Banjir melanda ibu kota dan sekitarnya. Bencana ini telah menyebabkan berbagai aktifitas masyarakat menjadi lumpuh. Kerugian material dan jiwa menjadi keniscayaan. Lalu bagaimana Islam memaknai bencana?
Tentu tidak arif ketika bencana melanda untuk saling menyalahkan. Fokus utama adalah menyelematkan para korban. Bencana harus dimaknai secara arif dan bijaksana.
Segala yang datang dan terjadi di muka bumi karena kekuasaan dan kebesaran Allah. Jika Allah berkehendak maka terjadilah. Namun, dalam konteks bencana, manusia tidak serta mengeluh dengan selalu menyalahkan Tuhan. Tuhan sedang berencana dalam setiap kejadian yang ada di dunia. Dan apapun takdir yang dijatuhkan saat ini merupakan bentuk dari realisasi yang sudah ditentukan.
Dalam memahami bencana, dari penelurusan kata tersebut setidaknya empat perspektif dalam melihat bencana dalam Islam. Pertama, bencana sebagai ujian. Hal ini sebagaimana dalam Quran :
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” (Q.S.al-Baqarah/2:155-156).
Bencana yang menimpa umat Islam dan kaum beriman adalah sebuah ujian yang diberikan oleh Allah untuk menguji kesabaran seorang hamba. Bencana akan mendidik hamba untuk semakin meneguhkan keyakinan dan kewajiban yang harus terus ditunaikannya.
Kedua, bencana sebagai peringatan. Selain ujian, bencana juga menjadi perigatan bagi umat Islam dan manusia pada umumnya atas kebesaran Tuhan. Manusia yang berpotensi melakukan kesalahan dan melalaikan perintah akan ditegor dan diingatkan dengan fenomena alam. Hal ini sebagaimana firman Allah :
Artinya: Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh- musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Ali Imran/3:165).
Dalam menghadapi bencana, umat yang beriman akan menghadapi bencana sebagai momentum untuk memperbaiki diri. Bencana dilihats ebagai peringatan bagi dirinya untuk kembali pada jalan Tuhan. Segala musibah baik berupa bencana atau lainnya yang menimpa manusia memiliki hubungan yang erat dengan perbuatan manusia itu sendiri (Q.S.ar- Rum/30:41). Tuhan mengingatkan manusia terhadap perbuatan manusia yang berupa kerusakan dan kejahatan terhadap lingkungannya akan berdampak pada kehancurannya sendiri. Dengan peringatan Allah swt ini diharapkan manusia akan sadar dari kekeliruan dan kesalahannya.
Ketiga, bencana sebagai siksaan. Dalam pandangan ini bencana dianggap sebagai siksaan dan balasan terhadap dosa yang telah manusia lakukan. Dalam Qur’an banyak kejadian alam yang ditimpakan sebagai musibah kepada mereka yang mengingkari ajaran Tuhan.
Artinya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S.al-Maidah/5:49).
Keempat, bencana sebagai ekspresi kasih sayang Allah kepada manusia. Tidak selama bencana yang merugikan itu sebagai sesuatu yang menakutkan. Bencana merupakan cara Tuhan menguji sekaligus memberikan kasih sayang kepada umat manusia. Allah berfirman:
Artinya: Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S.at-Taghabun/64:11).
Dalam konteks memahami bencana sebagai bentuk kasih sayang, kaum beriman harus menghadapi bencana dengan cerdas. Musibah harus dihadapi sebagai sebuah rahmat dari misteri Allah memberikan hikmah. Bencana yang dihadapi dengan sikap negatif dan pesimis justru akan menjadi bencana yang berlipat. Lalu bagaimana seharusnya menghadapi bencana? Qur’an telah memberikan tuntunan terhadap persoalan tersebut.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah