Indonesia memiliki potensi yang besar di bidang pariwisata. Negeri ini kaya oleh beragam tempat wisata; wisata budaya, wisata alam, wisata pendidikan, dan lain-lain. Pada hari-hari libur tempat wisata di Indonesia ramai dipadati pengunjung, baik lokal maupun mancanegara.
Bertamasya atau berwisata menjadi keinginan semua orang. Untuk menghilangkan penat bekerja, mendamaikan pikiran dan hati, dan tentu saja ada kesenangan luar biasa ketika berwisata. Apalagi bagi anak-anak, tamasya atau berwisata selalu menjadi harapan, kapan akan berwisata merupakan pertanyaan yang kerap terlontar dari mulut mereka.
Perjalanan wisata adalah perjalanan yang sangat menyenangkan. Namun bagi kita yang beragama Islam, tentu kesenangan tersebut tidak akan sampai melupakan kewajiban beribadah kepada Allah. Shalat adalah kewajiban utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan dan kondisi apapun, kecuali bagi mereka yang dilarang untuk melakukan shalat seperti wanita haid.
Saat melakukan perjalanan wisata shalat juga tidak boleh ditinggalkan. Namun begitu, hukum Islam memberikan keringanan kepada orang yang melakukan perjalanan dengan memperbolehkan shalat qashar.
Sebelumnya, perlu diketahui, qashar adalah meringkas jumlah rakaat shalat. Shalat dhuhur, ashar dan isya’ yang awalnya empat rakaat diringkas menjadi dua rakaat. Artinya, orang yang melakukan perjalanan mendapatkan rukhshah (keringanan) untuk mengqashar shalat.
Yang perlu diperjelas lebih dahulu adalah tamasya atau perjalanan wisata, apakah termasuk perjalanan yang membolehkan seseorang melakukan shalat qashar atau tidak? Salah satu syarat perjalanan yang bisa mengqashar shalat adalah perjalanan tersebut bukan perjalanan untuk melakukan kemaksiatan dan jarak tempuhnya minimal 120 KM.
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Ramli, dijelaskan, perjalanan tersebut bukan perjalanan untuk kemaksiatan, baik perjalanan karena melakukan kewajiban seperti menuntut ilmu, perjalanan yang makruh dan perjalanan yang mubah, seperti perjalanan untuk tujuan tamasya.
Dengan demikian, perjalanan untuk tamasya merupakan rukhshah sehingga membolehkan seseorang untuk melakukan shalat qashar dalam perjalanan tamasya tersebut. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Sementara menurut Imam Ahmad bin Hanbal, tidak boleh mengqashar shalat dalam perjalanan tamasya. Menurutnya, rukhshah diberikan dalam rangka memberikan keringanan dan kemanfaatan, sedangkan dalam perjalanan tamasya tidak ada maslahat atau manfaatnya. Tegasnya, hukumnya hanya mubah, bukan perjalanan yang memang diperintahkan, seperti perjalanan untuk menuntut ilm.
Namun ada sebagian pengikut Imam Ahmad bin Hanbal yang berpendapat bahwa perjalanan tamasya merupakan perjalanan mubah sehingga boleh mengqashar shalat. Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab al Mughni.
Sekarang tinggal pilihan kita, ikut yang membolehkan atau mengambil pendapat yang tidak membolehkan. Dua pendapat di atas merupakan pilihan, bukan untuk diperdebatkan. Namun yang lebih kuat adalah pendapat yang membolehkan mengqashar shalat dalam perjalanan tamasya karena merupakan pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang mu’tamad (bisa dipedomani). Selain itu, sekalipun perjalanan tamasya adalah perjalanan yang menyenangkan, tetapi tetap saja menimbulkan efek lelah dan capek. Maka, mengqashar shalat dipastikan memberikan kemaslahatan bagi mereka yang melakukan perjalanan tamasya atau perjalanan wisata.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah