muslim di italia sholat idul fitri dengan mengenakan masker 200603122411 433
muslim di italia sholat idul fitri dengan mengenakan masker 200603122411 433

Muslim Napoli, Berjuang Kuburkan Jenazah Korban Covid-19

NAPOLI – Penguburan jenazah yang wafat akibat covid- 19 tidak menjadi persoalan yang berarti dibeberapa negara muslim, begitu juga di negara yang muslim masih menjadi minoritas namun telah mempunyai tempat penguburan sendiri. Namun, penguburan muslim masih menjadi masalah tersendiri di Italia.

Sejumlah muslim yang wafat akibat Covid- 19 masih mendapatkan kendala ketika akan dikuburkan, seperti yang dialami oleh warga Napoli saat akan menguburkan keluarga yang wafat, hal tersebut dialami oleh Ahmed Aden Mohamed.

Ahmed Aden Mohamed tidak pernah menyangka bahwa ketika membawa ibunya, Zahra Gassim Alio ke rumah sakit karena sakit lutut, dia tidak membayangkan itu akan menjadi terakhir kalinya dia melihatnya hidup. Setelah serangkaian komplikasi, ibunya ternyata terpapar virus corona dan dia meninggal tak lama kemudian.

Namun kesedihan Aden berlanjut saat ia pergi ke rumah sakit untuk mengambil jenazah ibunya. Ia menyadari betapa sulitnya memberikan tempat istirahat terakhir untuk ibunya. 

Hal ini karena kota Napoli tidak memiliki pemakaman Muslim. Dia dihadapkan pada keputusan yang sulit, jenazah ibunya dikremasi, yang dilarang dalam Islam, atau menguburkannya di salah satu dari dua pemakaman Muslim yang berjarak sekitar 150 kilometer dari tempatnya. 

Kurangnya pemakaman Muslim di Napoli dengan komunitas Muslim yang berkembang pesat, telah menjadi tantangan bagi banyak keluarga Muslim selama beberapa tahun. Tetapi pandemi virus Covid-19 telah membuat segalanya menjadi lebih sulit.

Sejak 1990, hukum Italia mengizinkan ruang terpisah di kuburan untuk non-Katolik. Tapi ruang-ruang ini seringkali tidak memenuhi aturan pemakaman Muslim, jadi umat Muslim mengajukan petisi untuk lahan terpisah.

Beberapa keluarga cenderung mengirim tubuh orang yang mereka cintai ke negara leluhur mereka, tetapi ketika Italia memasuki masa lockdown pada Maret tahun lalu, ini menjadi tidak mungkin karena perbatasan internasional. Karantina juga menghapus opsi mengubur orang di luar wilayah mereka di Italia, mengingat pembatasan perjalanan domestik.

Presiden Federasi Islam Campania, Imam Cozzolino, mengatakan saat krisis berlanjut, beberapa kuburan di kota-kota tetangga menawarkan ruang ekstra untuk pemakaman Muslim. Tetapi saat ini mereka hampir segera kehabisan ruang.

“Penguburan adalah hak warga negara mana pun yang tidak dapat diganggu gugat. Kebutuhan akan kuburan Islam selalu ada.  Itu meledak karena virus corona karena tidak ada tempat lain selain daerah tempat mereka berada,”kata Cozzolino dilansir dari Aljazirah dan republika. Rabu (17/2).

Dorongan untuk menyediakan pemakaman Muslim ini tampaknya telah ada kemajuan pada 2016, ketika Wali Kota yang baru terpilih kembali, Luigi de Magistris, mengatakan sebuah lokasi akan selesai pada 2017. Ruang telah dipetakan di pemakaman yang ada, selanjutnya  ke suatu area untuk anggota komunitas Yahudi.

“Kami sengaja menempatkan pemakaman Islam di sebelah pemakaman Yahudi. Kami ingin menunjukkan Napoli adalah kota persaudaraan, hak, dan perdamaian,” kata de Magistris.

Setelah serangkaian penundaan pada 2018 dan 2019, ruang pemakaman Muslim akhirnya dibersihkan tahun lalu, tetapi menghadapi rintangan terakhir, yakni pendanaan. Napoli mengalami krisis keuangan, jadi sulit mendanai proyek yang tidak memenuhi kebutuhan dasar kota.

Dewan kota dapat menentukan tempat untuk pemakaman dan membersihkannya, tetapi komunitas Muslim bertanggung jawab mendanai pembangunannya. Tetapi karena Napoli tidak memiliki perkumpulan Muslim, dan karena komunitasnya sebagian besar terdiri dari pekerja bergaji rendah, uang sulit didapat.

“Bagaimana cara mengumpulkan uang ini? Orang-orang yang datang ke masjid di sini adalah pedagang kaki lima. Mereka hanya berpenghasilan 30 euro (Rp 507 ribu).  Sudah cukup sulit bagi mereka untuk memelihara masjid,” kata Cozzolino. 

Di kota Avellino, 55 kilometer dari timur Napoli, seorang wanita asal Maroko mengalami keguguran dan dia memiliki sedikit pilihan untuk penguburan anaknya. Wakil presiden sebuah pusat kebudayaan Muslim di kota terdekat, Hassan Hachimi, mengatakan ibu tersebut tidak dapat memulangkan jenazah anaknya ke Maroko karena anaknya belum memiliki dokumen apa pun. 

Konsulat Maroko menolak permintaannya. Keluarga itu sekarang mencari kuburan lain di daerah terdekat. Pencarian yang sangat menyakitkan karena menurut ajaran Islam, orang mati harus dikuburkan secepat mungkin.

Dalam kasus ibu Mohamed, dia sekarang harus menempuh perjalanan sejauh 140 kilometer ke Roma, sebuah perjalanan yang memakan waktu lebih dari dua jam untuk sampai ke kuburan. Karena meninggal akibat Covid-19, Mohamed tidak dapat memandikan jenazahnya.

Duduk di meja ruang makannya, dia mencari foto ibunya.  Tapi saat dia mencari di ponselnya, dia melihat foto ibunya setelah dia meninggal, di peti matinya.

“Islam dalam bahasa Arab berarti tunduk kepada Tuhan dan damai. Ibuku bahkan tidak bisa menemukan kedamaian dalam kematiannya,” kata Mohamed. 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

sidang gugatan Pilpres di MK

Tanggapi Putusan MK, PBNU: Kedepankan Empat Nilai Dasar Ahlussunnah wal Jama’ah

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pilpres pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Cak …

Ketua FKPT Jabar Iip Hidajat

Kearifan Lokal Dorong Moderasi Beragama Dengan Kedepankan Toleransi

Jakarta – Meskipun lebaran Idulfitri telah usai, semangat persaudaraan dan kerukunan yang didapat setelah merayakannya …