islam menghormati disabilitas

Fikih Disabilitas (1): Penghormatan Islam terhadap Penyandang Disabilitas

Harus diakui bahwa banyak orang yang memandang disabilitas sebagai aib yang memalukan. Keluarga dan kerabat penyandang disabilitas pun seringkali tidak memberikan ruang penghargaan yang semestinya. Penyandang disabilitas seringkali dikucilkan dari pergaulan sehingga mereka tambah minder dan tidak percaya diri.

Padahal, Tuhan sendiri sangat menghargai dan menghormati mereka sebagai mahluk. Islam memandang semua manusia setara. Perbedaan fisik merupakan takdir yang sengaja dibuat oleh Tuhan supaya manusia saling melengkapi dan saling menolong.

Dalam al Qur’an: “Tidak ada halangan bagi penyandang disabilitas netra, tidak (pula) bagi penyandang disabilitas daksa, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumahmu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah ini, hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat dan kebaikan. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu agar kamu memahaminya”. (QS. an Nur: 61).

Ayat di atas secara eksplisit sebagai penegasan terhadap kesetaraan semua manusia, apapun kelebihan dan kekurangannya. Termasuk terhadap penyandang disabilitas, Islam melarang adanya diskriminasi kepada mereka. Mereka tidak boleh dianggap sebagai beban, baik di keluarga maupun lingkungan sekitarnya.

Menafsirkan ayat di atas, Ali as Shabuni dalam Tafsir Ahkamnya menyatakan, tidak ada dosa bagi orang yang memiliki udzur dan keterbatasan (disabilitas netra, daksa dan orang sakit) untuk makan bersama non disabilitas, sebab Allah membenci kesombongan dan orang-orang yang sombong. Allah menyukai kerendahan hati dari para hamba-Nya.

Diskriminasi disabilitas sejatinya adalah sebuah kesombongan sebagaimana ditegaskan oleh ayat di atas. Gengsi yang tinggi sehingga penyandang disabilitas dikucilkan merupakan perbuatan yang tidak disenangi oleh Allah. Semestinya, kita yang memiliki fisik sempurna mensupport supaya mereka merasa nyaman dan hidup selayaknya manusia.

Ayat di atas juga mengajarkan, setiap manusia semestinya memiliki rasa empati untuk menerima para penyandang disabilitas sebagai bagian dari mereka, sebagai makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan dan memiliki hak yang sama dalam kehidupan. Dengan demikian, penghinaan dan bullying terhadap penyandang disabilitas tak ubahnya penghinaan juga kepada Tuhan.

Suatu ketika Allah pernah menegur Rasulullah karena mengabaikan penyandang disabilitas yang datang hendak meminta petuah-petuah dari beliau.

“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang disabilitas netra telah datang kepadanya. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin menyucikan dirinya (dari dosa). Atau ia ingin mendapatkan pengajaran yang memberi manfaat kepadanya. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memperhatikan mereka. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau ia tidak menyucikan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sementara ia takut kepada Allah, engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu). Sungguh (ayat-ayat) itu adalah peringatan…”. (QS. ‘Abasa: 1-11).

Teguran Allah kepada Nabi Muhammad di atas sebagai bukti adanya kewajiban non disabilitas terhadap penyandang disabilitas, supaya menghormati dan memperlakukan mereka secara manusiawi. Tidak sekadar mengasihani, lebih dari itu, harus memberikan penghormatan dan penghargaan kepada mereka dalam segala hal; pendidikan, pekerjaan, dan bahkan dalam hal ibadah.

Khusus dalam hal ibadah harus ada formula hukum Islam (fikih) yang mengandung maslahat nyata bagi penyandang disabilitas. Suatu aturan yang tidak memberatkan terhadap mereka sebagaimana agama Islam yang hadir tidak dalam rangka membebani umatnya dengan aturan di luar batas kemampuan.

Karena ada banyak sebab bagaimana Allah meninggikan derajat manusia di sisi-Nya. Termasuk kepada penyandang disabilitas, mereka dijanjikan derajat tinggi yang tidak akan diberikan kepada selain mereka. Derajat luhur itu diberikan karena sebab kekurangan atau cacat yang mereka alami.

Rasulullah bersabda: “Sungguh seseorang niscaya punya suatu derajat di sisi Allah yang tidak akan dicapainya dengan amal, sampai ia diuji dengan cobaan di badannya, lalu dengan ujian itu ia mencapai derajat tersebut”. (HR. Ibnu Abi Syaibah).

Sekalipun penyandang disabilitas dipandang memiliki kekurangan fisik di dunia, namun mereka dijanjikan suatu kehormatan kelak di sisi Allah. Suatu derajat yang tidak bisa diraih dengan amal sebanyak apapun. Karenanya, kita harus menghilangkan stigma negatif terhadap mereka dan menghormati layaknya manusia pada umumnya.

 

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

sikap orang tua terhadap anak

Ketika Orang Tua Durhaka Kepada Anaknya

Selama ini yang lazim kita dengar adalah anak durhaka kepada orang tua. Sementara hampir tidak …

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …