Memilih seorang da’i yang layak didengar fatwa-fatwa dan nesahatnya tidaklah mudah untuk era saat ini. Di mana, hampir semua orang tanpa ada filter kemampuan dalam bidang agama memiliki berhak untuk menyampaikan apa yang ia ketahui melalui media sosial. Ironisnya, orang-orang yang lemah dalam agama seringkali menerima fatwa-fatwa tersebut tanpa menelaah siapa dan bagaimana latar belakang aqidah dan keilmuannya. Ini menjadi pintu masuk seseorang tersesat di jalan yang tidak benar.
Berikut adalah beberapa da’i yang perlu diwaspadai karena seringkali fatwanya berbeda dengan ajaran Islam secara umum sehingga fatwanya diklaim sebagai fatwa yang menyesatkan:
- Syafiq Riza Basalamah.
Menurut beberapa sumber, Syafiq Riza Basalah dengan nama lengkap Syafiq Riza bin Hasan bin Abdul Qadir bin Salim Basalamah, lahir di Jember pada tanggal 15 Desember 1977. Ia menjabat sebagai anggota Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad Bondowoso.
Syafiq Riza Basalamah dinilai kontraversial karena beberapa ceramahnya sering bertentangan dengan budaya Indonesia dan amaliyah umat Islam secara umum. Seperti ceramahnya pada tahun 2017 yang menyamakan dzikir berjama’ah usai shalat sama dengan bernyanyi-nyanyi, dan hal tersebut mengganggu orang lain. Padahal, sejak Islam datang pertama kali ke Indonesia dan berkembang di Indonesia, setiap shalat orang-orang yang shalat berjama’ah di masjid atau di tempat-tempat lainnya selalu berdzikir bersama-sama.
- Khalid Basalamah
Prof. Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah, LC. MA yang dikenal dengan Khalid Basalamah, adalah seorang da’i yang juga seringkali dinilai kontraversi di kalangan orang yang paham agama. Salah satu fatwanya yang yagn dianggap melenceng dari ketentuan Islam yaitu ketika menjelaskan bahwa mengusap sebagian dari kepala bukan termasuk fardhu-fardhunya wudhu’ yang harus dilakukan, tetapi hanya sekedar sunnah saja.
Fatwa lain yang juga bermasalah dari tokoh Wahhabi ini, yaitu tradisi perayaan Maulid Nabi saw yang biasa dilakukan umat Islam selama berabad-abad di berbagai negara menurutnya haram dilakukan karena termasuk perbuatan bid’ah sayyi’ah yang harus dihindari.
- Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Da’i yang satu ini terkenal paling keras dari sekian da’i-da’i berfaham Wahhabi. Bahkan tidak jarang, fatwa-fatwanya bertentangan dengan da’i yang beraliran sama (Wahhabi).
Ada banyak pernyataan yang cukup meresahkan masyarakat dari Yazid bin Abdul Qadir Jawas ini, di antaranya melarang memberikan sesuatu kepada pengemis yang tidak dikenal. Karena belum diketahui apakah orang tersebut shalat atau tidak. Seolah-olah memberikan bershadaqah hanya boleh kepada orang-orang yang jelas shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Pernyataan ini tentu bertentangan dengan apa yang biasa dilakukan Nabi saw dengan berbuat baik kepada sesamanya, bahkan kepada orang kafir sekalipun.
Fatwa lain yang cukup meresahkan dari Yazid bin Abdul Qadir Jawas yaitu sama dengan tokoh-tokoh Wahhabi lainnya, yaitu gampang mengharam-haramkan yang oleh para ulama’ dinyatakan sunnah.
- Firanda Andirja
Dr. Firanda Andirja Abidin, Lc, MA. yang lebih dikenal dengan Firanda Andirja, ia terkenal karena sering berdiskusi ilmiyah dengan pakar Aswaja Indonesia, KH. Idrus Ramli, baik secara online atau offline. Ia lebih lembut dalam menyikapi persoalan dibanding kawan-kawannya yang lain, lebih mengakui adanya khilafiyah (perbedaan pendapat). Sekalipun demikian, fatwa-fatwanya perlu diwaspadai, karena tidak jarang mengharam-haramkan tradisi Islamiyah yang berkembang di Indonesia dianggapnya perbuatan haram.
- Badrussalam
Dengan nama lengkap Abu Yahya Badrussalam, Lc. Seorang da’i kalahiran Cileungsi Bogor pada 27 April 1976. Sama dengan yang lainnya, ia juga sering muncul di media sosial, seperti Youtube, Tiktok dan lainnya.
Ada banyak fatwa-fatwanya yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam, di antaranya ialah bacaan shalat “wa ana minalmuslimin” itu salah dan bacaan bid’ah, yang benar “wa ana awwalul muslimin”. Fatwa lain yang juga dinilai keliru yaitu takbir berjama’ah pada hari raya hukumnya haram dan termasuk perbuatan bid’ah. Padahal takbir dengan berjama’ah untuk Hari Raya dianjurkan oleh Nabi saw.