Prof Irfan Idris

Waspadai Infiltrasi Ideologi Khilafah dan Radikalisme Berkedok Keagamaan

Temanggung – Masyarakat diingatkan untuk tetap waspada terhadap penyebaran ideologi khilafah yang berupaya menggantikan sistem negara Indonesia. Ditegaskan bahwa narasi khilafah bukan hanya utopia, tapi juga sumber derita dan konflik.

“Khilafah itu hanya cerita dan derita. Mereka ingin mendirikan negara agama, padahal Indonesia adalah negara bangsa, bukan negara agama. Kita hidup dalam masyarakat yang plural—keragaman inilah yang harus dijaga, bukan keseragaman yang dipaksakan,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof. Dr. Irfan Idris, MA.

Pernyataan itu disampaikan Prof Irfan pada “Dialog Kebangsaan Bersama Ormas Keagamaan, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat Dalam Rangka Meningkatkan Toleransi dan Moderasi Beragama” di Pendopo Kabupaten Temanggung, Kamis (7/8/2025).

Irfan mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok radikal, seperti eks HTI, kini menyusup ke ruang-ruang pendidikan seperti kampus dan pesantren dengan wajah dan nama yang berbeda. Hal ini membuat mereka semakin sulit dikenali oleh masyarakat awam.

“Mereka bergerak di bawah permukaan. Karena itu, peran tokoh agama, tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan menjadi sangat penting. Seluruh komponen bangsa harus bersatu agar masyarakat tidak mudah terhasut hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda perpecahan,” jelasnya.

Irfan juga menepis anggapan bahwa terorisme adalah rekayasa, dan menekankan bahwa terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang harus ditangani secara serius.

“Terorisme bukan rekayasa. Ini kejahatan serius yang membutuhkan penanganan serius pula—dengan strategi yang tepat, program yang komprehensif, dan pendekatan yang humanis,” katanya.

Tokoh agama, lanjut Irfan, memiliki peran strategis dalam menyuarakan nilai-nilai keagamaan yang universal dan penuh kedamaian.

“Pemahaman yang benar terhadap kitab suci sangat penting agar umat tidak terjebak pada ajaran-ajaran menyimpang yang dibalut simbol keagamaan namun bertujuan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.

BNPT, kata Irfan, menerapkan tiga strategi utama dalam pencegahan terorisme: kesiapsiagaan nasional, kontra-radikalisasi, dan deradikalisasi. Ketiganya diperkuat melalui pendekatan kontra narasi, kontra propaganda, dan kontra ideologi.

Ia juga membeberkan modus baru kelompok radikal yang menyalahgunakan kotak amal untuk pendanaan terorisme.

“Mereka memanfaatkan kedermawanan masyarakat Indonesia. Dengan dalih amal, mereka kumpulkan dana yang ternyata digunakan untuk mendanai aksi teror. Beberapa kasus ini sudah terbongkar di sejumlah provinsi,” ungkapnya.

Irfan menekankan bahwa upaya pencegahan tidak boleh berhenti pada forum diskusi atau dialog semata.

“Dialog ini bukan akhir. Justru harus menjadi awal dari gerakan bersama. Mari kita terus bersinergi menjaga Indonesia dari ancaman yang tidak kasat mata, seperti narkoba, korupsi, dan terorisme. Ini kejahatan luar biasa, dan tanggung jawab kita juga luar biasa,” pungkasnya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

084039400 1760199435 830 556

Pesan Habib Ja’far: Manfaatkan AI Sebagai Tools, Bukan Rujukan Utama Soal Persoalan Agama

JAKARTA — Perkembangan zaman tidak bisa dinapikan oleh masyarakat, termasuk perkembangan teknologi yang mempermudah keperluan, …

Bincang Jurnal

Perkuat Literasi dan Iman Untuk Bendung Penyebaran Radikalisme di Media Baru

Purwokerto — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan …