memasak

Memasak, It’s not My Passion: Apakah Memasak Kewajiban Istri ?

Beberapa waktu yang lalu sempat viral di media sosial ungkapan : it’s not my passion. Ungkapan ini pernah diucapkan oleh selebriti, Chelsea Islan, menanggapi pertanyaan dari Nikita Willy mengenai memasak. Islan mengatakan dirinya memang bisa masak, tetapi bukan hobi atau gairahnya.

Perbincangan ini menjadi sorotan publik dan muncul banyak parodi yang lucu-lucu. Beberapa content creator membuat adegan istri yang tidak mau memasak karena dianggap bukan hobbynya. Bahkan, tidak hanya memasak, ada pula parodi yang memperlihatkan istri yang tidak mau mengurusi pekerjaan rumah tangga karena bukan passion.

Perbincangan ringan ini membuka perbincangan yang lebih serius terkait hak dan kewajiban rumah tangga. Apakah memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan sebagainya adalah tugas istri atau tidak? Bagaimana Islam memandang relasi tanggungjawab ini?

Sudah menjadi tradisi di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia, khususnya dalam adab ketimuran bahwa istri mengurusi tanggungjawab rumah, sementara suami mengurusi hal di luar rumah seperti mencari nafkah. Namun, tradisi ini mulai bergeser karena banyaknya wanita (istri) yang juga bekerja di luar rumah. Dalam beberapa kasus tertentu, istri dan suami sama-sama bekerja.

Dalam Islam, tidak ada pernyataan eksplisit tentang kewajiban seperti memasak, mencuci dan membereskan rumah sebagai kewajiban istri. Tidak ada satu pun dalil yang mengabsahkan kewajiban tersebut. Islam hanya memberikan panduan yang umum tentang kewajiban dan hak suami dan istri. Artinya, pada prakteknya, relasi hubungan itu disesuaikan dengan kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku.

Islam menegaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita karena kewajibannya dalam memberikan nafkah kepada istri (An-Nisa’ 34). Posisi ini menegaskan kewajiban suami untuk memastikan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Termasuk dalam hal ini menyediakan makanan untuk seluruh keluarganya.

Dalam banyak tradisi, istri mengambil peran “membantu” suami untuk memenuhi kewajibannya dengan memasak. Memasak sejatinya bukan kewajiban istri, tetapi relasi saling membantu antara suami dan istri dalam memenuhi tanggungjawab tersedianya makanan. Peran memasak dengan demikian, merupakan kesepakatan dan tradisi karena suami harus bekerja di luar sementara istri membantu menyiapkan makanan, baik memasak, membeli atau menggunakan asisten rumah tangga.

Relasi saling membantu ini yang ditunjukkan oleh Nabi. Dalam suatu Riwayat dari Aisyah, Nabi biasa membantu pekerjaan rumah tangga, dan jika tiba waktu shalat beliau keluar menunaikan shalat. Sampai poin ini sebenarnya, tidak ada istilah istri wajib masak, mencuci dan sebagainya. Dan tidak ada status haram bagi suami untuk membantu pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak dan mencuci.

Kewajiban paling hakiki dari seorang istri adalah menjadi pendamping yang baik dalam mengarungi rumah tangga. Menjadi penenang yang selalu memberikan ketentraman (Ar-Rum : 21). Istri menjadi penyejuk ketika suami lelah dan penat akibat memenuhi tanggungjawabnya dalam mencari nafkah. Istri menjadi peneduh.

Kewajiban yang sangat hakiki selanjutnya adalah menjaga kehormatan dan taat kepada suami dalam batas tidak melanggar syariat. Inilah kewajiban yang fundamental yang tidak bisa didebatkan.

Bagaimana mewujudkan peran dan kewajiban istri tersebut. Nabi pernah bersabda : “Setiap orang adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist ini sekali lagi bukan sebagai justifikasi kewajiban istri untuk memasak, mencuci dan sebagainya. Hadist ini berbicara tentang kepemimpinan istri di rumah dalam menjaga kehormatan rumah tangga agar tidak menimbulkan fitnah. Istri menjadi pemimpin yang mengelola internal rumah tangga dan suami bertugas di luar rumah.

Dalam surat An-Nisa misalnya ditegaskan bahwa wanita yang taat adalah selalu menjaga diri ketika suaminya tidak ada. Kepemimpinan itu dikaitkan dengan persoalan menjaga kehormatan dan menjaga ketaatan dan Amanah rumah tangga.

Intinya, relasi suami dan istri merupakan pemenuhan kewajiban dan hak yang paling pokok seperti pemenuhan nafkah, amanah, ketaatan, dan menjaga kehormatan. Sementara relasi praktek pemenuhan kebutuhan rumah tangga sangat tergantung pada kesepakatan antar semua dan istri dan tradisi yang berlaku.

Tidak ada salahnya istri memasak, mencuci dan mengurusi keperluan rumah sebagai keikhlasan meringankan beban suami. Bukan berarti ketika memasak bukan kewajiban, istri tidak sedikitpun menyentuh pekerjaan rumah tangga dengan alasan bukan kewajiban. Kenyamanan rumah adalah bagian dari tugas istri yang harus dikerjasamakan dengan suami. Dan tentu saja bukan aib bagi seorang suami untuk membantu pekerjaan rumah tangga walaupun dia menjadi pemimpin dalam pemenuhan nafkah.

Bagikan Artikel ini:

About Farhan

Check Also

tionghoa dan islamisasi nusantara-by AI

Jejak yang Terlupakan: Etnis Tionghoa dalam Islamisasi Nusantara

Seberapa sering kita mendengar nama-nama besar dalam sejarah Islam di Nusantara? Seberapa banyak kita mengingat …

kubah masjid berlafaskan allah 200826174728 473

Segala Sesuatu Milik Allah : Jangan Campuradukkan Pemikiran Teologis dengan Etika Sosial

Segala sesuatu yang di alam semesta adalah milik Allah. Dialah Pencipta dan Raja segala raja …