Polisi berjaga setelah terjadi serangan di sebuah gereja di Nice
Polisi berjaga setelah terjadi serangan di sebuah gereja di Nice

Ada Pergeseran Antara Pemerintah Eropa Mengenai Masalah Islam Pasca Serangan Prancis dan Austria

Jakarta – Ada pergeseran di antara pemerintah Eropa mengenai masalah Islam, pasca serangan di Prancis dan Austria. Sejumlah pakar mengatakan Eropa saat ini bergerak ke arah kanan.

Binoy Kampmark, dosen senior dari RMIT University di Melbourne mencontohkan sikap yang diambil Presiden Prancis, Emanuel Macron. Menurut Kampmark, Macron kembali ke gagasan melihat Islam sebagai agama yang berada dalam krisis hari ini di seluruh dunia, sebuah poin yang pertama kali dia buat pada tahun 2016, dua minggu sebelum serangan truk di Nice.

“Model Macron untuk mengatasi putaran serangan saat ini adalah dengan fokus pada memerangi ‘separatisme Islam’, yang menargetkan para imam yang dilatih asing dari menuju masjid Prancis dan melarang sekolah di rumah untuk semua anak berusia tiga tahun ke atas,” ucapnya seperti dilansir Sputnik, Kamis (3/12/2020).

Menurutnya, Macron menginginkan Islam di Prancis yang dapat sejalan dengan Pencerahan. Ini adalah pandangan yang mendapatkan dukungan di Eropa.

Pada 2 Oktober, Macron mengkritik pengaruh asing dalam komunitas Muslim Prancis dan meluncurkan strateginya untuk melawan radikalisasi. Dia meningkatkan serangannya terhadap “Islamisme radikal” setelah seorang guru di Paris, Samuel Paty dipenggal oleh seorang remaja Chechnya karena menunjukkan kepada murid-muridnya kartun Nabi Muhammad.

Negara-negara yang mayoritas Muslim tersinggung dengan retorika Macron dan bergerak serta menyerukan boikot barang-barang Prancis. “Ketegangan hanya akan diperburuk tetapi tidak lebih dari yang telah terlihat,” ungkap Kampmark.

“Akan ada retorika yang sangat memabukkan dan penuh kekerasan tetapi tidak ada yang perlu mempengaruhi hubungan antara negara-negara Uni Eropa dan negara-negara Islam sebagaimana mereka berdiri. Tidak mungkin ada peningkatan dalam hubungan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya”, katanya.

Ali Rizk, seorang analis politik yang mengkhususkan diri dalam urusan Timur Tengah mengatakan negara-negara Eropa akan terus menderita dari ekstremisme Islam. Pasalnya banyak warga dari negara-negara ini menuju ke Suriah untuk berperang dengan ISIS sebelum kembali ke negara mereka dan beberapa diantaranya akan segera dibebaskan dari penjara.

Sementara itu, James O’Neill, seorang pengacara dan analis geopolitik yang berbasis di Australia meyebut akar masalah berasal dari kebijakan yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya di Eropa selama hampir dua dekade. “Umat Muslim biasa juga menjadi mangsa elemen radikal setelah invasi NATO yang menciptakan tanah subur bagi kemunculan pasukan Islam,” katanya mengutip Perang Afghanistan selama 19 tahun dan operasi pimpinan AS di Irak, Suriah dan Libya.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

daging dan sosis babi

Babi Dinilai Bergizi, Tapi Tetap Haram: Mengapa Islam Melarang yang Tampak Baik?

Baru-baru ini, sebuah penelitian internasional yang dikutip oleh Food.detik.com, mengungkap daftar 100 makanan paling bergizi …

Prof Yudian Wahyudi

Gerakan Kebajikan Pancasila, Amal Jariyah untuk Persatuan Bangsa

Ambon — Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi menegaskan bahwa gerakan Relawan …