wanita karir
wanita karir

Perempuan (Dilarang) Berkarir dalam Islam

Perempuan selalu menjadi perbincangan hangat di semua kalangan, salah satunya isu terkait karir perempuan dan kodratnya. Banyak yang mengatakan bahwa perempuan lebih baik di rumah saja, tak harus bekerja dan berkarir. Hal tersebut berdasarkan rujukan Q.S An-nisa: 34 maupun Q.S Al-Ahzab: 33. Namun, apakah hal demikian benar ?

Agar penafsiran kata pemimpin dalam Q.S An-nisa: 34 ini tidak keliru, saya ingin sedikit menjelaskan tentang kepemimpinan menurut para mufassir. Menurut Quraish Shibah kata ar-rijal adalah bentuk jama’ dari kata rajul yang bisa diterjemahkan lelaki bisa juga diartikan para suami, walaupun al-Qur’an tidak selalu menggunakannya dala arti tersebut. Banyak ulama yang memahami kata ar-rijal dengan makna suami.

Kata qawwamun terkadang diartikan sebagai pemimpin, tetapi hal itu belum sepenuhnya benar. Kata qawwamun adalah bentuk jama’ dari kata qawwam, yang terambil dari kata qama. Kata ini berkaitan dengannya. Perintah shalat misalnya juga menggunakan akar kata itu. Perintah tersebut dalam ayat ini bukan berarti mendirikan shalat, tetapi melaksanakannya dengan sempurna, memenuhi segala syarat, rukun, dan sunnah-sunnah_Nya.

Seseorang yang melaksanakan tugas atau apa yang diharapkan darinya dinamai qaim. Kalau dia melaksanakan tugas itu sesempurna mungkin, berkesinambungan, dan berulang-ulang, dia dinamai qawwamun sejalan dengan makna kata ar-rijal yang berarti banyak lelaki atau suami. Ayat ini meminta para suami agar menjadi pemimpin dalam rumah tangganya.

Berkaitan  dari aspek kenegaraan, termasuk didalamnya kepemimpinan, penafsiran al-Qur’an yang timpang dalam menafsirkan kepemimpinan menimbulkan konsep dan pandangan social tradisional masyarakat akan hal tersebut bahwa kaum laki-laki lebih diunggulkan daripada perempuan. Diruang publik, terutama dalam politik, perempuan seringkali mengalami diskriminasi rung lingkup bergerak, mereka terlalu dibatasi dan terkekang dalam ruang domestik dengan berbagai tugas tradisionalnya.

Para pengekang hak perempuan menjadikan Q.S Al-Ahzab: 33 sebagai rujukan, karena Allah memerintahkan perempuan untuk tetap tinggal dirumah, tidak boleh keluar rumah kecuali bila ada keperluan mendesak. Menurut Quraish Shibah dalam bukunya “Perempuan”, pendapat ini tidak tepat. Kalaulah ayat ini kita pahami ditujukan kepada semua perempuan bukan terbatas kepada istri-istri Nabi saw, sebagaimana dipahami oleh sebagian ulama itu sama sekali bukan berarti larangan terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan, termasuk kegiatan politik.

Perempuan seringkali didiskriminasi dengan alasan perempuan itu lemah. Misalnya, perempuan mengalami menstruasi, nifas, mengandung, melahirkan dan menyusui. Perempuan memang mengalami hal tersebut, tapi tidak sepanjang tahun. Dan jika hal tersebut menghalangi aktivitas mereka, maka jangan jadikan ini sebagai alasan untuk mencabut hak mereka berkarir di ruang domestik.

Merujuk pada Q.S At-taubah: 71 yang berarti “Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah auliya’ bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf, mencegah yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul_Nya. Mereka itu akan dirahmati Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.”

Pengertian kata auliya’ disini mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan, sedangkan pengertian menyuruh yang makruf mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan hidup, termasuk memberi nasihat atau kritik kepada penguasa. Dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakatnya agar masing-masing mampu melihat dan memberi saran atau nasihat dan kritik dalam berbagai bidang kehidupan.

Islam tidak melarang perempuan berkarir selagi ia tidak meninggalkan qodratnya. Yang menjadi persoalan besar dan dampak negatif dari perempuan karir adalah bersumber dari bagaimana ia dapat membagi waktunya baik sebagai anak, istri maupun ibu serta mampukah ia memenuhi hak-hak suami dan anak-anaknya. Karena dalam ajaran Islam, apapun peranan yang ia pegang, tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga tidak boleh ditinggalkan. Jikalau semua kekhawatiran tersebut dapat diatasi, maka keberadaan perempuan karir justru malah dapat membantu memperkokoh perekonomian keluarga. Dan sebaiknya perempuan diberikan keluasan dan kelonggaran untuk bekerja dan berkarir. Sehingga suami istri menjadi mitra kerja yang baik dalam tim keluarga.

Bagikan Artikel ini:

About Raudatul Jannah

Mahasiswi IAI An-Nadwah Kuala Tungkal, Jambi