Semua agama memiliki kepercayaan kepada Tuhan. Inti beragama adalah ber-Tuhan. Tidak ada agama yang tidak mengajarkan kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Aspek ketuhanan ini kita sebut sebagai aspek teologis dalam agama-agama sebagai dimensi spiritual agama.
Semua agama memiliki kedekatan yang sama dalam aspek spiritual. Dalam Al-Quran ditegaskan : “Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku” ( QS Al-Anbiya’ [21] : 25).
Dengan melihat ayat tersebut, semua agama memiliki ajaran teologis ini. Dimensi spiritual adalah dimensi titik temu semua agama yang pasti memiliki kesamaan. Semua agama mengajarkan kepada Ke-Esa-an Tuhan. Tuhan Yang Satu yang disembah oleh semua umat beragama. Lalu, kenapa kita harus berbeda jika Tuhan kita semua adalah sama?
Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan (Al-Maidah, 48).
Ayat ini menjelaskan tentang mengapa manusia beragam dalam beragama. Masing-masing agama memiliki rasul, kitab dan aturan masing-masing. Ini adalah kehendak Tuhan dalam hal ritualitas umat beragama. Semua agama memiliki ritualitas yang berbeda. Satu tujuan tentang Tuhan Yang Satu tetapi diekspresikan dengan syariat dan ritual yang beragam.
Keberagaman ini pada akhirnya adalah sebuah keniscayaan yang memang diatur Tuhan. Tidak boleh manusia memaksakan kehendak atas keragaman ini. Tuhan saja tidak ingin menjadikan manusia dalam satu umat yang satu. Karena tujuan akhir dari segalanya adalah kebaikan.
Semua umat beragama berawal dari prinsip teologis yang sama tentang satu Tuhan. Prinsip ini diterjemahkan dalam banyak ritual yang berbeda. Pada akhirnya akan kembali pada tujuan kebaikan atau tentang kebajikan sosial (amal shaleh).
Semua agama mengajarkan kebajikan dan kemanfaatan kepada diri dan lingkungannya. Nabi mengatakan : sebaik-baiknya manusia adalah orang yang memberikan manfaat kepada yang lain. Redaksi yang digunakan Nabi adalah manusia bukan sebaik-baiknya orang Islam. Artinya, takaran kebaikan manusia adalah beramal kebajikan kepada sesama.
Semua agama mengajarkan kepada kebaikan dan mencegah keburukan. Larangan dalam setiap agama memiliki dimensi semangat yang sama untuk terjadinya harmoni dan keteraturan. Dalam setiap agama ada aturan syariat atau dharma yang melarang membunuh, mencuri, dan menyakiti orang lain. Artinya dalam dimensi takwa sosial ini semua agama hampir memiliki kesamaan.
Karena itulah, orang yang bertakwa dengan kaffah dengan memiliki tiga dimensi tersebut baik spiritual, ritual dan sosial tidak perlu khawatir terhadap pahala dan ganjaran dari Tuhan. Tuhan telah menjamin dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 62 : Orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin yang beriman kepada Allah dan hari Akhir serta melakukan kebajikan akan mendapat pahala dari Tuhannya. Mereka tidak akan diliputi rasa takut dan tidak bersedih hati.