islam menghormati disabilitas

Fikih Disabilitas (2): Cara Istinja’ Penyandang Disabilitas Fisik

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang disebabkan genetik maupun kecelakaan mengalami keterbatasan dalam hal fisik, mental, intelektual maupun sensorik.  Kondisi ini berakibat pada terbatasnya aktifitas, bahkan dalam beberapa aktifitas tertentu sangat kesulitan. Misalnya, penyandang disabilitas fisik mengalami kesulitan disaat istinja’ (bersuci setelah buang air; besar atau kecil), terutama penyandang disabilitas fisik yang tidak memiliki tangan sejak lahir, karena amputasi atau tangannya tidak berfungsi.

Bagi umat Islam, ketidaknormalan tersebut berimplikasi timbulnya kesulitan dalam menjalankan ibadah seperti shalat, dimana salah satu syarat sahnya shalat ada suci dari hadats dan najis. Karena itu, harus ada solusi fikih yang mentolerir istinja’ penyandang disabilitas.

Salah satu kitab fikih madhab rujukan utama madhab Hanafi, Radd al Mukhtar karya Ibnu Abidin, mengutip pendapat yang termaktub dalam kitab Tatarkhaniyyah, menjelaskan laki-laki yang sedang sakit sementara ia tidak memiliki istri atau budak perempuan boleh meminta bantu berwudhu kepada anak laki-laki atau saudara laki-lakinya. Tetapi, tidak boleh meminta bantu istinja’ kepada mereka. Dalam kondisi demikian kewajiban istinja’ gugur.

Kalau yang sakit adalah perempuan dan tidak mampu berwudhu sendiri, sementara ia tidak punya suami maka boleh minta bantu kepada anak perempuan dan saudara perempuannya. Tapi, tidak boleh meminta bantuan mereka saat istinja’. Pada saat itu kewajiban istinjak gugur baginya.

Hukum ini berlaku juga untuk orang yang kedua tangannya buntung, baik karena faktor genetik, lumpuh dan sebab lainnya yang menyebabkan kedua tangannya tidak berfungsi.

Madhab Imam Syafi’I bahkan menganjurkan pengikutnya yang mengalami kondisi tersebut untuk merubah haluan mengikuti madhab Abu Hanifah dan Imam Malik ketika shalat. Seperti ditulis Abdurrahman Ba Alawi dalam Bughyah al Mustarsyidin.

Madhab Abu Hanifah mengatakan, seseorang yang sakit dan tak mampu menggerakkan kepalanya, boleh tidak shalat. Kalau sehari kemudian ia sembuh tetap tidak wajib mengganti shalat tersebut. Sementara untuk melakukan syarat-syarat shalat apabila mungkin boleh meminta bantu kepada orang lain. Ini pendapat yang kuat. Namun, apabila tetap mengalami kesulitan sekalipun dibantu orang lain, misalnya najis yang keluar terus menerus, tak perlu meminta bantuan orang lain.

Imam Abu Hanifah sendiri berpendapat, tidak wajib secara mutlak minta bantu orang lain, sebab hal itu tidak bisa disebut mampu. Andaikan orang tersebut bertayamum karena tidak mampu berwudhu, lalu shalat dengan membawa najis atau tidak menghadap kiblat, shalatnya sah sekalipun ada kemungkinan dirinya minta bantuan orang lain.

Menurut pendapat Imam Malik, wajib menggerakkan ujung kepalanya saja atau menjalankan rukun-rukun shalat dalam hati. Pendapat yang kuat dalam madhab Imam Malik mengatakan, suci badan, pakaian dan tempat dari najis hukumnya sunnah. Namun kalau seseorang tahu ada najis di badan, pakaian atau tempat, serta mampu menghilangkan  najis tersebut, sunnah untuk mengulangi shalatnya.

Kesimpulannya, penyandang disabilitas yang kesulitan istinja’ secara sempurna boleh meminta bantu kepada istrinya atau suami, jika tidak punya pasangan halal maka istinja’ dengan cara apa saja, semampunya. Sekalipun istinja’nya tida sempurna da nada najis yang tersisa, ia boleh melakukan shalat berpedoman pada madhab Hanafi dan Maliki.

Pendapat madhab Hanafi, jika seseorang tidak mampu menghilangkan najis secara sempurna, kemudian shalat maka shalatnya sah dan tak perlu mengulang (I’adah) ketika sembuh, sekalipun ada orang lain yang bisa membantunya.

Sedangkan menurut pendapat Imam Malik, suci dari najis merupakan sunnah bukan wajib dalam shalat. Sehingga, shalat membawa najis tetap sah. Tapi, disarankan mengulangi shalatnya ketika telah sembuh.

Bagikan Artikel ini:

About Faizatul Ummah

Alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dan Bendahara Umum divisi Politik, Hukum dan Advokasi di PC Fatayat NU KKR

Check Also

sikap orang tua terhadap anak

Ketika Orang Tua Durhaka Kepada Anaknya

Selama ini yang lazim kita dengar adalah anak durhaka kepada orang tua. Sementara hampir tidak …

Toa masjid

Toa dan Sejarah Tadarus Al Qur’an di Bulan Ramadan

Ramadan kali ini pun tak luput dari perdebatan soal pengeras suara (TOA). Polemik bermula dari …