al harrah
al harrah

Al Harrah; Tragedi Pemerkosaan dan Pembunuhan Massal Masa Khalifah Yazid bin Mu’awiyah

Peristiwa tragis tragedi kemanusiaan pernah terjadi pada masa Khalifah Yazid bin Mu’awiyah. Penduduk Madinah tidak mau berbai’at mengakui Yazid sebagai Khalifah. Hal ini terjadi karena Yazid dipandang tidak taat agama dan kerap kali melakukan pelanggaran terhadap perintah syariat Islam.

Di antara penduduk Madinah yang enggan berbai’at adalah Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad, Abdullah bin Zubair bin Awwam, cucu Abu Bakar dan Abdullah bin Umar, putra Khalifah Umar bin Khattab.

Yazid mengambil langkah militer untuk memaksa mereka dan penduduk Madinah yang lain supaya mengakui dirinya sebagai Khalifah. Yazid mengirim 27.000 pasukan ke Madinah di pimpin oleh Muslim bin Uqbah. Mereka mendirikan kemah di timur Madinah, tepatnya di Harrah. Sehingga tragedi pembunuhan dan pemerkosaan massal di Madinah tersebut kemudian dikenal dengan “Tragedi Harrah”.

Penduduk Madinah mencoba menghalangi laju gerak pasukan Yazid dengan membuat parit mengelilingi Madinah, namun tetap saja usaha mereka sia-sia. Pasukan Muslim bin Uqbah dengan mudah melintasi parit-parit tersebut dan masuk ke Kota Madinah tanpa perlawanan yang berarti.

Pembunuhan Massal terjadi, tanpa ampun pasukan Yazid melakukan pembantaian keji. Diantara korbannya adalah 700 hafidz Qur’an dan 80 orang sahabat Nabi. Veteran perang Badar tak luput dari pembantaian keji Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

Ada hal lain yang lebih mengerikan dari pembantaian itu. Setelah menguasi Madinah, tentara Yazid yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah tidak langsung pulang, namun masih tinggal di Madinah selama tiga hari.

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya mencatat, selama tiga hari itu pasukan Yazid melakukan tindakan yang begitu mengerikan. Muslim bin Uqbah membuat pernyataan “Istibah”, yakni penghalalan terhadap Madinah.

Ada tiga poin dalam Istibah tersebut; halal melakukan pembunuhan massal terhadap penduduk Madinah, halal mengambil paksa harta benda penduduk Madinah dengan alasan harta rampasan perang, dan halal memperkosa para muslimah kita Madinah.

Peristiwa keji ini dibenarkan oleh Ibnu Katsir dalam Bidayah wa al Nihayah. Lebih detail Ibnu Hisyam menjelaskan dalam ‘Umdatu al Qari, pasukan Muslim bin ‘Uqbah tidak hanya melakukan pembantaian massal, namun lebih kejam dari itu mereka mengeluarkan bayi dari janin ibunya, membunuh bayi, penyiksaan, pemerkosaan dan hal keji yang lain.

Ingat, 27.000 pasukan yang melakukan hal keji tersebut. Sehingga tragedi ini disebut sebagai pemerkosaan massal pertama kali dalam sejarah Islam. Mengerikan memang, pemerkosaan itu tidak pandang bulu; wanita yang sudah menikah, perawan, bahkan anak-anak. Bahkan, diantara korban perkosaan massal tersebut adalah istri-istri sahabat Nabi dan para tabi’in.

Pasca tragedi itu, ribuan muslimah Madinah melahirkan anak tanpa diketahui siapa ayahnya karena mereka hamil akibat perkosaan itu. Anak-anak malang tersebut kemudian masyhur dengan sebutan Bani Harrah atau Awlad al Harrah.

Suatu kekejaman dan tindakan biadab yang tidak layak dilakukan oleh penganut Islam. Tapi, itulah kenyataannya. 27. 000 pasukan di bawah perintah Khalifah Yazid melakukan kekejaman dan kebengisan sangat mengerikan.

Karenanya, tidak ada jaminan suatu sistem pemerintahan atas nama “khilafah” menjamin kedamaian, keamanan dan ketentraman. Sistem apapun, selama mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dan memberikan jaminan ketenangan dan kedamaian layak untuk dipakai.

Mari kita membuka ruang kesadaran bahwa Indonesia dengan sistem demokrasi dan Pancasila sebagai dasar bernegara telah mencerminkan negara ala Negara Madinah dulu dengan Piagam Madinahnya. Tak perlu memaksakan sistem khilafah. Sebab, kalau sistem khilafah dipaksakan apalagi di bawah kepentingan politik tertentu, bukan tidak mungkin “Tragedi Harrah” akan berulang di Indonesia.

 

 

 

 

Bagikan Artikel ini:

About Nurfati Maulida

Check Also

darah haid

Darah Haid Tuntas Tapi Belum Mandi Besar, Bolehkah Berpuasa?

Perempuan haid dilarang berpuasa. Tapi, larangan ini tidak bermakna diskriminasi Islam terhadap perempuan. Puasa ramadhan …

buah takwa

Bentuk Bahagia Menyambut Ramadan

Dalam kitab Durrotun Nashihin, ada yang yang berbunyi: “Siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, …