Dakwah
Dakwah

Ustad Wahabi dan Polemik di Arab Saudi dan Indonesia

Tentu seorang dai yang beraliran Wahabi tidak akan pernah sudi dianggap sebagai ustadz Wahabi. Mereka lebih memilih dinamakan kelompok salaf. Pengertian salaf merujuk pada pengertian salafusshalif yakni tiga generasi muslim awal : para sahabat, tabi’in, dan tabiutabiin.

Namun, dalam prakteknya mereka juga tidak mengikuti pada manhaj salaf dengan mengikuti ijma’ para ulama salaf dari berbagai madzhab fikih maupun aliran dalam teologi Islam. Mereka cenderung mengkultuskan pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Karenanya mereka menyebut diri juga dengan istilah muwahhidun atau kelompok yang ingin memurnikan tauhid.

Karena klaim Islam yang murni ini pada prakteknya mereka sangat sering menghamiki kelompok lain yang berbeda dengan pemikiran dan paham mereka. Bahkan dalam sejarah terjadi pembantaian besar-besar di jazirah Arab dan penghancuran situs berharga dari sejarah Islam.

Corak memurnikan ini yang menjadi persoalan yang dengan sepihak menuduh yang lain tidak murni. Jika rujukannya adalah kepada ulama salaf, tidak ada kericuhan besar penghakiman kafir terhadap sesama Islam dalam sejarah kecuali yang pernah dilontarkan oleh kelompok khawarij. Itulah sebenarnya sejarah pengkafiran sesama muslim pertama dalam sejarah salaf. Bahkan, mereka menganggap taklid kepada ulama salaf seperti para madzhab dianggap sebagai syirik.

Perbedaan pendapat madzhab dalam sejarah fikih tidak pernah menimbulkan pengkafiran dan penyesatan. Justru ulama salaf sangat menghargai perbedaan dalam berijtihad.

Dalam prakteknya, ustadz Wahabi memang kerap melanjutkan proyek pemurnian ini dengan penghakiman di tengah masyarakat. Membuat keresahan dengan mengatakan praktek Islam di tengah masyarakat tidak murni dan harus dibersihkan dari syirik, khurafat dan bid’ah. Goncangan fatwa ustadz Wahabi dengan klaim sunnah ini kerap berbenturan dengan tradisi masyarakat.

Di Arab Saudi, Putra Mahkota Arab Saudi, pangeran Mohammed bin Salman (MbS) telah melakukan banyak reformasi. Salah satu dari proyek reformasi itu adalah menghapus paham Wahabi sebagai satu-satunya mazhab di negara itu yang sebelumnya sudah melekat menjadi madzhab resmi sejak negara itu berdiri.

Tidak segan, MbS melakukan penangkapan dan pergantian terhadap ulama-ulama yang dianggap konservatif. Ia membatasi pengaruh ulama garis keras Wahabi dengan mengarah pandangan Islam yang moderat. Baginya, ulama-ulama garis keras itu tidak relevan dan hanya menimbulkan citra negatif. MbS bahkan mencabut berbagai aturan yang ketat salah satunya tentang hak serta kewajiban kaum perempuan.

Tentu saja Arab Saudi mulai berbenah dengan mengikis pengaruh Wahabi dalam kehidupan negara dan masyarakat Arab. Namun, di Indonesia ustadz Wahabi terus gencar menyasar kelompok muslim kota dan pedesaan untuk menyebarkan dakwah yang terkadang banyak meresahkan.

Kelompok Wahabi sering berlindung dari istilah kelompok salaf dan sunnah. Kadang menolak kehadiran kelompok ini seolah menolak sunnah. Berbagai trend kelompok sunnah masuk dari pedesaan hingga aparat pemerintahan. Pengajian tentang tauhid, akhlak dan fikih banyak digelar di perkantoran swasta dan pemerintahan.

Tidak sedikit ruang pemerintahan dan aparat yang sudah masuk dalam perangkap kelompok yang mengklaim assunah ini. Menyasar para aparat pemerintahan yang haus agama menjadi daya tarik tersendiri. Kelompok ini berhasil membobol benteng pemerintahan melalui majlis taklim di perkantoran.

Apakah berbahaya? Secara sepintas tentu tidak langsung dikatakan berbahaya. Mereka pada awalnya lebih tertarik pada pengajaran fikih ibadah dan akhlak. Namun, langkah selanjutnya adalah persoalan tradisi, kearifan lokal dan wawasan kebangsaan mulai digerus. Mempertentangkan antara tradisi dan warisan dengan ajaran agama akan menjadi langkah berikutnya. Bahkan praktek seremonial kenegaraan akan dianggap bagian dari praktek syirik.

Karena itulah, bukan hal yang dilarang menyampaikan dakwah dan khutbah Wahabi selama kelompok ini menghargai keragaman baik ijtihad, kearifan dan tradisi serta wawasan kebangsaan. Bagaimana pun dakwah yang bijak harus sesuai dengan kondisi masyarakat.

Contohlah cara dakwah Walisongo yang berhasil mengislamkan nusantara, bukan malah mengkafirkan masyarakat nusantara yang sudah Islam.

Bagikan Artikel ini:

About Farhah Salihah

Check Also

ramadan

Ramadan Berlalu, Perilaku Koq Masih Seperti Dulu

Hanya sebentar setelah berakhirnya bulan Ramadan, kita sering kali merasakan betapa cepatnya kita melupakan pelajaran …

madinah

Siapa yang Mengangkat Nabi Muhammad Menjadi Pemimpin di Madinah?

Persoalan kepemimpinan politik sejak dulu memang menjadi salah satu perhatian serius umat Islam. Tentu saja, …