musyrik

Orang Musyrik Najis, Apa Maksudnya ?

Najis di dalam ilmu Fiqh diistilahkan untuk benda yang tidak boleh dikonsumsi, selain dalam kondisi dhorurat. Sebab itu, seseorang yang terkena benda najis ini harus segera membersihkannya. Bahkan benda najis dapat mempengaruhi terhadap kesahan shalat. Seseorang yang shalat sementara terdapat anggota tubuhnya yang bersentuhan dengan benda najis maka shalatnya tidak sah. Dari hal ini, dapat kita membayangkan bagaimana Islam begitu menjauhi terhadap benda najis ini.

Benda-benda tersebut yaitu: Darah, nanah, benda cair yang keluar dari qubul dan dubur, anjing, babi, bangkai dan muntah. Orang muslim sebisa mungkin harus menjauhi benda-benda tersebut dan tidak mengkonsumsinya.

Uniknya, di dalam al Qur’an, Allah swt menyebutkan orang-orang musyrik dengan sifat najis. Pada ayat 28 surat At Taubah, Allah swt menjelaskan:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini” (QS. At Taubah: 28)

Di sinilah menariknya, apakah Allah swt menyamakan dzat orang-orang musyrik sama dengan benda najis secara umum dalam ilmu Fiqh sehingga harus menjauhinya, dan wajib membasuhnya seandainya bersentuhan, atau ada makna lain yang lebih layak dari maksud Allah swt ini ?

Berikut beberapa penafsiran ulama’ tentang makna najis dalam firman Allah swt tersebut:

  1. Ibn Abbas ra; Menafsirkan najis dalam firman Allah swt tersebut menyamakan orang musyrik dengan kotornya anjing dan babi.
  2. Menurut Qatadah ra; Najis dalam firman tersebut bermakna janabah, bukan najis sebagaimana dalam Fiqh. Karena orang musyrik manakala junub ia tidak akan mandi menghilangkan hadats besar, sebab itu ia dilarang masuk masjid karena pasti dalam kondisi janabah.
  3. Abu Manshur al Maturidi ra; Yang najis pada pada orang-orang musyrik yaitu dari aspek ibadah mereka, di mana mereka menyembah selain Allah swt. ini dibuktikan dengan firman Allah swt dalam ayat lain:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah kotoran dari perbuatan syaitan” (QS. Al Maidah: 90)

  1. Sebagian madzhab Ad Dzahiry berpendapat yang najis memang badannya. Sebab itu, seorang muslim yang sedang shalat di mana tubuhnya menyentuh orang musyrik maka shalatnya tidak sah, karena bersentuhan dengan benda najis.

Akan tetapi menurut mayoritas ulama’ tafsir, pendapat sebagian dari madzhab Ad Dzahiry ini dianggap pendapat yang lemah. Terbukti Allah swt menghalalkan makan makanan buatan orang musyrik. Ibn Katsir berkata:

وَأَمَّا نَجَاسَةُ بَدَنِهِ فَالْجُمْهُوْرُ عَلَى أَنَّهُ ‌لَيْسَ ‌بِنَجِسِ ‌الْبَدَنِ وَالذَّاتِ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى أَحَلَّ طَعَامَ أَهْلِ الْكِتَابِ

Artinya: “Tentang kenajisan tubuhnya, maka mayoritas ulama’ berpendapat hal tersebut bukanlah najis tubuh dan dzatnya, karena Allah swt menghalalkan makan makanan ahlul kitab”

Terkait dengan kenajisan orang musyrik, mayoritas ulama’ tafsir lebih condong najis maknawi, bukan najis ainy. Artinya kenajisan orang musyrik bukan dzatnya sebagaimana najisnya darah atau bangkai. Tetapi najis dalam aspek hukumnya saja. Terserah apakah yang dimaksud adalah perbuatan ibadahnya yang buruk karena menyembah selain Allah swt, atau karena sebagai orang junub yang tidak mungkin mensucikan dirinya atau perumpamaan dengan keburukan anjing dan babi.

Apakah ini berarti boleh bergaul bersama orang-orang non muslim ?

Tentu boleh, sebab mereka bukan benda najis yang harus dihindari. Hanya saja prilaku beribadah mereka yang harus dijauhi, karena jelas-jelas menyekutukan Allah swt. bukankah Nabi saw mempersilahkan bertransaksi dengan non muslim, bahkan menjaga hak-hak mereka dari perbuatan dzalim.

Dari hal ini, maka penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat al Qur’an yang berkaitan dengan kehidupan sosial seperti ayat di atas harus benar-benar dipahami secara utuh oleh umat Islam agar tidak salah dalam mengambil sikap ketika bergaul bersama orang-orang non muslim.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

al quran hadits

Bolehkah Menerima Hadits dari Perawi Syiah ?

Di dalam menilai kredibilitas suatu hadits, maka dapat dilihat dari dua aspek; Pertama, dari aspek …

rasulullah

Apakah Rasulullah Saw Pernah Berbuat Salah ?

Ulama’ Salaf dan Khalaf sepakat bahwa Nabi Muhammad saw adalah sosok manusia yang ma’shum (terjaga), …