenga dari apa yang Allah dan Rosul-Nya ajarkan.