JAKARTA – Apresiasi dan dukungan terus mengalir untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamophobia (The Internasional Day to Combat Islamophobia). Ketetapan PBB tersebut dilandasi atas dasar masih banyaknya muslim yang menjadi korban perisakan hingga pelecehan atas nama agama.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Bunyan Saptomo menyambut baik langkah PBB untuk tidak diam terhadap persoalan diskriminasi atas nama agama yang seringkali terjadi diberbagai belahan dunia.
“PBB berarti mengakui adanya fakta telah terjadi peningkatan diskriminasi, intoleran dan kekerasan kepada berbagai kelompok agama, termasuk kelompok Muslim,” kata Saptomo dalam rilis yang kutip dari laman Republika.co.id melalui layanan pesan singkat pribadinya pada Senin (21/3).
Bunyan juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Menteri Agama (Menag) RI yang telah menyatakan dukungannya pada kesepakatan PBB ini. Ia berharap, MUI dan Menag bisa bekerja sama untuk mensosialisasikan kesepakatan itu di Indonesia.
“Hal ini sesuai dengan seruan MU-PBB agar semua pihak mengadakan dan mendukung kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengatasi (curbing) Islamophobia,” terangnya.
Lebih lanjut, Bunyan mengatakan Islamophobia bisa muncul dalam berbagai bentuk. Di negara yang Muslimnya minoritas, Islamophobia bisa berbentuk hinaan, ancaman, intoleran, atau diskriminasi. Di negara yang Muslimnya mayoritas, Islamophobia umumnya berbentuk fitnah.
Dia memastikan kesepakatan PBB ini bisa disosialisasikan sebaik mungkin kepada seluruh ormas. Indonesia, kata dia, juga berpotensi terjangkit Islamophobia jika keberagaman dalam beragama tidak bisa dibina di tengah kehidupan umat.
“Di abad 21 ini Islamophobia semakin meningkat. Perlu pendekatan yang komprehensif dalam menyikapi Islamophobia, dan itu menjadi tugas kita bersama,” katanya.