ikhtilaful ulama
ikhtilaful ulama

Kitab Ikhtilaful Ulama Lil Marwazi; Pentingnya Memahami Perbedaan Pendapat Ulama

Penulis yang bernama lengkap Imam Abi Abdillah Muhammad bin Nashr al Mawarzi menorehkan catatan-catatan seputar perbedaan pendapat para imam madzhab fikih. Kitab ini menarik untuk dibaca lantaran hampir seluruh imam madzhab memiliki hubungan sebagai guru dan murid. Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal murid Imam Syafi’i.

Namun, di tengah hubungan murid dan guru tersebut, mereka tidak asing dengan perbedaan pendapat. Mereka justru mesra, saling memahami, menghargai, saling memuji, dan saling menghormati. Karena mereka semua memiliki kesadaran pengetahuan ilmu agama yang memadai. Adanya perbedaan tersebut berangkat dari akar metodologis, yaitu ushul fikih. Dalil yang dipakai sama namun ditingkat interpretasi mereka tidak sama.

Hal inilah yang kemudian dicatat oleh al Mawarzi sebagai bahan pelajaran penting bagi umat Islam untuk tidak saling mempersalahkan dan memutlakkan kebenaran hanya menurut pendapat yang dianutnya. Kehadiran karya seperti ini sangat penting untuk meminimalisir arogansi dan monopoli kebenaran suatu pendapat.

Di awal-awal al Mawarzi menjelaskan perbedaan pendapat para Imam Madzhab tentang menghirup air dan berkumur ketika berwudhu dan mandi hadas. Apakah keduanya wajib atau tidak dalam dua taharah tersebut?

Menurut Sufyan al Tsauri dan ulama-ulama fikih Kufah, menghirup air dan berkumur tidak menjadi syarat dalam wudhu, andaikan tidak dikerjakan tidak memiliki konsekuensi apapun terhadap sahnya wudhu. Tetapi, ketika mandi besar keduanya menjadi syarat sah. Sehingga bila tidak kerjakan, sengaja atau lupa, mandi janabah harus diulang. Dan, apabila telah melakukan shalat, shalatnya juga harus diulang.

Adapun menurut Imam Malik dan Syafi’i, keduanya bukan merupakan syarat sah wudhu dan mandi janabah. Pendapat lain mengatakan menghirup air dan berkumur-kumur syarat wajib bagi wudhu dan mandi besar. Sebagian ulama berpendapat menghirup air wajib ketika wudhu dan mandi besar sementara berkumur-kumur tidak wajib dalam keduanya.

Perbedaan pendapat para Imam Madzhab fikih seperti contoh di atas diulas dengan sempurna oleh al Mawarzi dalam karyanya ini. Tentu saja masih banyak karya yang semisal. Ini sebagai renungan bagi kita semua. Kalau mereka saja masih mesra dan saling menghormati, kenapa sebagian kita malah asing dengan perbedaan. Saling benci dan saling mencaci.

Kalau begitu, untuk menumbuhkan kesadaran supaya mampu menerima perbedaan alangkah baiknya kita membaca kitab Ikhtilaful Ulama Lil Mawarzi ini.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

khusyuk salat iduladha di masjid kubah emas

Merebut Masjid, Ini Kata Fikih

Ada sekelompok umat Islam yang senang merebut masjid. Merebut masjid? Ya, begitu. Lalu, apa tujuannya? …