Masjid Al Noor Christchurch
Masjid Al Noor Christchurch

2 Tahun Lalu Diserang Teroris, Kini Masjid Al-Noor Tak Mampu Bayar Imam Masjid

Christchurch – Kabar kurang menggembirakan kembali datang dari Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru. Dua tahun lalu diserang teroris usai salat Jumat, kini Masjid Al-Noor dikabarkan tak mampu menggaji atau membayar imam masjidnya bernama Gamal Fouda.

Masalah keuangan ini terjadi akibat dampak pandemi Covid-19. Pasalnya dengan pembatasan orang asing ke Selandia Baru, jamaah masjid menjadi berkurang sehingga uang kotak amal pun yang biasanya didapat cukup besar dari jamaah orang asing, kini tidak ada lagi.

Kondisi ini kali pertama dalam 41 tahun dialami Masjid al-Noor. Alhasil, ke depannya, imam masjid akan diambil dari para pemimpin agama dengan status sukarela.

Presiden Asosiasi Muslim Canterbury Mohamed Jama mengatakan masjid tidak lagi mampu membayar gaji imam lebih dari 800 dolar AS per pekan karena dana masjid kosong. Dia percaya banyak jamaah kehilangan pekerjaan setelah karantina Covid-19 selama 2020.

Selain itu, sumbangan yang didapatkan sangat rendah tanpa pengunjung dari luar negeri. Jama mengaku sedih lantaran tidak bisa membayar Fouda karena memiliki banyak tanggung jawab dan ada keluarga yang harus ia nafkahi.

Upaya untuk mengisi dana masjid terus dilakukan. Namun, itu tidak membuahkan hasil sehingga orang yang bekerja di masjid tidak bisa dibayar.

“Kondisi sekarang sangat buruk. Semua orang tidak punya uang. Ini pertama kalinya kami tidak memiliki uang di rekening selama 41 tahun untuk membayar seorang imam,” kata Jama, dilansir Stuff, Kamis (19/8/2021).

Seperti halnya orang yang kehilangan pekerjaan, Fouda tengah berusaha mencari sumber pendapatan lain. “Saya masih imam, tapi sukarela,” ujar dia.

Menurut dia, beberapa tahun terakhir masjid sangat sibuk sehingga panitia gagal memperhatikan dana yang makin menipis.

“Masjid bergantung pada sumbangan orang. Mereka tidak memiliki pendapatan yang stabil,” ujarnya.

Fouda sedang dalam proses mendapatkan kembali pendaftaran mengajar yang berakhir setelah dia pindah dari Manawatu ke Christchurch untuk mengambil peran sebagai imam bayaran pada Maret 2016. Dia telah bekerja sebagai imam selama 21 tahun tapi tidak selalu penuh waktu.

Sebelumnya, Fouda merupakan seorang guru di sekolah dasar dan anak usia dini setelah memperoleh gelar pengajaran utama dari Universitas Otago pada 2009. Dia telah memperoleh sertifikasi halal untuk bekerja sebagai penasihat agama untuk sektor industri primer sementara dia menyelesaikan 12 pekan kualifikasi penyegaran yang diperlukan untuk pendaftaran guru.

Dia berharap mendapat lebih banyak peringatan sehingga dia bisa mulai mendapatkan kembali pendaftarannya lebih awal. Tidak jarang para imam menjadi sukarelawan di beberapa masjid. Selain menjadi imam, para relawan juga akan membantu dengan khutbah seperti yang dilakukan oleh Imam Pusat Islam Linwood Abdul Lateef yang tidak dibayar.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ponpes salafiyah syafiyah sukorejo 1 169

Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Raih Penghargaan Pesantren Transformatif 2025

Jakarta — Suasana hangat dan penuh apresiasi mewarnai malam penganugerahan Pesantren Award 2025 yang digelar di …

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Ahmad Tholabi Kharlie

Hari Santri 2025: Santri di Era Digital, Menjaga Adab di Tengah Arus Teknologi

Jakarta — Setiap 22 Oktober, gema Hari Santri selalu mengingatkan bangsa Indonesia pada satu hal: …