islamofobia
islamofobia

Islamofobia Harus Dilawan, Tapi Juga Harus Dijadikan Sarana Introspeksi Diri

Jakarta – Islamofobia tengah meningkat, terutama di Eropa. Kondisi ini membuat umat Muslim berada dalam posisi yang tidak mengenakkan, terutama untuk menjalankan ibadah dan kewajiban lainnya sebagai seorang Muslim.

Hal itu tidak boleh didiamkan, tapi harus dilawan. Keadaan itu juga harus dijadikan sarana bagi umat Islam untuk melakukan instrospeksi diri.

“Cara pandang yang selalu mengeneralisasi dan negatif ini harus kita lawan. Namun di saat yang sama umat juga perlu introspeksi,” kata Wakil Presiden (Wapres) KH. Ma’ruf Amin saat menyampaikan pidato kunci pada Dies Natalis ke-17 FISIP Universitas Brawijaya Malang secara daring dikutip dari Antara, Selasa (10/11/2020).

Wapres menyebutkan, peningkatan tren Islamofobia ditunjukkan dengan serangan dan pelecehan terhadap muslim di Amerika Serikat dan Eropa yang terus bertambah setiap tahunnya.

Pelecehan terhadap orang Islam di AS pada 2016, kata dia, meningkat 36 persen jika dibandingkan tahun 2001. Pengalaman yang sama juga terjadi di Eropa, pada tahun 2017, rata-rata 1 dari 3 muslim yang disurvei mengalami diskriminasi dan prasangka buruk (prejudice). Terakhir, peristiwa di Prancis beberapa waktu lalu yang mendiskreditkan dan melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia karena memposisikan Islam sebagai agama teroris.

“Jika diteliti lebih dalam, sumber utama dari kebencian terhadap Islam adalah ketidaktahuan atau ketidakpahaman terhadap apa Islam itu,” ucapnya.

Sementara itu, ungkap Wapres, persepsi negatif terhadap Islam juga terus berkembang karena berbagai konflik banyak terjadi di negara Islam, khususnya Timur Tengah. Ia menyebut konflik yang melibatkan negara-negara Islam di dunia meningkat hingga 60 persen.

Merujuk pada hasil penelitian PEW Research Tahun 2017, Ma’ruf mengatakan lebih dari 41 persen warga AS menganggap Islam berkaitan erat dengan tindak terorisme dan kekerasan, lebih dari 44 persen melihat Islam dan demokrasi tidak berjalan bersama, serta hampir 50 persen warga negeri Paman Sam menilai sebagian Muslim dunia anti-Amerika.

“Di Eropa, persepsi terhadap Islam juga tidak jauh berbeda. Dari hasil survei di 10 negara Eropa tercatat lebih dari 50 persen warga Eropa memandang Islam secara negatif,” katanya.

Selain itu, pusat-pusat pendidikan berbasis Islam juga mendapat stigma negatif karena dianggap sebagai tempat pembibitan ideologi ekstrem dan radikal.

“Generalisasi terhadap peran negatif madrasah diperoleh hanya karena orang Barat melihat bahwa beberapa pelaku teroris merupakan alumni madrasah,” katanya.

Berkaca dari berbagai tantangan itu, Wapres mengungkapkan  Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu ajaran Islam yang rahmatan lil aalamin.

“Islam yang wasathiyah dan tentu Islam yang ahlusunnah wal jama’ah, dan dalam hal ini pesantren harus mampu mengambil peran yang signifikan,” pungkas Wapres.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Mensos di Pontianak

Ketika Doa Menyatukan Hati: Gus Ipul Temukan Makna Toleransi di Sekolah Rakyat Pontianak

Pontianak — Di tengah riuh suara anak-anak yang sedang makan siang, suasana hening seketika menyelimuti …

KH M Hilmi Assidiqi

Jihad Kebangsaan Santri: Bangun Bangsa Sesuai Kemampuan untuk Wujudkan Cita-cita Luhur Berdasarkan Pancasila

Jakarta — Perjuangan santri tidak hanya berkutat pada spiritualitas, tetapi juga pada semangat kebangsaan. Ranah …