sila pertama pancasila
pancasila

Dalil Ushul Fikih Untuk Kesesuaian Islam dan Pancasila

Kerap terdengar isu pemberlakuan syariat Islam di Indonesia, dengan berbagai bentuk narasi baik negara Islam, negara khilafah atau NKRI bersyariah. Narasi ini tentu bermula dari cara pandang bahwa Indonesia dengan dasar negaranya, Pancasila, bukan ideologi Islam tapi ideologi kafir.

Nalar ini, saat ini, telah merasuk ke dalam relung pikir sebagian kecil umat Islam di Indonesia. Tentu sudah menjadi virus jahat yang lebih berbahaya dari Virus Corona. Kenapa tidak, suatu saat banyak orang yang tanpa gejala akan berteriak ganti Pancasila ketika momentum memungkinkan.

Disebut virus ganas sebab ide tersebut sejatinya datang dari kaum yang tidak sepenuhnya mendalami hukum Islam. Kebodohan terselubung yang kemudian menjadi penyakit akut. Padahal bila mau belajar sedikit saja ilmu fikih, qawa’id fikih dan ushul fikih, pasti akan menemukan kesimpulan bahwa Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Bahkan, Pancasila adalah nilai-nilai Islam yang telah dipraktekkan sejak dulu di negara ini. Melalui Pancasila, ajaran Islam menyapa masyarakat Indonesia.

Begini argumentasi kesesuaian Islam dan Pancasila melalui dalil ushul fikih.

Di Indonesia, Pancasila adalah sumber hukum dari segala sumber hukum. Dan, Pancasila wilayahnya di ranah hukum, bukan ranah akidah. Dalam hukum Islam posisinya sama persis dengan ushul fikih yang melahirkan kaidah fikih kemudian merumuskan hukum fikih.

Bagaimana cara kerjanya? Dalam ushul fikih ada istilah ijtihad tathbiqi (ijtihad penerapan hukum) yang sumbernya adalah Al Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas yang disempurnakan dengan teori maslahah (kemaslahatan), istihsan (kebaikan) dan ‘urf (tradisi). Penerapan hukum Islam, di samping mengacu kepada Al Qur’an dan hadis sebagai sumber primer juga memperhatikan maslahah, kebaikan dan tradisi yang ada di masyarakat. Pancasila posisinya persis seperti ini.

Pancasila dalam perbandingannya dengan ushul fikih adalah berada dalam wilayah ahkam ijtihadiyyah (hukum ijtihadi) yang menjadi bagian dari ahkam amaliyah (hukum prkatis). Bukan bagian dari ahkam qath’iyyah (hukum pasti) yang isinya adalah prinsip-prinsip akidah yang termuat dalam rukun iman.

Bahasa yang lebih sederhana, ushul fikih bukan al Qur’an maupun hadis, tetapi metodologi menggali hukum dari keduanya. Dalam konteks bernegara, Pancasila ya seperti itu. Bukankah dalam konteks politik Islam hanya menetapkan prinsip-prinsip ajarannya?, Yaitu al Musawah (kesetaraan), al ‘adalah (keadilan), syura (musyawarah) hurriyah (kebebasan) dan riqabah al ummah (kontrol dari rakyat).

Bila cara pikirnya seperti ini, segera akan mengerti bahwa Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Justru merupakan sarana terbaik untuk membumikan nilai-nilai Islam di Nusantara. Kalau begitu para pendahulu kita tidak salah menerima Pancasila sebagai asas tunggal dengan kematangan ilmu agama dan cara pikirnya yang cerdas. Yang salah justru yang beranggapan (dzan dalam istilah ushul fikih) Pancasila bertentangan dengan Islam.

Perumus Pancasila adalah mereka yang benar-benar ahli, baik dari kalangan Islam maupun non Islam. Sebab itu para ulama se-Indonesia tidak ragu untuk menerima Pancasila sebagai dasar negara.

Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir al Qur’an al ‘Adhim mengutip sebuah hadis, Rasulullah pernah ditanya oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib tentang suatu rencana. Beliau menjawab, “Musyawarahkan dulu dengan ahlinya, kemudian ikuti mereka”.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …

manfaat tidur

Hati-hati, Ternyata Ada Tidur yang Membatalkan Puasa

Pemahaman tekstual terhadap dalil agama bisa berakibat fatal. Pemaknaan apa adanya tersebut berkontribusi memberikan informasi …