“Narasi negatif tentang pesantren sebagaimana disiarkan di salah satu stasiun televisi nasional di Indonesia jelas sangat melukai dan mencederai nilai-nilai berbangsa dan bernegara kita, oleh karena itu perlu adanya evaluasi atau tindakan tegas dari institusi berwenang, yakni Dewan Pers dan Komisi Penyiaran,” katanya di Pamekasan, Jawa Timur, Kamis.
Menurutnya, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan keagamaan, melainkan bagian penting dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Lembaga pendidikan ini, sambung dia, sudah ada sejak Indonesia belum merdeka dan memiliki peran penting dalam ikut mencerdaskan anak bangsa.
Pada masa penjajahan hingga kemerdekaan, pesantren telah memainkan peran besar dalam membangun karakter bangsa dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dalam sejarahnya, peran pesantren sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Banyak ulama yang menjadi pahlawan nasional, dan pemimpin besar Indonesia lahir dari lingkungan pesantren,” ujarnya.
Ansari yang juga alumni Pondok Pesantren Al-Amien, Prenduan, Sumenep itu lebih lanjut mengajak seluruh elemen bangsa untuk menghargai dan menghormati eksistensi pesantren sebagai bagian dari budaya yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat.
“Kepada siapapun di republik ini, mari kita hargai dan hormati budaya pesantren yang sudah mengakar dari generasi ke generasi. Kontribusi pesantren terhadap NKRI sangat besar dan tidak ternilai,” katanya.
Politikus asal asal Daerah Pemilihan (Dapil) XI Madura itu berharap agar peristiwa atau pemberitaan yang membingkai tradisi pesantren secara negatif tidak terulang kembali.
Oleh karena itu, Ansari juga meminta institusi berwenang, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers untuk segera turun tangan mengevaluasi program siaran dan pemberitaan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan publik tersebut.
“Salah satu peran media massa memang memberikan kontrol. Tetapi berita yang dibingkai dengan pandangan negatif, bagi saya bukan lagi mengontrol, akan tetapi justru membuka peluang terjadinya keretakan sosial dan ini harus dihindari,” katanya.
Anggota DPR RI asal Kabupaten Pamekasan ini lebih lanjut mengingatkan keutuhan NKRI dan situasi kondusif di masyarakat harus menjadi pertimbangan utama dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
“Saya yakin insan pers dan media memiliki komitmen moral kuat menjaga keutuhan bangsa ini. Oleh karena itu, mari kita jaga bersama. Sebab sebagaimana legislatif, pers juga menjadi bagian dari pilar demokrasi bangsa ini,” kata Ansari.
Bahaya
Narasi negatif terhadap pesantren yang sedang heboh bisa mengancam demokrasi karena menciptakan perpecahan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Ketika institusi pendidikan Islam yang telah mendarah daging dalam sejarah bangsa ini terus-menerus disudutkan dengan isu-isu sensitif tanpa konteks yang utuh, polarisasi pun meningkat.
Narasi tersebut dapat memicu kecurigaan dan kebencian antar kelompok masyarakat, mengikis rasa saling percaya yang merupakan pondasi penting bagi kehidupan berdemokrasi yang sehat dan toleran. Alih-alih berdialog, masyarakat justru terjebak dalam prasangka dan saling serang yang bisa memperburuk stabilitas sosial.
Selain itu, narasi negatif ini dapat merusak citra pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan dan agen perubahan sosial. Pesantren memiliki peran historis dalam membentuk karakter santri yang berwawasan kebangsaan dan berkontribusi terhadap perkembangan demokrasi, seperti yang ditekankan oleh Mahfud MD.
Namun, ketika citranya tergerus oleh pandangan negatif, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini bisa luntur. Hal ini berpotensi memengaruhi partisipasi politik santri dan alumninya, serta menghambat peran pesantren sebagai sumber inspirasi bagi pendidikan karakter yang moderat dan inklusif.
Pada akhirnya, isu ini berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan politik jangka pendek. Dengan menciptakan polemik dan kontroversi seputar pesantren, perhatian publik dapat dialihkan dari isu-isu yang lebih substansial, seperti korupsi atau kebijakan publik yang tidak pro-rakyat.
Akibatnya, fokus masyarakat terpecah-pecah, dan demokrasi pun bisa kehilangan esensinya. Sebaliknya, upaya untuk membangun pemahaman yang utuh tentang kultur pesantren sangat diperlukan agar kerukunan sosial tetap terjaga.