sikap islam bencana
sikap islam bencana

Saatnya Kita Hidup untuk Saling Menghidupi

Indonesia kembali berduka. Dari ujung barat hingga ke pesisir tengah Sumatera, kabar pilu menyelimuti saudara-saudara kita di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera  Barat.Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi baru-baru ini telah menorehkan luka yang mendalam bagi kita semua .Mari sejenak kita tundukkan kepala, mengirimkan doa tulus kepada Sang Pencipta. Semoga para korban yang telah berpulang mendapatkan tempat terbaik dan paling mulia di sisi-Nya, serta diterima segala amal kebaikannya. Bagi keluarga yang ditinggalkan, semoga Tuhan melimpahkan samudra kesabaran dan kekuatan untuk bangkit dari masa-masa sulit ini.

Mari kita jujur. Kita sedang hidup di era “Himpitan Dua Krisis”.  Di satu sisi, kita menghadapi krisis kemanusiaan konflik, intoleransi, dan kekerasan. Di sisi lain, kita dihajar krisis lingkungan perubahan iklim yang membuat cuaca jadi monster menakutkan. Tapi, menyalahkan hujan sama saja seperti menyalahkan tamu yang masuk ke rumah yang pintunya sudah kita jebol sendiri.

Para pakar sudah bilang, penyebab fundamentalnya adalah “dosa ekologis” kita: deforestasi di hulu Bukit Barisan dan hilangnya daerah resapan air. Tanah yang seharusnya menjadi spons penahan air, kini gundul dan tak berdaya.  Saat hujan turun, air itu tidak meresap, tapi meluncur liar membawa tanah, batu, dan maut ke pemukiman warga. Kita telah mengkhianati mandat kita sebagai penjaga bumi.

Di sinilah kita perlu jeda sejenak dan merenung. Selama ini, mungkin cara beragama kita terlalu maskulin. Kita sering membayangkan Tuhan sebagai “Raja” atau “Penguasa” yang menaklukkan, sehingga kita merasa punya legitimasi untuk menaklukkan dan mengeksploitasi alam sesuka hati.  Padahal, Tuhan punya sifat yang sangat feminin, sangat keibuan. Dalam tradisi Islam, kita mengenal Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Kata Rahim itu satu akar kata dengan “rahim” seorang ibu—tempat yang memberi nutrisi, perlindungan, dan kasih sayang tanpa syarat.

Alam semesta ini adalah manifestasi dari sifat Jamal (Keindahan) dan kasih sayang Tuhan itu.  Bumi adalah “rahim” besar yang memeluk kita. Ketika kita merusak hutan, menggunduli bukit di Tapanuli atau Agam, kita sebenarnya sedang melukai “rahim” yang menghidupi kita. Kita sedang menyakiti wajah Tuhan yang paling lembut.

Lantas, apa yang harus kita lakukan?  Apakah kita hanya akan pasrah dan bilang “ini cobaan”? Jangan. Itu fatalisme yang berbahaya. Kita harus bergerak dari pola pikir lama yang hanya mementingkan ego manusia menuju pola pikir baru yang penuh kasih.

Kita perlu paradigma “Pro-Eksistensi”: sebuah komitmen untuk mendukung kehidupan entitas lain, baik itu sesama manusia maupun alam. Pro-eksistensi adalah lompatan kesadaran dari sekadar hidup berdampingan menjadi hidup untuk saling menghidupi. Kita diajak merajut ulang tiga hubungan yang koyak.

Pertama, hubungan dengan Tuhan harus berlandaskan Cinta, bukan sekadar rasa takut akan hukum.  Mustahil kita mengaku mencintai Sang Pencipta, tapi tega merusak ciptaan-Nya. Energi cinta ini lantas mengalir ke hubungan kedua: sesama manusia. Perbedaan tak lagi dilihat sebagai ancaman, melainkan rahmat untuk berkolaborasi, bukan sekadar bertoleransi.

Puncaknya adalah hubungan dengan alam. Kita harus menanggalkan jubah kesombongan sebagai “penguasa” dan menggantinya dengan peran pengasuhan yang amanah. Alam bukan properti, ia adalah saudara serahim yang setara di mata Tuhan. Saat ketiga hubungan ini pulih, ibadah kita menjadi utuh: menyantuni sesama adalah ibadah sosial, dan menjaga hutan adalah ibadah ekologis.

Kesalehan tidak boleh lagi cuma diukur dari seberapa rajin kita di rumah ibadah, tapi juga seberapa gigih kita menjaga hutan, sungai, dan bukit.  Menanam pohon dan menjaga lingkungan bukan lagi sekadar hobi pecinta alam, itu adalah ibadah sakral. Sumatera sedang berduka. Mari kirimkan doa, bantuan, dan yang paling penting: janji untuk berhenti melukai Ibu Bumi. Karena jika “rahim” ini rusak, kemana lagi kita akan berlindung?

Bagikan Artikel ini:

About Dr. Suaib Tahir, Lc, MA

Anggota Mustasyar Diniy Musim Haji Tahun 2025 Staf Ahli Bidang Pencegahan BNPT Republik Indonesia

Check Also

supremasi ras

DARURAT! Paham Supremasi Ras Sasar Anak Terisolasi, Ancam Pecah Belah RI!

Pada Jumat, 7 November 2025, seharusnya menjadi Jumat Berkah di SMAN 72 Jakarta Utara. Namun …

game online

Apakah Benar Anak Mudah Menormalisasi Kekerasan saat Main Game Online?

Dalam diskursus publik, game online sering diposisikan sebagai produk hiburan semata. Namun, jika kita bersedia …