bombunuhdiri
bombunuhdiri

Bom Bunuh Diri atas Nama Jihad Melawan Kafir, Bagaimana Menurut Fiqh ?

Bom Bali yang terjadi pada Tahun 2002 masih menyisakan trauma terhadap warga Indonesia, khususnya penduduk Bali. Akibat kebiadaban orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sampai sekarang Bali masih belum mampu sepenuhnya mengembalikan penghasilan dari aset daerah seperti sebelumnya. Itu adalah gerakan terorisme bermotif agama yang pertama kali di Indonesia.

Apa alasan bom Bali kala itu? Salah satu pelaku dengan bangga mengatakan itu sebagai balas dendam atas penderitaan Palestina yang ditindas oleh negeri Barat. Sehingga Barat harus menjadi dilawan dengan cara melakukan “jihad”-dalam pemahaman mereka- peledakan yang menyasar warga asing. Tidak hanya warga asing beberapa WNI turut menjadi korban.

Trend serangan terorisme semakin berkembang termasuk sasaran dan targetnya. Jika dulu hal berbau asing dan Barat menjadi sasaran kali ini aparat pemerintah hingga yang berbeda agama yang dianggap kafir menjadi sasaran. Dalam hal ini gereja telah menjadi sasaran dan target yang berulang dalam aksi terorisme di Indonesia.

Kini giliran Gereja Katedral Makassar yang mengalami nasib tragis dengan bom bunuh diri pada tanggal 28 Maret 2021 kemaren. Pelaku yang ditenggerai adalah pasangan suami istri (pasutri) ini masuk dari kelompok Jamaah Anshorud Daulah (JAD) yang seringkali membawa nama membela Islam dengan “jihad” bunuh diri. Dengan bom bunuh diri, mereka berkeyakinan ini adalah sebuah jihad yang meninggalnya sebagai syahid.

Kenapa mereka harus menargetkan gereja? Tentu dalam pandangan mereka umat kristiani adalah kafir yang halal darahnya untuk dibunuh. Anggapan inilah yang membawa pandangan sesat dan dangkal sehingga mudah memanipulasi ajaran jihad dengan serampangan dan sesat.

Bagaimana sebenarnya menurut pandangan Fiqh tentang gerakan bom bunuh diri dalam rangka membunuh orang-orang kafir di Indonesia ini ?

Setidaknya ada dua pendekatan untuk menghukumi persoalan di atas. Pertama, Hukum bunuh diri, dan Kedua, hukum membunuh orang kafir yang tidak bersalah.

Hukum Bunuh Diri

Tentang hukum bunuh diri, Allah swt berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: “Janganlah kalian membunuh diri kalian, karena sesungguhnya Allah swt maha penyayang” (QS. Al Nisa’: 29)

Di dalam hadits juga disebutkan:

مَنَ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

Artinya: “Barangsiapa yang membunuh dirinya menggunakan besi, maka kelak besi itu akan ada di tangannya dan memukul orang tersebut pada perutnya di dalam neraka Jananam, kekal selamanya di neraka tersebut” (HR. Muslim dan lainnya)

Dua dalil di atas, secara jelas melarang perbuatan bunuh diri dengan cara apapun. Sebab tubuh manusia bukan sepenuhnya miliknya, tetapi milik Allah swt. Oleh karena itu, tidak boleh ia merusak dirinya kecuali ada idzin dari Allah swt.

Ibn Hajar al Atsqalani berkata: “Dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana seseorang terhadap dirinya sama dengan melakukan kepada orang lain dalam aspek dosanya, karena seseorang tidaklah memiliki sepenuhnya terhadap dirinya, melainkan milik Allah swt. Sebab itu, tidak boleh menggunakan dirinya tersebut kecuali dengan yang telah diidzinkan Allah swt”[1]

Dari paparan ini maka dapat diketahui bahwa hukum bunuh diri adalah perbuatan haram yang sangat dicela dalam agama, bahkan diancam oleh Allah swt dengan adzab yang kekal selamanya di neraka.

Membunuh Orang Kafir

Selanjurnya, apakah boleh membunuh orang kafir yang tidak bersalah seperti kebanyakan orang kafir di Indonesia yang hidup berdampingan, damai dan saling tolong menolong dengan orang Islam ?

Sebelum jauh membahas tentang hukum membunuh orang kafir, perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam kafir.

