Dalam Islam, sedekah merupakan sebuah amal ibadah yang sangat dianjurkan. Umat Muslim diajak untuk memberikan sebagian dari rezeki yang diberikan Allah kepada sesama manusia. Sedekah tidak hanya berarti memberikan harta atau uang, tetapi juga melibatkan penggunaan waktu, tenaga, atau pengorbanan lainnya demi kebaikan orang lain.
Dalam al-Quran Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah-254).
Ayat tersebut menjelaskan pentingnya sedekah wajib (seperti zakat) maupun sedekah sunat agar mereka memiliki simpanan dan pahala yang besar di hari akhirat, hari di mana orang-orang sangat membutuhkan amal shalih meskipun seberat dzarrah (debu).
Di akhirat tidak ada lagi jual beli untuk memperoleh laba atau keuntungan. Seseorang pun tidak dapat menebus dirinya dari azab Allah meskipun dengan mengeluarkan emas sepenuh bumi dan tidak ada seorangpun yang dapat memberikan syafa’at (memberikan pertolongan).
Nah persoalannya, akhir-akhir ini marak, penggunaan sedekah untuk membuat konten atau memperoleh ketenaran di media sosial. Orang bersedekah tetapi dilengkapi dengan publisitas media sosial dan menjadi konten yang menarik.
Dalam al-Quran : Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah 271).
Ayat di atas sebenarnya bukan kebolehan mutlak terhadap publisitas sedekah. Sejauh publisitas itu untuk untuk mengedukasi atau menginspirasi orang lain, tentu tidak masalah. Namun terdapat risiko bahwa motif yang mendasari penggunaan sedekah tersebut tidak murni karena terpengaruh oleh keinginan untuk mendapatkan popularitas atau keuntungan materi.
Karena itulah, ayat tersebut melanjutkan jika menyembunyikan sedekah akan lebih baik. Kenapa lebih baik? Tentu saja, karena mencegah potensi riya’, pamer dan ketidaktulusan dalam bersedekah. Manusia itu mempunyai kelemahan untuk selalu ingin dipuji. Ketika publisitas dilakukan khawatir kebaikan itu terhapus dengan keburukan karena riya’.
Karena itulah, dalam ayat lain Allah memperingatkan : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 264).
Publisitas akan cenderung merendahkan kondisi yang diberi dan meninggikan posisi yang memberi. Kepentingan publisitas hanyalah kepentingan pemberi bukan penerima. Dlaam kondisi ini sejatinya, publisitas sedekah tidak lebihnya hanya kepentingan pemberi. Karena itulah, sedekah disertai publisitas media sosial dalam bentuk konten sangat berpotensi merusak pahala sedekah itu sendiri.
Dalam Islam, niat atau tujuan di balik setiap tindakan memiliki peranan yang sangat penting. Jika seseorang menggunakan sedekah dengan niat yang tulus untuk membantu sesama dan mengikuti ajaran agama, maka sedekah tersebut akan mendatangkan keberkahan. Namun, jika seseorang menggunakan sedekah dengan tujuan yang kurang mulia, seperti untuk kepentingan pribadi atau untuk mencari popularitas, maka hal tersebut dapat menimbulkan keraguan dan ketidakjelasan terhadap niatnya.
Panduan Sedekah di Media Sosial
Sedekah harus dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari manusia. Penggunaan sedekah untuk mencari popularitas atau keuntungan materi dapat mengaburkan niat yang seharusnya murni dalam melakukan amal kebaikan.
Karena itulah, dalam Islam panduan bersedekah diatur dengan cukup baik sesuai norma syariah.
Pertama, niat yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Niat ini harus kokoh terlebih dahulu tanpa ada embel-embel yang lain. Bahwa kepentingan konten adalah semata syiar untuk memeriahkan syariat sedekah.
Kedua, berdoa sebelum melakukan sedekah agar amal tersebut diterima dan dijauhkan dari keburukan niat.
Ketiga, merahasiakan sebagai bentuk menjaga riya’ diri dan kehormatan penerima. Dalam media sosial merahasiakan ini bisa memblur foto penerima, nama penerima, alamat dan sebagainya. Bangun kesepakatan dan keridhoan penerima atas publisitas tersebut.
Keempat, berkomunikasi dengan baik, jangan sampai menyakiti hati penerima.
Kelima, bersyukur atas nikmat Allah dan telah diberikan kesempatan dan kemampuan oleh Tuhan untuk bersedekah karena sesungguhnya nikmat yang ada adalah anugerah dan Amanah dari Allah.
Penggunaan sedekah untuk membuat konten atau mendapatkan popularitas seharusnya tidak menjadi motivasi utama. Namun, jika seseorang menggunakan kesempatan tersebut untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan, edukasi, atau inspirasi yang dapat memberikan manfaat bagi banyak orang, dengan niat yang tulus untuk membantu sesama dan mengikuti ajaran agama, maka hal tersebut dapat menjadi bentuk sedekah yang diterima oleh Allah.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah