Jakarta – Sebuah fakta terbaru terungkap dari lingkaran keluarga konglomerat Italia, Gianni Agnelli. Seperti diketahui, Gianni Agnelli adalah pemilik dua brand olahraga dunia yaitu klub sepakbola Juventus dan tim Formula 1 Ferrari, serta brand otomotif merk Fiat.
Terlepas dari cerita megah itu, putra sulung Gianni Agnelli, Edoardo Agnelli memiliki cerita yang memilukan. Edoardo yang pernah menjadi petinggi Juventus itu, memilih ‘keluar’ dari lingkaran kehidupan keluarganya dengan menjadi mualaf, meski ia resikonya ia harus terbunuh.
Tak banyak orang tahu siapa Edoardo Agnelli. Dia adalah putra sulung Gianni dan sang istri, Marella, yang lahir pada 9 Juni 1954. Lahir dari keluarga kaya raya, Edoardo sebenarnya sudah terbiasa dengan beberapa hal semisal bisnis, sepakbola, dan otomotif.
Edoardo tak seperti sang ayah yang dikenal sebagai pebisnis ulung dan ahli bernegosiasi, hingga mendapat julukan L’Avvocato (Sang Pengacara). Edoardo lebih senang menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku filsafat, hingga tertarik dengan banyak hal mistis.
Hal itu yang pada akhirnya membawa Edoardo memilih untuk menjalani pendidikan di Princeton University, New Jersey, Amerika Serikat. Di sini, Edoardo memperdalam ketertarikannya tentang sastra, filsafat, dan kultur budaya timur (Asia).
Siapa sangka, ketertarikannya tentang sastra, filsafat, dan budaya timur, membawa Edoardo dekat dengan Islam. Di sisi lain, apa yang didalaminya ini justru malah jadi malapetaka yang pada akhirnya menjadi penyebab kematiannya.
Setelah lulus dari Princeton Universitty, Edoardo lebih memilih untuk menjauh dari keluarganya. Ia menghabiskan banyak waktunya untuk berkeliling negara-negara kawasan Asia dan Afrika. Seperti yang dijelaskan tadi, Edoardo memiliki sifat yang jauh berbeda dengan ayahnya. Dalam pandangan Edoardo, keluarganya terlalu bersikap materialistis dan hanya mementingkan bisnis.
Menurut laporan media Italia, La Republicca, Edoardo bahkan sering menghujat FIAT, perusahaan yang notabene dimiliki oleh keluarganya sendiri. Edoardo lebih suka bergaul dengan kalangan masyarakat bawah, yang membuatnya sering bersitegang dengan sang ayah.
“Saya tidak berniat duduk di dewan tinggi perusahaan mobil. Saya tidak pernah mempertimbangkan untuk menjadi manajer sekalipun,” ujar Edoardo dalam wawancara dengan sebuah surat kabar pada 1998, dikutip Independent.
“Jika mereka meminta saya untuk duduk di dewan itu, saya akan mengatakan tidak. Karena saya tidak cocok,” katanya.
Pada akhirnya, Edoardo pun dicoret dari daftar ahli waris Fiat. Meski demikian, ia masih dipercaya Gianni untuk menjabat sebagai Direktur Juventus sekitar pertengahan 1980an. Edoardo juga ikut menyaksikan laga final Piala Champions (sekarang Liga Champions) musim 1984/1985, antara Juventus melawan Liverpool di Heysel Stadium, Brussels, yang berujung tragedi.
Punya jabatan tinggi di Juventus, tak serta membuat hidup Edoardo positif. Edoardo sempat ditangkap aparat kepolisian Kenya pada 1990, dengan tuduhan kepemilikan heroin dan ganja.
Walaupun pada akhirnya pihak kepolisian membebaskan Edoardo, peristiwa ini dipercaya sebagai faktor utama yang membuatnya ingin keluar dari jerat narkotika dan memperdalam sisi religius. Pada akhirnya, Edoardo pun dekat dengan Islam.
Tidak ada yang tahu pasti tahu berapa Edoardo memutuskan untuk memeluk agama Islam. Namun, menurut laporan Mashregnews, Edoardo mengenal Islam di New York, sekitar 1990an. Edoardo mengakui sendiri dalam wawancaranya, bahwa pertama kali ia tertarik untuk membaca Al-Quran di sebuah perpustakaan di New York.
“Suatu hari saat saya berjalan di New York, saya berjalan di perpustakaan dan saya melihat Al-Quran. Saya ingin tahu apa isi di dalamnya,” kata Edoardo dikutip dari media Iran, Rasanews.
“Saya mulai membacanya dalam Bahasa Inggris, dan saya merasa bahwa kata-kata itu adalah kata-kata suci dan tidak mungkin dibuat oleh manusia. Saya sangat tersentuh dan kemudian saya meminjam buku itu untuk mempelajarinya. Saya merasa seperti memahaminya dan saya percaya itu,” ujarnya.
Setelah masuk Islam, Edoardo berganti nama menjadi Hisyam Aziz. Dan bahkan dalam beberapa foto yang tersebar, Edoardo tertangkap kamera tengah melakukan Salat di Iran. Ia juga disebut pernah bertemu dengan pemimpin Revolusi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Kabar Edoardo yang memeluk agama Islam ternyata tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Italia. Hal ini ditengarai membuat Gianni dan keluarga Edoardo lainnya marah besar. Hal ini juga yang pada akhirnya dikaitkan dengan kematian Edoardo.
15 November 2000, Edoardo ditemukan tewas di wilayah Turin. Jasadnya ada di dasar sungai di bawah jalan tol di mana mobilnya terparkir. Menurut laporan Time, Edoardo diduga tewas bunuh diri di usianya yang ke-46 tahun.