perempuan
perempuan

Cara Qur’an Memposisikan Perempuan

Ajaran Al-Qur’an tentang perempuan umumnya merupakan bagian dari usaha Islam untuk menguatkan dan memperbaiki posisi sebagian atau kelompok lemah dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam. Apa yang menjadi tujuan pokok Al-Qur’an tentang perempuan adalah menghilangkan bagian-bagian yang memperlakukan perempuan secara kejam.

Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktikkan oleh sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Pemahaman ajaran Islam menyangkut perempuan dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi asal penciptaannya dan segi hak-haknya dalam berbagai bidang.

Qur’an Berbicara Perempuan

Kemudian, Qur’an juga mengikis pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Al-Qur’an mengecam mereka yang bergembira dengan kelahiran seorang anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak perempuan.

Sebagaimana Firman Allah dalam (Q.S.an-Nahl[16]:58-59).

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيم ٌ يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Artinya : “Dan, apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitam-merah padamlah wajahnya dan dia sangat bersedih (marah). Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya itu. (Ia berpikir) apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruk apa yang mereka tetapkan itu.”

Dengan demikian, terlihat bahwa Al-Qur’an mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal-usul penciptaannya. Selain itu pula, kita juga harus mengetahui hak-hak Perempuan. Karena Sebagaimana kita ketahui bahwa masih ada sebagian umat Islam yang berlaku zalim dengan melarang perempuan menikmati haknya dalam memperdalam pengetahuan agama, berperan di dunia kerja, dan pergi ke masjid-masjid untuk beribadah atau belajar, padahal itu semua diperbolehkan oleh Islam. Ada juga yang memaksakan perempuan untuk menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya.

Banyak sekali yang kita jumpai, peran perempuan di kalangan masyarakat terkadang masih disorot dengan sedikit pandangan kurang etis, baik dalam kancah politik maupun dalam kancah dunia kerja. Jika diteliti dalam Al-Qur’an, ada beberapa ayat yang dapat dijadikan dalil bahwa perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam wilayah publik.

Sebagaimana halnya mereka berperan dalam wilayah domestik. Salah satu ayat yang sering kali dikemukakan oleh para pemikir Islam dalam kaitan dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah yang tertera dalam Surah at-Taubah [9] ayat 71:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas berisi gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Dengan demikian, setiap lelaki muslim dan perempuan muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mereka mampu melihat dan memberikan saran (nasihat) dalam berbagai bidang kehidupan.

Di sisi lain, ayat Al-Qur’an yang juga dijadikan dasar oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan adalah Surah asy-Syura [42] ayat 38 yang berbunyi :

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Di dalam ayat tersebut terkandung salah satu prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan secara bersama, termasuk kehidupan politik, yaitu dengan syura (musyawarah). Artinya, setiap warga masyarakat dalam kehidupan bersamanya dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa setiap lelaki ataupun perempuan memiliki hak tersebut, karena tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami melarang keterlibatan perempuan dalam bidang kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam bidang politik.

Perempuan Hebat dalam Islam

Kenyataan sejarah menunjukkan, ada sekian banyak kaum wanita yang terlibat dalam soal-soal politik praktis. Misalnya, Ummu Hani. Ia dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberikan jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan, Aisyah r.a. terlibat bersama sekian banyak sahabat Nabi dalam beberapa hal serta kepemimpinannya dalam peperangan yang dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Jamal atau Perang Unta (656 M), menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik praktis sekalipun.

Bukan hanya di bidang politik saja perempuan disorot dan diperbincangkan, namun dalam Kancah pekerjaan juga sering hangat diperbincangkan. Dalam pandangan Islam perempuan mempunyai hak untuk bekerja di segala bidang pekerjaan yang legal, sebagaimana laki-laki juga mempunyai hak bekerja di segala bidang pekerjaan yang legal.

Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri maupun bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah ataupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat dan sopan, selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.

Di samping itu, para perempuan pada masa Nabi saw. aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan yang merias antara lain Shafiyah bin Huyay, istri Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menjadi perawat atau bidan, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu saja, peran perempuan sejarah juga mencatat dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang yang sangat sukses.

Kemudian, istri Nabi saw., Zainab binti Jahsy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang, dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Mas’ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga ini. Al-Syifa’, seorang perempuan yang pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah.

Tentu saja tidak semua bentuk dan ragam pekerjaan yang terdapat pada masa kini telah ada pada masa Nabi saw. Namun, pada akhirnya para ulama menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apa pun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya serta selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.

Wallahu a’lam

Penulis : Farida Asy’ari

Bagikan Artikel ini:

About Islam Kaffah

Check Also

duduk di kuburan

Saat Ziarah, Bolehkah Duduk di Kuburan?

Meskipun arus puritanisasi  mengklaim ziarah kubur adalah ritual bid’ah, tapi tidak banyak muslim nusantara yang …

shalat ghaib korban bencana

Shalat Ghaib untuk Korban Bencana

Pada tanggal 4 Desember 2021 telah terjadi peningkatan aktifitas vulkanik di gunung semeru. Hal itu …