Di dalam Fiqh, orang kafir ada tiga kategori:

1.    Kafir Dzimmi, yaitu orang kafir yang membayar pajak di negara orang Islam dan mengikuti aturan-aturan negara tersebut.

2.    Kafir Mu’ahad, yaitu orang kafir yang bertugas ke negara Islam dan melakukan perjanjian keamanan selama menjalankan tugas tersebut.

3.    Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang datang ke negara Islam dan mendapat perlindungan keamanan dari Pemerintah Islam.

4.    Kafir Harbi, yaitu orang kafir yang memusuhi ummat Islam dan menginginkan hancurnya agama Islam.

Dari keempat macam kafir di atas, hanyalah pada Kafir Harbi yang diperbolehkan oleh Islam untuk diperangi, selainnya tidak boleh.

Kendati demikian, persoalannya adakah sekarang orang kafir yang benar-benar memusuhi umat Islam ? Sekalipun ada, hanya terbatas pada negara-negara tertentu yang sangat sedikit sekali dibanding dengan yang menghormati dan hidup damai dengan umat Islam.

Selain itu, keempat macam kafir di atas tidak terwujud pada orang-orang kafir yang hidup di Indonesia. Sebab Indonesia bukanlah negara Islam, tetapi negara Pancasila yang menjunjung tinggi kesatuan tanpa membedakan etnis, suku dan agama. Sehingga orang kafir di Indonesia adalah macam lain dari keempat macam kafir di atas, yang mendapatkan hak dan kewajiban sama dengan umat Islam. Kecuali mereka benar-benar ingin menghancurkan umat Islam Indonesia. Maka layaklah mereka bagian dari Kafir Harbi, di sisi lain juga sebagai pemberontak (bughat) karena merusak nilai-nilai Pancasila.

Namun faktanya, bom bunuh diri dalam rangka membunuh orang-orang non Muslim di Indonesia bukanlah faktor karena non Muslim tersebut menginginkan hancurnya umat Islam Indonesia. Tetapi justru sebaliknya, oknum tersebut yang mengusik ketentraman agama orang lain akibat salah tafsir terhadap makna jihad fi sabilillah tanpa memperhatikan dalil-dalil lain serta mengindahkan penafsiran-penafsiran dari para ahli yang berkompeten di dalamnya.

Terkait perbuatan seperti ini, Nabi Muhammad saw sudah pernah menyinggung dalam haditsnya:

 أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Ingatlah, barang siapa yang berbuat dzalit terhadap kafir mu’ahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat” (HR. Abu Daud)

مَنْ آذَى ذِمِّيًا فَلَيْسَ مِنَّا

Artinya: “Barangsiapa yang menyakiti kafir Dzimmi, maka ia bukan golonganku” (HR. al Thabari)

Menurut Dr. Muhammad Sayyid al Thantawi hadits-hadits di atas merupakan dalil larangan menyakiti orang-orang kafir yang berdamai dengan umat Islam[2]. Jika menyakiti saja hukumnya haram, bagaimana dengan membunuhnya ? Tentu sudah dapat ditebak jawabannya.

Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui bahwa perlakuan bom bunuh diri dalam rangka membunuh umat non Muslim yang tidak bersalah menurut Fiqh adalah haram dan tindakan tercela. Pelakunya sama sekali tidak termasuk mati Syahid, tetapi mati dengan su’ul khatimah.

Wallahua’lam


[1] Ibn Hajar al Atsqalani, Fath al Bary, Juz 11 Hal 539

[2] Dr. Muhammad Sayyid al Thantawi, al Tafsir al Wasith, Juz 6, Hal 255

Bagikan Artikel ini:

About M. Jamil Chansas

Dosen Qawaidul Fiqh di Ma'had Aly Nurul Qarnain Jember dan Aggota Aswaja Center Jember

Check Also

shalat jamaah perempuan

Posisi Yang Utama Bagi Perempuan Saat Menjadi Imam Shalat

Beberapa hari belakangan ini sempat viral di media sosial tentang video yang menampilkan seorang perempuan …

menghambat terkabulnya doa doa

Meminta Doa kepada Orang Shalih Hukumnya Haram? Ini Dalilnya !

Dalam salah satu ceramahnya, Yazid bin Abdil Qadir Jawas berkata tidak boleh meminta doa kepada …