Viral sebuah video yang mempelihatkan aksi massa mempersekusi dua Wanita yang diduga pemandu lagu di salah satu kafe di Kawasan Pasir Putih, Kambang, Sumatera Barat. Kedua wanita tersebut diarak massa, ditelanjangi dan diceburkan ke laut pada malam hari.
Kejadian bermula dari segerombolan massa yang berusaha merusak kafe yang dianggap menyediakan layanan karaoke dan pemandu lagi di bulan Ramadan. Dianggap menodai bulan suci Ramadan, massa menggeruduk kafe tersebut yang mendapati 2 wanita yang ternyata keterangan terakhir bukan pemandu lagu, tetapi hanya pengunjung.
Memang cukup jelas bagaimana 2 wanita itu sudah meminta ampun dan mengatakan tidak melakukan perbuatan yang melanggar apapun. Namun, massa sepertinya tidak menghiraukan klarifikasi dan rintihan 2 perempuan tersebut dan memilih mengarak, menceburkan ke laut dan menelanjanginya.
Mengapa masyarakat begitu mudah marah dan sudah melampaui batas nalar sehat dalam kasus tersebut dengan mengatasnamakan Ramadan? Mereka seolah tampil menjadi pembela agama dan Ramadan dengan slogan nahi munkar. Tapi kepicikan dan kedangkalan mereka justru menodai Ramadan dan merusak citra Islam sendiri.
Kejadian ini tentu menjadi pelajaran dan sebagai refleksi bagi kita bersama yang selalu mengatasnamakan membela kehormatan Ramadan tetapi dengan tindakan anarkis dan apalagi tercela dengan menelanjangi dan mempermalukan seorang perempuan. Bukan beradab, tetapi biadab! Tidak ada pembenaran agama atas perilaku biadab tersebut.
Karena itulah, dalam dakwah nahi munkar umat Islam harus mengedepankan ilmu bukan emosi. Harus mengedepankan perkataan baik, bukan memaki. Dan harus mengedepankan mengajak, bukan menginjak-nginjak harkat seseorang seperti dalam kasus tersebut.
Imam al-Ghazali menggariskan sejumlah syarat bagi siapapun yang ingin melaksanakan amr ma’rûf dan nahi munkar: (1). Berilmu, dengan ilmunya ia dapat mengetahui secara pasti hal-hal yang dilarang (munkar) dan hal-hal yang dianjurkan atau diwajibkan (ma’ruf); (2). Wara’, yaitu hidup secara benar dan berada dalam rel syariat, dan; (3). Memiliki etika yang baik (husn al-khuluq) dengan berkarakter lemah lembut dan welas-asih. Akhlak atau etika ini adalah pondasi amr ma’rûf dan nahi munkar yang paling dasar dan paling asasi.
Allah sudah memperingatkan kepada pelaku amar ma’ruf nahi munkar : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu,” [QS. Ali Imran: 159].
Umat Islam dengan dalih membela Ramadan dan Islam dengan tindakan nahi munkar dengan cara kekerasan dan kasar sesungguhnya sudah berusaha menjauhkan manusia dari Islam. Mereka tidak akan simpati terhadap Islam dan memilih menjauh dari Islam. Jika demikian, lalu di manakah esensi dakwah? Dakwah mengajak bukan membuat orang menjauhi Islam.
Pelajaran penting dari kasus tersebut adalah mereka hanya memuaskan nafsu bukan karena untuk agama, apalagi untuk Allah. Mereka tidak sadar yang dihadapi perempuan dan mereka laki-laki yang seolah gagah sedang melakukan nahi munkar. Dan mereka sejatinya orang paling lemah dalam agama yang lebih memilih dimakan nafsu dan amarah.