pengajian dibubarikan

Membubarkan Pengajian yang Meresahkan, Bagaimana Hukumnya ?

Beberapa hari yang lalu, pengajian Syafiq Riza Basalamah di masjid As Salam Purimas Surabaya dibubarkan oleh Banser. Pengajian tersebut dibubarkan karena penceramah yaitu Syafiq Riza Basalamah sering menyampaikan hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat, khususnya yang tidak satu aqidah dengannya. Sebelumnya, juga banyak pengajian-pengajian yang dibubarkan dengan alasan yang sama. Spontan sikap ini menuai kontraversi di masyarakat. Sebagian mendukung sikap Banser dan sebagian lain mencelanya.

Bagaimana menurut Fiqh tindakan Banser tersebut ?

Sebelum membahas lebih mendalam, ada menariknya melihat terlebih dahulu apa yang dikatakan oleh para ulama’ bagaimana menyampaikan pesan-pesan agama, seperti yang disampaikan Sayyid Zain bin Ibrahim dalam kitab al Manhajus Sawi:

يَنْبَغِي لِمَنْ أَمَرَ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ أَنْ يَكُوْنَ بِرِفْقٍ وَشُفْقَةٍ عَلَى الْخَلْقِ وَ يَأْخُذَهُمْ بِالتَّدْرِيْجِ

Artinya: Selayaknya bagi orang yang memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran dilakukan dengan halus dan penuh kasih sayang dan berangsur-angsur

Pernyataan Sayyid Zain bin Ibrahim di atas memberikan dua kesan; Pertama, bahwa dalam menyampaikan pesan agama harus dengan kasih sayang. Artinya bukan rasa benci dan tidak menyakiti orang lain. Kedua, melakukannya dengan bertahap-tahap. Seandainya masyarakat tidak mampu melakukan seluruhnya, maka cukup dianjurkan melakukan sebagiannya saja.

Etika dakwah dengan pendekatan emosional dan dilakukan secara bertahap tidak lain agar tidak menjadi persoalan baru dalam masyarakat. Bisa kita bayangkan, jika ada tradisi yang sudah mendaging di bumi pertiwi ini kemudian harus dihapus secara totalitas karena tidak sama dalam pola pikirnya, tentu dapat kita pastikan fatwa yang demikian akan menuai kontraversi dalam masyarakat, dan ini yang tidak diinginkan oleh Islam.

Bahkan, menurut imam As Syatibi, tidak semua hal yang benar itu harus disampaikan, sekalipun itu berkaitan dengan ilmu syariah atau tentang masalah hukum. Tetapi ada kalanya tidak boleh disampai secara mutlak ada kalanya boleh dikatakan secara mutlak ada kalanya perlu memandang situasi dan kondisi masyarakat. Oleh sebab itu, fattwa-fatwa yang dapat menimbulkan perselisihan di masyarakat atau menyakiti mereka, itu tidak baik dilakukan dan harus ditinggalkan.

Syaikh Mahmud al Hariri dalam kitabnya al Madkhal mengutip pendapatnya para ulama’ bahwa da’i yang tidak tahu malu harus ditahan, tidak boleh melakukan dakwah.

قَرَّرَ الْفُقَهَاءُ اَلْحَجْرَ عَلَى الطَّبِيْبِ الْجَاهِلِ وَالْمُفْتِي الْمَاجِنِ

Artinya: Ulama menetapkan keputusan bahwa dokter yang bodoh dan mufti yang tidak tahu malu, harus ditahan dalam berdakwahnya

Larangan bagi da’i yang tidak tahu malu untuk berdakwah karena semata-mata menjaga stabilitas sosial, akhlak dan aqidah dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqh:

يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الْخَاصُّ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِّ

Artinya: Dharar khas dibawa dalam rangka menolak dharar am

Dengan demikian, membubarkan pengajian yang dapat meresahkan masyarakat, itu hukumnya wajib sebagai upaya amar maruf nahi mungkar dan untuk menjaga stabilitas sosial agama dalam masyarakat.

Bagikan Artikel ini:

About Tiena M. Al Layli

Pengajar Di PP. Nurul Qarnain Sukowono Jember

Check Also

kaidah yang membatalkan puasa

3 Hal yang Tidak Disadari Bisa Membatalkan Puasa

Jika diglobalkan, hakikatnya hal-hal yang dapat membatalkan puasa hanya ada dua; Masuknya barang luar ke …

salat tarawih

Lebih Baik Shalat Tarawih Cepat Apa Lambat ?

Idealnya melakukan shalat itu tidak perlu cepat dan lambat. Yang terpenting dalam melakukan shalat bagaimana …