mengidolakan pemain bola
mengidolakan pemain bola

Awas Mengidolakan Pemain Bola Haram? Ini Penjelasannya

Setiap orang pastinya memiliki sosok yang diidolakan. Entah itu orang tua, tokoh atau bahkan artis. Banyak hal yang menjadi alasan mengapa manusia mengagumi sosok manusia lainnya, entah dari segi keindahan wajah yang mereka miliki, kepintaran, kepribadian maupun skill yang mereka miliki.

Di zaman lintas batas terirori saat ini, mengidolakan seseorang biasanya seseorang tidak memperhitungkan tentang keyakinan atau agama apa yang ia peluk, karena fokus kita hanya kepada kelebihan yang dimiliki secara fisik maupun kemampuan yang mereka miliki saja. Kekagumannya pun lebih pada kesukaan dan apresiasi atas bakat dan talenta yang dimiliki.

Saat ini banyak generasi muda menemukan fans dan idola di berbagai bidang kehidupan. Ada kalanya mengidolakan penyanyi, atlet olahraga hingga tokoh politik. Tentu saja fans dan idola adalah ekspresi manusiawi kesukaan orang terhadap apa yang dia sukai. Misalnya, mempunyai idola pemain bola yang sangat bagus permainannya.

Tentu hal berlebihan termasuk dalam mengidolakan sesuatu adalah perbuatan terlarang. Bahkan berlebihan dalam beragama pun dilarang, apalagi berlebihan dalam menyukai sesuatu. Rasulullah telah berpesan :

Dari Abu Hurairah secara marfu’: “Cintailah orang yang kau cinta  dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi).

Namun, baru-baru ini mendadak viral ceramah seorang ustadz yang melarang umat Islam mengidolakan pemain bola. Ustaz Yazid bin Abdul Qadir Jawas alias Ustaz Yazid Jawas dalam isi ceramahnya menegaskan mengidolakan pemain bola adalah hal yang terlarang bagi orang beriman.

Narasi-narasi provokatif ini memang kerap dipakai oleh kelompok salafi wahabi ini dan mengguncang masyarakat. Mereka banyak menggunakan dalil yang dibumbui dengan doktrin agama lalu membongkar kebiasaan masyarakat. Seperti mengagumi pesepak bola dilarang karena, mereka sebagian besar bukanlah orang Islam, dengan mengagumi mereka dinilai akan mampu menggerus nilai-nilai keislaman yang ada pada diri seseorang.

Anda fans MU, Madrid, Barca atau mengidolakan Messi, Ronaldo dan lainnya akan sangat terganggu atau bisa juga ternasehati dengan ceramah di atas. Namun, apakah benar kita sangat dilarang mengidolakan pemain bola karena akan menggangu keimanan kita?

Sebenarnya persoalan ini berangkat dari kurangnya secara utuh memahami atau mempelajari hadist. Misalnya dalam hadist Rasulullah bersabda, “Seseorang bersama yang ia cintai dan engkau bersama orang yang kau cintai,” (HR at-Tirmidzi No.2307). Hadist inilah yang kerap dijadikan justifikasi untuk larangan mengidolakan seseorang yang berbeda agama atau dalam kasus yang remeh seperti idola pada artis dan atlet olahraga.

Apabila kita tilik, hadist tersebut menceritakan seorang Badui Arab mendatangi Rasulullah. Orang itu menanyakan tentang kapan terjadinya kiamat. Rasulullahpun menjawab bahwa kiamat itu rahasia Allah. Manusia hanya perlu persiapan, yakni amal dan mencintai Rasulullah karena beliau akan mendapat keberuntungan di akhirat. Manusia akan  dikumpulkan dengan orang yang dicintainya ketika nanti di akhirat.

Dalam konteks ini, hadist itu berbicara dalam bidang keyakinan. Persiapan bekal iman adalah mencintai Rasulullah sehingga akan dikumpulkan di akhirat dengan yang dicintai. Berbeda tentu saja dengan kecintaan hal yang tidak menyentuh keyakinan dan hal lahiriyah semata. Banyak sekali tentu yang diidolakan yang tidak menyentuh tataran keimanan dan keyakinan.

Kita akan lihat padanan hukum mengidolakan dengan mencoba mendekatkan hukum dari para ulama dalam menggali kandungan al-Quran. Secara tegas memang tidak ada larangan dan kebolehan dalam mengidolakan seseorang. Namun, al-Quran misalnya menjelaskan tentang bermuamalah dengan menjadikan yang berbeda agama sebagai teman.

Dalam QS Ali Imran 3:28 Allah berfirman: Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).

Kerap pula ayat ini beserta ayat-ayat lain yang melarang bersekutu dengan non muslim seperti larangan dalam bersekutu dengan orang kafir dapat dilihat juga pada QS Ali Imron 3:118; Al-Mujadalah :22; Al-Mumtahanan :1; At-Taubah :71 dijadikan dalil untuk menjauhi, tidak berteman atau tidak mengidolakan.

Dalam hal ini Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Ar-Razi (Mafatih Al-Ghaib) mengklasifikasi dengan cukup cerdas dalam tiga hal. Pertama jelas jatuh dalam kekufuran jika pertemenan dan mengidolakan atas dasar kerelaan dan membenarkan kekufurannya. Kedua, pergaulan dan menyukai sebatas lahiriyah semata. Dalam konteks ini tidak ada larangan. Ketiga, tidak pada taraf membenarkan, tetapi ada kecondongan menolong karena kekufurannya. Dalam hal ini hukumnya dilarang, tetapi tidak pada batas keluar dari Islam atau kufur.

Dengan melihat hal di atas sesungguhnya mengidolakan pemain bola dalam aspek kesukaan terhadap permainannya dan tidak cinta buta dengan apa yang seluruh kehidupannya disukai dan dibenarkan tentu boleh-boleh saja. Tidak sampai dihukumi dilarang atau keluar dari Islam. Menyukai dan mengidolakan dalam konteks di luar keimanan sah dilakukan.

Tentu, bagaimana idola utama dalam agama dan bekal akhirat adalah mencintai Rasulullah. Mengidolakan selain rasulullah dalam konteks keduniawian seperti orang yang cerdas, intelektual, teguh pendirian dan ulet bisa menjadi kebaikan dengan mengambil hal yang baik. Keburukan yang dilakukan idola tentu harus dianggap sebagai keburukan dan dosa untuk ditiru dan dilakukan.

Sekali lagi, hati adalah kecondongan yang bergerak sesuai dengan kehendak Allah. Menyukai sesuatu adalah manusiawi dan kita harus terus berdoa agar kecondongan hati kita selalu kepada Allah dan Rasulullah dalam segala aspek kehidupan kita. Namun, sikap itu pun tidak menutup kita menjadi sangat tertutup untuk tidak menyukai hal yang menggerakkan hati dalam batas yang wajar.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Imam Santoso

Check Also

nabi musa

Testament : The Story of Moses di Netflix, Bagaimana Nabi Musa Versi Al-Quran?

Film tentang Nabi Musa di Netflix cukup mendapatkan respon positif dari permisa. Film berjudul Testament …

hakikat zakat fitrah

Hakikat Zakat Fitrah : Laku Spiritual dan Solusi Sosial

Selain berpuasa sebagai bentuk ibadah, Ramadan juga menjadi momen bagi umat Islam untuk meningkatkan kedermawanan …