Stockholm – Prancis tengah menjadi sorotan dunia terutama dari negara-negara Muslim. Prancis dicap sebagai negara pengusung Islamofobia setelah komentar Presiden Emmanuel Macron yang menuduh ‘Islam ekstremisme’ dan Islam tengah kritis.
Macron juga mendukung penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW oleh majalah Charlie Hebdo. Kemudian setelah kasus pemenggalan guru Samuel Paty di Paris, Macron lagi-lagi menuduh pembunuhan itu sebagai serangan teroris.
Alhasil Prancis kini menjadi musuh bersama negara-negara Muslim. Bahkan saat ini banyak negara Muslim yang melakukan boikot terhadap produk Prancis.
Menanggapi kecaman dan boikot itu, Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Swedia Etienne de Gonneville, justru mengatakan negaranya adalah negara Muslim. Gonnevillle mengatakan itu saat di wawancara dengan penyiar SVT di Swedia.
“Pertama, Prancis adalah negara Muslim,” kata de Gonneville. “Islam adalah agama terbesar kedua di Prancis. Kami memiliki antara 4 hingga 8 juta warga Prancis yang memiliki warisan Muslim,” katanya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (27/10/2020).
Gonneville menekankan bahwa propaganda Al-Qaedayang memaksa umat Islam untuk melakukan tindakan terorisme, bukanlah Islam seperti yang dia pahami.
Ketika pembawa acara televisi, Anders Holmberg, mengatakan bahwa warga Muslim yang tidak radikal pun tersinggung oleh kartun Nabi Muhammad, de Gonneville membalas; “Ini adalah pertanyaan yang sarat dan ambigu secara moral”.
Menurut de Gonneville, topik utama diskusi adalah terorisme dan bukan Islam, dan menempatkan penekanan yang lain akan keliru.
“Media harus tahu bagaimana menangani isu terorisme Islam dan tidak jatuh ke dalam perangkap gagasan yang diduga akan menyinggung Islam. Islam sangat beragam. Mereka yang kita dengar sekarang berbicara tentang pakaian Islam radikal ini. Kita seharusnya tidak memberi mereka bobot lebih dari yang mereka miliki. Mereka adalah minoritas kecil,” katanya.