Perasaan cemburu merupakan ‘bumbu’ dalam rumah tangga agar hubungan suami istri lebih harmonis. Justru jika dalam rumah tangga pasangan suami istri tidak pernah merasa cemburu, maka perasaannya patut dicurigai. Apakah mereka berdua saling sayang dan cinta atau tidak.
Perasaan cemburu sendiri bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja, namun biasanya rasa cemburu paling besar ditampakkan oleh kaum hawa. Bahkan istri Rasulullah pun kerap memperlihatkan rasa cemburunya kepada Nabi, terutama bagi Ummu Aisyah yang mempunyai rasa cemburu lebih besar dibadinkan dengan istri-istri nabi lainnya.
Misalnya saja, Aisyah merasa cemburu jika Rasulullah tidak bersamanya. Diceritakan Aisyah cemburu karna terbangun tengah malam dan melihat Nabi tidak ada di sampingnya. Padahal sebelumnya, Rasulullah sedang tidur bersamanya. Aisyah pun merasa curiga dan berpikir jika Nabi keluar rumah dan tidur dngan istri-istri lainnya. Pada malam tersebut Aisyah merasa jika malam itu menjadi haknya untuk tidur bersama Nabi.
Aisyah pun keluar rumah melihat istri Rasulullah yang lain, namun ia tidak menjumpai Nabi di rumah istri-istri yang lain, hingga akhirnya Rasulullah ditemukan di masjid. Rasul pun mengetahui apa yang terjadi. Mengetahui Aisyah cemburu, Rasulullah berkata “Kau cemburu lagi, Aisyah? Apakah kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam Nisfu Sya’ban, Aisyah.”
Selain itu diceritakan juga dalam satu hadist bahwa saat Rasulullah sering menyebut nama Khadijah, Aisyah merasa cemburu kepada Rasulullah meskipun Siti Khadijah sudah meninggal dunia.
Bahkan disebutkan dalam satu hadist jika kecemburuan Aisyah kepada Khadijah melebihi perasaan cemburunya terhadap istri-istri Nabi yang lain. Rasa cemburu Aisyah sendiri kepada Rasulullah tidak lain merupakan bentuk serta bukti cintanya yang besar pada Rasulullah.
“Tidakkah aku cemburu kepada salah seorang istri-istri Nabi SAW sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah melihatnya.”
Rasa cemburu Aisyah kepada Rasulullah yang tidak terbendung pernah membuatnya melontarkan kalimat kurang baik terhadap istri pertama Nabi itu.
“Apa yang dapat kau lakukan dengan perempuan tua yang kedua sudut mulutnya berwarna merah? Padahal Allah SWT telah memberi ganti untukmu dengan yang lebih baik darinya”
Kemudian Nabi menjawab, “Demi Allah, Allah SWT tidak menggantinya untukku. Ia beriman padaku ketika yang lain ingkar, ia membenarkanku ketika semua mendustakanku, ia melimpahkan hartanya padaku ketika semua orang menyembunyikannya, dan darinya Allah SWT memberiku keturunan”
Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap rasa cemburu atau Al Ghirah?
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbali, Imam An-Nasa’i, dan Imam Abu Dawud bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Sungguh ada sifat cemburu yang disukai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yaitu sifat cemburu yang disertai dengan keragu-raguan dan ada pula sifat cemburu yang sangat dibenci oleh Allah Ta’ala yaitu rasa cemburu yang tanpa disertai rasa keragu-raguan lagi”
Dengan begitu, maka cemburu dalam Islam dibolehkan asalkan sewajarnya saja karena cemburu yang berlebihan termasuk ke dalam sifat tercela. Wallahu a’lam bish-shawab.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah