Toa masjid
Toa

Ramadan dan Problem Pengeras Suara Masjid

Pengeras suara di tempat ibadah menjadi salah satu yang perlu diatur dalam praktek umat beragama. Misalnya di bulan Ramadan pengeras suara tampil membahana di ibadah tarawih hingga tadarus Quran. Karena itu, penting untuk  mengatur pengeras suara supaya tidak mengganggu masyarakat, bukan hanya bagi mereka pemeluk agama lain, tetapi bagi sesama tempat ibadah agar tidak saling bertabrakan suara yang menyebabkan syiar tidak merasa nyaman.

Mengatur pengeras suara bukan hanya di Indonesia di berbagai negara juga diatur. Arab Saudi bahkan hanya membolehkan pengeras suara luar untuk adzan dan iqamah. Sementara untuk keperluan shalat dan yang lain menggunakan pengeras suara dalam.

Tetapi memang terkadang umat Islam di Indonesia terlalu bersemangat. Adanya aturan dianggap larangan. Membatasi pengeras suara dianggap membatasi dakwah dan syiar. Tentu saja berbeda dengan negara lain yang memang aturan ruang publik harus dihormati.

Mengatur pengeras suara ini bukan hanya mencerminkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama, dengan menghormati hak-hak dan keyakinan agama lain tanpa mengganggu ibadah umat Muslim. Namun, selain itu mengatur pengeras suara ini agar tidak terjadi kebisingan yang berlebihan karena satu masjid dengan yang lain saling bersahutan dan tidak menimbulkan keindahan suara sebagai syiar.

Tadarus Al-Quran di bulan Ramadan adalah praktik keagamaan yang penting bagi umat Islam. Namun, penting juga untuk memastikan bahwa pelaksanaan tadarus tidak mengganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat yang beragam. Di desa yang homogen tentu tidak menjadi soal tergantung kesepakatan warga setempat. Namun, di perkotaan dengan masyarakt yang beragam hal itu tentu membutuhkan kearifan umat.

Mengatur pengeras suara saat tadarus Al-Quran bukan mematikan syiar agama, tetapi menunjukkan sikap saling menghormati dan memperhatikan keberagaman agama dalam masyarakat. Bukan dilarang menggunakan pengeras suara, tetapi menyesuaikan volume suara. Dengan demikian, umat Muslim dapat menjalankan ibadah mereka tanpa mengganggu kegiatan atau ibadah agama lain yang sedang berlangsung di sekitarnya.

Dalam konteks hubungan yang lebih luas, masyarakat adalah cerminan dari konsep tetangga dalam Islam. Orang mukmin adalah orang yang menjamin tetangganya merasa nyaman dan aman dengan keberadaan umat Islam. Rasulullah pernah bersabda :

“Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Para sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasulullah saw.?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Artinya ketika bersikukuh dengan alasan syiar dan dakwah, tetapi justru kita tidak membuat nyaman dan aman lingkungan sekitar. Lalu, buat apa sebenarnya dakwah jika tidak memberikan rasa nyaman?

Mengatur pengeras suara, umat muslim akan mampu menunjukkan rasa tanggung jawab sosial terhadap komunitas sekitarnya. Dengan mengatur pengeras suara secara wajar, umat Muslim menunjukkan kesediaan mereka untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan kebutuhan dan kepentingan bersama dalam masyarakat yang multikultural.

Ini juga merupakan bentuk kontribusi positif umat Islam dalam menerapkan konsep menghormati tetangga sebagai bentuk dari kesempurnaan iman. Mengatur volume pengeras suara akan mampu menjadi contoh bagi umat Muslim lainnya untuk menghargai perbedaan dan menjalankan ibadah dengan penuh rasa tanggung jawab dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Bagikan Artikel ini:

About Sefti Lutfiana

Mahasiswa universitas negeri jember Fak. Hukum

Check Also

akhlak karimah

Ataraxia dan Akhlak Mulia: Belajar Tiga Sifat Penghuni Surga

Konsep ataraxia dalam filsafat Yunani kuno mengacu pada keadaan ketenangan jiwa yang bebas dari kecemasan …

sinar matahari

Hikmah Larangan Rasul, Duduk di Tempat yang Setengah Terkena Matahari dan Setengahnya Teduh

Salah satu ajaran Nabi Muhammad yang sering kali tampak sederhana namun mengandung kedalaman makna adalah …