Di dalam menilai kredibilitas suatu hadits, maka dapat dilihat dari dua aspek; Pertama, dari aspek matan hadits tersebut, apakah sesuai atau bertentangan dengan dalil-dalil mutawatir seperti al Qur’an dan Hadits Mutawatir dan tidak mungkin bisa dikompromikan, dan yang Kedua dari segi perawinya (orang yang menyampaikan hadits).
Di antara syarat perawi dapat diterima periwayatannya apabila ia adil (al adalah). Adil yang dimaksud di sini ialah seseorang yang memenuhi lima syarat, yaitu: Islam, baligh, berakal, taqwa dan muru’ah. Apabila salah satu dari kelima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka riwayat haditsnya tidak dapat diterima.
Begitu juga riwayatnya Ahlul Bid’ah. Riwayat dari Ahlul Bid’ah tidak dapat diterima sebab dapat merusak kepada agama. Ahlul Bid’ah dikenal sebagai kelompok yang bermasalah dalam agama. Tentu informasi-informasinya tidak bisa diterima karena dapat merusak agama tersebut. Kecuali informasi yang disampaikan didukung oleh informasi yang lebih kuat. Karena hadits merupakan sumber kebenaran kedua setelah al Qur’an dalam agama Islam. Oleh karena itu, Ahlul Bid’ah dalam ilmu hadits, tidak memenuhi syarat adalah yang didalamnya ada syarat at taqwa. Dan Ahlul Bid’ah diklaim sebagai kelompok yang tidak taqwa.
Secara garis besar, Islam terbagi menjadi dua kelompok; Sunni dan Syiah. Kedua kelompok ini berbeda bukan hanya dari segi furuiyahnya saja, tetapi juga aqidah dan mashadirnya (sumber pengambilan hukum). Sunni menolak hadits-hadits yang dijadikan sumber rujukan Syiah. Seperti hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Al Kulaini dalam Al Kafi, atau Muhammad Baqir Al Majlisi dalam Biharul Anwar. Begitu juga Syiah, tidak menerima hadits-hadits rujukan Sunni, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan sebagainya. Tentu semua ini ada dasar permasalahannya.
Namun jika diteliti dalam kitab-kitab hadits Sunni, tidak sedikit seseorang yang memiliki latar belakang Syiah menjadi perawi dalam hadits-hadits Sunni. Dan itu diterima. Bahkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang diklaim sebagai riwayat tershahih setelah al Qur’an juga banyak perawi-perawi dari madzhab Syiah. Seperti Muhammad bin Fadhil bin Ghazwan Ad Dhibbi, Abdul Aziz bin Siyah al Hammani, Abdul Malak bin A’yan al Kufi, dan banyak lainnya yang semuanya adalah perawi yang bermadzhab Syiah.
Mengapa bisa diterima ?
Hal ini sebagaimana diurai oleh imam Ad Dzahabi bahwa kebid’ahannya Syiah ada dua: Pertama, Bid’ah Shughra (bid’ah kecil), yaitu seperti Syiah yang tidak ekstrim dan tidak mentahrif (mendistorsi) al Qur’an. Syiah model ini banyak ditemukan pada Tabi’in. Kedua, Bid’ah Kubro (bid’ah yang besar), seperti Syiah Rafidhah di mana mereka ekstrim sampai mencaci maki Sayyid Abu Bakar ra dan Sayyid Umar bin Khattab ra.
Nah, riwayat hadits yang ditolak oleh Ahlussunnah wal Jama’ah jika riwayat tersebut datang dari kelompok yang kedua, yaitu Syiah Ghaliyah (Syiah ekstrim). Di antaranya Syiah Itsna Asy’ariyah, Syiah yang terbesar saat ini. Sementara pada Syiah model pertama, tetap diterima jika memenuhi syarat-syarat perawi di atas.
Lebih lanjut, Imam Ad Dzahabi juga menjelaskan ada perbedaan yang sangat mendasar antara Syiah yang berada pada masa Salaf dengan Syiah yang ada sekarang. Syiah pada zaman ulama’ Salaf, mereka merupakan pecahan akibat perbedaan politik antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan Sayyidina Mu’awiyah ra setelah arbitrase pada perang Shiffin. Sehingga Syiahnya mereka berdasar pada persoalan politik dan kecenderungan saja, bukan persoalan aqidah dan akhlak. Sebab itu, mereka hanya sekedar mengkritik terhadap Sayyidina Abu Bakar ra dan Sayyidina Umar bin Khattab ra, tidak sampai mencaci apalagi mengkafirkannya. Sementara pada periode berikutnya, seperti Syiah Itsna Asy’ariyah (Syiah yang meyakini adanya dua belas imam) sudah merembet kepada persoalan aqidah. Mereka bukan lagi mencaci, tetapi sudah kebablasan sampai mengkafir-kafirkannya. Imam Ad Dzahabi menjudge mereka dengan Syiah yang sesat dan berbahaya.
وَالْغَالِيْ فِي زَمَانِنَا وَعَرَّفْنَا هُوَ الَّذِى يُكَفِّرُ هَؤُلَاءِ السَّادَةِ، وَيَتَبَرَّأُ مِنَ الشَّيْخَيْنِ أَيْضًا، فَهَذَا ضَالُّ مُعْثِرٌ
Artinya: “Syiah ekstrim pada zaman kita ini dan kita mengetahuinya dia adalah orang-orang yang mengkafirkan sayyidina Abu Bakar ra dan sayyidina Umar bin Khattab ra. Dan berlepas diri dari keduanya. Syiah ini adalah sesat dan berbahaya”.
Perawi Syiah yang terdapat dalam hadits-hadits Ahlussunnah wal Jama’ah mereka adalah Syiah pada masa Salaf, yang hanya sekedar mengkritik sayyidina Abu Bakar ra dan sayyidina Umar bin Khattab. Sebab itu Imam Bukhari dan Imam Muslim tetap menjadikannya sebagai perawi karena kesesatannya masih dapat ditolerir.
Wallahu a’lam
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah