kekerasan verbal
menertawakan

Bahaya Menertawakan Musibah Orang Lain

Sikap bergembira terhadap musibah sesama muslim atau orang lain yang sedang mengalami kesedihan disebut dengan syamatah. Imam Al-Ghazali rahimahullah mendefinisikan syamatah sebagai tindakan senang atau kegirangannya karena keburukan yang terjadi kepada seseorang yang tidak seharusnya menimpanya. Pelakunya disebut dengan syamit. Bagaimana hukumnya?


Tidak jarang di antara kita merasa senang dan bahagia dengan kesedihan dan musibah yang menimpa orang lain. Kesedihan, bencana, dan ujian yang diterima orang lain dianggap sebagai bahan untuk ditertawakan. Ini merupakan bentuk akhlak yang tidak terpuji dalam Islam.

Bisa dibayangkan, ketika seseorang mendapatkan musibah karena dilukai oleh orang lain kita bukan menunjukkan empati, tetapi justru mengolok-olok. Sungguh nalar empati kita sudah mati. Atau sesungguhnya hati dan rasa kemanusiaan kita sudah lumpuh.

Matinya nalar empati publik kali ini sudah mengalami proses yang sungguh mengkhawatirkan. Seseorang yang sedang mengalami musibah dianggap sebagai rekayasa, bahkan dikatakan sebagai balasan. Kita tidak pernah membayangkan jika musibah yang sama menimpa diri, keluarga dan orang terdekat kita.

Dalam sebuah hadist Nabi mengingatkan kepada umatnya :

لاَ تُظْهِرِ الشَّمَاتَةَ لأَخِيكَ فَيَرْحَمُهُ اللَّهُ وَيَبْتَلِيكَ

Artinya : “Janganlah engkau menampakkan kegembiraan karena musibah yang menimpa saudaramu. Karena jika demikian, Allah akan merahmatinya dan malah memberimu musibah.” (HR. Tirmidzi).

Sikap bergembira terhadap musibah sesama muslim atau orang lain yang sedang mengalami kesedihan disebut dengan syamatah. Imam Al-Ghazali rahimahullah mendefinisikan syamatah sebagai tindakan senang atau kegirangannya karena keburukan yang terjadi kepada seseorang yang tidak seharusnya menimpanya. Pelakunya disebut dengan syamit.

Syamit adalah sifat yang melekat dalam diri seseorang yang merasa girang, senang dan bahagia ketika ada kaum muslimin atau saudaranya yang tertimpa musibah. Bahkan ia tidak jarang mengolok-olok peristiwa yang terjadi. Itulah penyakit hati yang melekat dalam diri seseorang.

Sebenarnya syamit adalah sifat yang melekat dalam diri orang kafir dan munafik yang tidak senang dengan kebesaran dan kebahagiaan kaum muslimin. Dalam Qur’an misalnya Allah berfirman:

إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيط

Artinya: “Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran 120).

Lalu apa bahaya sifat ini? Karena ia bagian dari sifat buruk yang biasanya melekat dalam diri orang kafir dan munafik, Nabi menjadikan salah satu doanya adalah meminta perlindungan dari syamatah dari musuh-musuh islam. Beliau berkata :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوَذُ بِكَ مِنْ سُوءِ الْقَضَاءِ، وَدَرْكِ الشَّقَاءِ، وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ.

Artinya: “Ya Allah aku berlindung kepada-mu dari takdir buruk, ujian yang berat, dan kegembiraan musuh” (H.R. Al Bukhari).

Sungguh perbuatan syamatah adalah akhlak yang tercela dan hanya dimiliki oleh orang kafir dan munafik ketika melihat umat Islam dalam kesedihan. Pelajaran yang berharga agar umat ini menjauhi syamatah ketika melihat saudaranya tertimpa musibah.

Sebenarnya secara kemanusiaan, syamatah juga sangat tercela. Bagaimana mungkin sesama manusia kita tega untuk menertawakan orang lain yang mendapatkan musibah? Bagaimana jika musibah yang sama menimpa diri dan keluarganya? Apa perasaan kita ketika ditertawakan orang lain ketika mendapatkan musibah?

Inilah yang diperingatkan oleh Nabi dalam sebuah hadist hasan gharib. Syamatah bisa saja akan menimpakan musibah kepada mereka yang melakukannya. Nabi bersabda : “Jangan perlihatkan sifat syamatah anda kepada saudara anda, (kalau tidak) maka Allah akan mengampuninya dan menimpakan kepada anda.”

Semoga kita belajar dari setiap musibah yang didapatkan orang lain. Mengambil hikmah bukan menertawakan. Menunjukkan simpati bukan kegirangan. Itulah sifat terpuji umat ketika melihat saudaranya mendapatkan musiba.

Wallahu a’lam

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …