Cara Berislam dan Mempraktekkan Islam dengan Benar

Tidak cukup hanya mengaku Islam, tetapi umat Islam harus bisa mempraktekkan Islam dengan benar dan sungguh-sungguh. Agama bukan sekedar diwariskan, tetapi juga perlu dipelajari. Karena itulah kita harus belajar tentang agama Islam dan cara berislam dengan benar.

Berislam memiliki arti seorang muslim yang telah menyerahkan diri kepada Allah serta bersikap tunduk dan patuh dengan apa yang telah diperintahkannya. Ketundukan dan kepasrahan seseorang menuntun ia tidak akan pernah berbuat syirik atau menyekutukanNya. Ketika kepasrahan ini menjadi pondasi dalam diri seseorang selanjutnya bagaimana mempraktekkan Islam dengan benar.

Dasar utama dalam berislam yakni dengan meyakini Al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber utama aqidah serta hukum agama Islam. Ketika terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat al-Quran dan as-Sunnah adalah tempat kembali dan rujukan akhir dalam menyelesaikan perbedaan. Dengan kata lain, al-Quran dan as-Sunnahlah yang menjadi pemutus dalam semua perkara yang diperselisihkan. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [QS. An-Nisaa’, 4: 59].

Pertanyaannya, lalu bagaimana mempraktekkan Islam dengan benar? Ada tiga cara berIslam dengan benar, yakni:

1. Mempercayai bahwa Islam adalah agama yang sempurna

Tentu merupakan perkara yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin bahwasanya agama Islam merupakan agama yang sempurna. Nikmat Allah begitu besar telah diberikan kepada umatNya. Tatkala Allah menyempurnakan agama Islam sehingga umatnya tidak butuh agama yang lain selain agama Islam dan nabi lain selain Nabi Muhammad.

Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 3 yang berbunyi, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Setelah kita mengetahui kesempurnaan Islam, maka di antara konsekuensinya adalah kita cukup belajar agama Islam dengan guru yang memiliki sanad yang jelas, lantas mengamalkannya dengan mahluk ciptaan Allah yang lainnya, tidak perlu menghakimi seseorang yang berbeda pemahaman dengan keyakinan kita, karena menghakimi dan merasa diri paling benar adalah hal yang tidak disukai Allah.

2. Memahami al-Quran dan Hadits dengan Bimbingan Ulama

Kita tidak dapat serta merta mempelajari Islam ini secara otodidak hanya dengan membaca buku-buku kemudian mengambil kesimpulan tersendiri. Dari zaman dulu, para ulama sangat memberi perhatian khusus dalam menjaga agama Islam yang dipahami dan diamalkan oleh Nabi Muhammad dan para shahabatnya. Sehingga seorang muslim tentu sangat perlu keberadaan para ulama dalam usaha memahami agama ini secara utuh.

Para Ulama yang pertama kali dijadikan rujukan untuk memahami agama adalah para ulama dari generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, karena mereka adalah generasi terbaik dari kalangan umat setelahnya. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). [HR. AlBukhari].

Maka dari itu, dalam merujuk agama haruslah jelas silsilah keilmuannya. Tidak sembarang orang dapat diambil keilmuan Islamnya. Hanya ulama yang dapat diakui kompetensinya dari sisi track record akademisnya atau kepada siapa saja dia berguru. Kesalahan fatal dalam memilih ulama juga dapat mengakibatkan terjerumusnya umat dalam informasi yang salah tentang Islam. Akibatnya akan muncul bibit-bibit radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam.

3. Jangan pernah menganggap ilmu kita paling benar

Sebagian muslimin ada yang belum bisa menerima perbedaan dalam berislam. Merasa dia dan golongannya paling benar dan tak segan-segan untuk menyalahkan serta mengkafirkan sesama muslim yang memiliki pandangan berbeda dari golongannya. Bahkan yang lebih parah lagi, ada beberapa golongan yang berani mendeklarasikan bahwa hanya muslim yang sama seperti golongannya yang bisa langsung masuk surga, sedangkan yang lain harus merasakan panasnya siksa neraka terlebih dahulu.

Sejatinya, merasa paling benar dan paling suci itu hanya tipu daya setan yang mampu membuat yang salah menjadi tampak benar. Sifat merasa paling benar dan paling suci merupakan ciri dari seseorang yang sombong, dan sifat ini tidak dianjurkan dalam Islam. Allah berfirman dalam surat al-Najm ayat 32 : “Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”

Merasa paling benar pasti melahirkan kesombongan sehingga ia menganggap rendah orang yang tidak seperti dirinya, padahal bisa jadi orang-orang tersebut adalah yang lebih dekat kepada Allah lewat amal lain.

Perlu untuk diketahui bahwa, agar manusia dapat selamat di dunia serta diakhirat maka ia harus mengembalikan semua urusan pada Allah. Maka Allah mengembalikan apa yang mereka perselisihkan kepada Al-Quran dan adalah as-Sunnah sebagai dasar pedoman kaum muslimin.

Dengan demikian, cara berislam dengan benar yakni dengan berusaha untuk selalu mempelajari Islam dengan guru yang benar serta mampu menerima perbedaan dan cara pandang orang lain. Dengan pemahaman yang benar kita akan mampu menjadi muslim yang kaffah.

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …