halat yang kita kerjakan sudah sempurna atau tidak? Secara aturan fikih bisa jadi telah sempurna, namun dari segi kekhusyukan belum tentu. Mayoritas umat Islam mengalami kekurangan disaat mengerjakan shalat. Padahal shalat sendiri merupakan ibadah paling utama dimana ibadah yang lain tergantung kepada seberapa baik shalat yang kita kerjakan.
Karenanya, kita dianjurkan melakukan shalat sunnah rawatib yang salah satu fungsinya adalah untuk menutupi kekurangan dalam shalat fardhu. Secara sederhana, shalat rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu, baik sebelum shalat fardhu (qabliyah) maupun setelahnya (ba’diyah).
Secara rinci shalat sunnah rawatib adalah; empat rakaat sebelum dan setelah shalat dhuhur, empat rakaat sebelum ashar, dua rakaat sebelum dan setelah shalat maghrib, dua rakaat sebelum dan setelah Isya’, dan dua rakaat sebelum subuh.
Sunnah rawatib qabliyah dikerjakan setelah shalat fardhu?
Terkadang untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib qabliyah tidak ada waktu atau kesempatan. Misalnya, begitu masuk ke masjid shalat berjamaah akan segera dimulai, atau sebab lain yang menyebabkan kita tidak bisa melakukan shalat sunnah qabliyah. Dengan demikian, sangat disayangkan sebab tidak bisa mengerjakan shalat sunnah penyempurna shalat fardhu yang sangat dianjurkan tersebut.
Namun demikian, sebagaimana watak agama Islam yang sangat penyayang terhadap umatnya, ternyata masih ada kesempatan untuk mengerjakan shalat qabliyah setelah shalat fardhu.
Dalam kitab I’anatut Thalibin (1/287), dijelaskan, boleh mengerjakan rawatib qabliyah setelah shalat fardhu dan statusnya ada’ (bukan qadha’). Seperti, saat datang ke masjid sementara shalat berjamaah akan segera dimulai, atau masih ada sedikit waktu namun bila mengerjakan shalat sunnah qabliyah dikhawatirkan tidak nutut takbiratul ihramnya imam. Dalam kondisi seperti ini makruh mengerjakan rawatib qabliyah dan disunnahkan mengerjakannya setelah shalat fardhu.
Bahkan, sebagian ulama berpendapat boleh menggabungkan rawatib ba’diyah dengan rawatib qabliyah dengan satu salam sebagaimana termaktub dalam kitab Tuhfah. Namun pendapat ini masih diperdebatkan karena perbedaan niat keduanya.
Dengan demikian, ada kesempatan bagi kita untuk tetap mengerjakan shalat sunnah qabliyah setelah shalat fardhu sebagaimana penjelasan di atas. Hal ini membuktikan begitu pentingnya shalat sunnah rawatib. Walaupun sebagian dari kita sering tidak mengerjakan sekalipun tersedia waktu yang cukup.
Bagaimana kalau sebaliknya, yakni mengerjakan shalat rawatib ba’diyah sebelum shalat fardhu?
Masih dalam kitab dan halaman yang sama, dijelaskan, tidak boleh mengerjakan shalat sunnah rawatib ba’diyah sebelum shalat fardhu sebab waktu shalat belum masuk. Demikian pula, apabila waktu shalat telah berakhir tidak disunnahkan untuk mengerjakan shalat sunnah rawatib.
Sebagai kesimpulan, shalat sunnah rawatib qabliyah dan ba’diyah sangat dianjurkan. Diantara faedahnya adalah sebagai penyempurna kekurangan shalat fardhu. Begitu pentingnya shalat rawatib ini sampai dianjurkan untuk mengerjakan shalat rawatib qabliyah setelah shalat fardhu apabila tidak ada kesempatan mengerjakannya sebelum shalat fardhu.