talak dalam Islam
talak dalam Islam

Cerai : Syari’at Yang Tak Direstui (Bagian 1)

Konsep Dasar Fikih tentang “Thalaq

Tujuh tahun membina rumah tangga dengan Mellya Juniarti. Bukanlah jaminan bagi keluarga Ustadz Abdul Somad (UAS) untuk tetap bertahan dalam sebuah keutuhan. Dilanda masalah pelik selama empat tahun sebelumnya. Akhirnya UAS angkat tangan. Tanda Beliau menyerah.

UAS bukan hanya berpangku tangan. Segala usaha sudah ia tempuh, untuk mengurai benang kusut rumah tangganya. Namun, jalan buntu selalu menghadang. Akhirnya, 5 Desember kemaren berita bercerainya UAS sempat menjadi tranding topic media sosial. Dan sempat menjadi ‘duka’ bagi Sahabat UAS. Lalu bagaimanakah Islam berbicara perceraian atau dalam istilah hukum islam disebut thalaq ini?

Perceraian (thalaq) bisa melanda siapa saja, tanpa memandang status sosial yang ia sandang. entah itu tokoh publik atau orang awam biasa, entah itu pejabat atau rakyat. Kata Thalaq jikaditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “melepas ikatan”.

Dalam pemahaman hukum Islam, thalaq berarti melepas ikatan pernikahan dengan kalimat kalimat khusus seperti kalimat ‘thalaq’ dan sebagaimnya. Pengucapan thalaq baru bisa memiliki legalitas syar’iy bila diucapkan oleh seorang suami yang sudah mukallaf (baligh dan berakal) dan juga tidak ada unsur paksaan atau tekanan dari pihak ketiga.

Kalimat thalaq ada dua macam. Pertama, kalimat thalaq yang sharih, artinya sebuah kalimat yang memiliki penekanan pemahamannya kepada thalaq. Seperti kalimat thalaq, Firaq, Sarah dimana ketiga kalimat ini berarti “cerai”.

Kalimat thalaq yang sharih ini tidak membutuhkan niat suami untuk menjatuhkan thalaq kepada istrinya. Contoh, misalnya suami berkata kepada istrinya kamu saya thalaq, kamu saya firaq, kamu saya sarah, tanpa niat ceraipun istri tersebut sudah dianggap secara hukum jatuh thalaq satu.

Andai saja suami berkilah, saya tidak bermaksud menceraikan istri saya, tapi sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur, kata kata thalaq sudah terucap dan tidak bisa ditarik kembali, maka, jatuh thalaq satu sudah terjadi, dan ikrar suami tadi, tidak bisa diterima.

kedua, kalimat thalaq yang kinayah, artinya sebuah kalimat yang bernada sindiran saja, kalimat itu masih memberi peluang untuk dipahami kepada selain thalaq. Contoh, “pulanglah kamu ke rumah orang tuamu”. Kata-kata seperti ini namanya thalaq kinayah.

Artinya, masih membutuhkan kejelasan niat suami yang mengucapkan kalimat ini. Kalau memang suami berniat cerai dengan kalimat ini maka, jatuh thalaq. Tetapi bila suami tidak bermaksud thalaq, hanya sekedar melampiaskan kekesalannya kepada istri, maka tidak jatuh thalaq. (Fath al-Mujib al-Qarib, KH. Afifiddin Muhajir, 109-110)

Hukum Thalaq

Dilihat dari segi macam hukumnya, thalaq bisa sebuah keharusan (wajib), bisa juga hanya sebatas anjuran belaka (sunnah, mandub), bisa juga dilarang dengan tegas oleh agama (haram), atau dilarang dengan tidak tegas (makruh). Cerai wajib dilakukan seperti suami yang bersumpah ila’ atau bersumpah tidak akan berhubungan badan dengan istrinya. Suami yang sudah ber’ila’ ini memang tidak berkeinginan lagi berhubungan badan dengan istrinya. Dalam kasus seperti itu maka, suami wajib menceraikan istrinya.

Dianjurkan untuk menceraikan istri jika suami tidak mampu memberikan kebutuhan istrinya. Atau istrinya tidak mampu menjga kehormatan keluarga suaminya. Dalam kondisi seperti ini maka suami dianjurkan (sunnah hukumnya) menceraikan istrinya.

Cerai dilarang oleh agama bila istri masih mampu melaksanakan kewajibannya sebagi istri, dan ia mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dalam keadaan seperti ini suami dilarang menceraikan istrinya. Fath al-Muin, Zainuddin al-Malibari, 112.

Melihat polemik rumah tangga Ustadz Abdul Somad yang terjadi selama empat tahun, dan memperhatikan upaya serius Ustadz Abdul Somad maka langkah cerai yang ditempuh Ustadz Abdul Somad sudah tepat. Masuk dalam kategori cerai yang dianjurkan oleh agama.

Namun, sebagai lelaki agamis tak sepatutnya cerai dijadikan alternatif terakhir dalam penyelesaian masalah. Karena bagaimanapun juga, wanita shalihah nyaris dinafikan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau bersabda :

عن أبي أمامة ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” مثل المرأة الصالحة في النساء كمثل الغراب الأعصم ” قيل : يا رسول الله ، وما الغراب الأعصم ؟ قال : ” الذي إحدى يديه بيضاء “

Dari Abu Umamah berkata: Nabi bersabda:“Wanita shalihah itu ibarat burung gagak a’sham. Seperti apakah burung gagak a’sham itu wahai RAsulullah. Salah satu sayapnya berbulu putih”.al-Mathalib al-‘Aliyyah, Ibn HAjar al-‘Asqalani, No. 1736

Menurut Syaikh Dimyathi al-Syatha hadits ini mengindikasikan jarangnya atau bahkan tidak adanya wanita shalihah di dunia. Karena wanita shalihah itu hakikinya, merupakan karya jihad, buah dari kesabaran serta hikmah dari kebijaksanaan dari seorang suami. I’anah al-Thalibin, 4/6.

Pesan Penulis untuk para suami dan para istri “janganlah selalu menuntut pasanganmu menjadi pasangan yang baik untuk kamu, tapi tampillah sebagai pasangan yang baik dihadapan pasanganmu. Janganlah selalu menuntut hak kepada pasanganmu, tapi berupayalah untuk menunaikan kewajiban yang sempurna kepada pasanganmu. Jangan selalu berfikir, apa yang akan diberikan oleh pasanganmu, tapi berfikirlah apa yang akan kamu berikan kepada pasanganmu” inilah kunci menjadi pasangan ideal untuk pasanganmu.


Abdul Walid, Alumni Ma’had Aly Pondok Pesantren Slafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Lebaran Topat perkuat silaturahmi dan jaga tradisi leluhur

Lebaran Topat di Mataram Pupuk Silatarahmi Antaragama dan Jaga Tradisi Leluhur

Mataram – Seperti di daerah-daerah lain saat Hari Raya Idul Fitri, di Kota Mataram, Nusa …

KH Yusnar Yusuf Rangkuti PhD

Tak Bertentangan dengan Syariat Islam, Budaya dan Kearifan Lokal Saat Idulfitri Perlu Terus Dilakukan

Jakarta – Perayaan Idulfitri di Indonesia biasanya diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal, sesuai …