wali nikah
wali nikah

Perempuan Muallaf: Siapkah Wali Nikahnya?

Muallaf adalah sebutan untuk orang yang baru mendapatkan hidayah dari Allah. Mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak itu ia resmi menjadi penganut agama Islam. Sesuai judul, bila yang mendapat hidayah tersebut adalah seorang perempuan, sementara kedua orang tua dan semua keluarganya masih setia dengan agama lamanya, lalu ketika menikah siapa walinya?

Sebelumnya, perlu tahu dulu definisinya dan siapa saja yang bisa menjadi wali nikah. Musthafa al Khin dan Musthafa al Bugha menulis dalam kitab mereka berdua, Al Fiqh al Manhaji ‘ala Madhab al Imam al Syafi’i. Dalam bahasa Arab wilayah (perwalian) memiliki makna cinta atau pertolongan. Adapun secara syariat, perwalian adalah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaannya.

Sementara untuk persyaratan wali nikah, seperti diterangkan oleh Abu Syuja’ dalam Taqribnya, ada enam syarat yang harus terpenuhi. Yaitu, Islam, baligh, berakal, merdeka laki-laki dan adil.

Siapa saja yang bisa menjadi wali nikah? Dalam kitab yang sama Abu Syuja’ menjelaskan, yang paling utama untuk menjadi wali nikah adalah ayah kandung, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung (seayah seibu), saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki kandung (ponakan), anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, paman dari jalur ayah, dan anak laki-laki paman dari jalur ayah. Ini berlaku berurutan.

Lalu, bagaimana bila seorang perempuan muallaf akan menikah sementara semua walinya masih non Islam?.

Imam Abu al Husein al Syafi’i tegas mengatakan dalam kitabnya al Bayan, mengutip perkataan Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa wali perempuan non muslim adalah non muslim, muslim tidak bisa menjadi wali bagi perempuan non muslim kecuali budak perempuannya. Tegas kata, ayah non Islam tidak bisa menjadi wali bagi anak perempuannya yang muallaf. Bila diantara urutan wali seperti telah disebutkan di atas ada yang beragama Islam, maka boleh menjadi wali dan mengawinkannya.

Sama persis dengan pendapat ini apa yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’Syarh al Muhaddzab. Sebagai dasar pendapatnya, beliau mengutip hadis Nabi yang mengisahkan Ummu Habibah putri Abu Sufyan yang baru memeluk Islam. Sementara Abu Sufyan wakti itu belum memeluk Islam. Maka ketika Ummu Habibah hendak menikah, Nabi mewakilkan perwaliannya kepada Amr bin Umayyah al Dhamiri untuk dinikahkan dengan Khalid bin Sa’id bin al ‘Ash.

Telah jelas kalau begitu, bahwa perempuan muallaf ketika akan menikah memakai wali hakim. Namun apabila ada diantara keluarganya laki-laki yang beragama Islam, dan masuk dalam urutan wali di atas, maka yang menjadi wali adalah keluarga yang muslim tersebut.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

kopi sufi

Kopi dan Spiritualitas Para Sufi

Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua? Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. …

doa bulan rajab

Meluruskan Tuduhan Palsu Hadits-hadits Keutamaan Bulan Rajab

Tahun Baru Masehi, 1 Januari 2025, bertepatan dengan tanggal 1 bulan Rajab 1446 H. Momen …