hukum golput
golput

Fikih Politik (4): Hukum Golput dalam Pilkada atau Pilpres

Alasan pertama untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pesta demokrasi atau Golput adalah karena banyaknya fakta penyelewengan yang dijanjikan kandidat. Harapan publik itu tidak tercapai. Slogan untuk kepentingan publik maupun bekerja untuk rakyat jarang ada yang terealisasi. Masyarakat hanya dijadikan objek untuk memuluskan jalan berkuasa kandidat, bukan penerima manfaat dari kontestasi lima tahunan.

Akhirnya sebagian masyarakat memilih golput atau non-voting (orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya) karena alasan tersebut. Ini problem. Karena dalam sistem demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat.

Bagaimana pandangan hukum Islam tentang Golput?

Dalam literatur-literatur fikih siyasah (fikih politik) jumhur ulama sepakat bahwa mengangkat seorang pemimpin (nashbul imam) hukumnya wajib. Mendirikan pemerintahan dalam suatu negara kemudian mengangkat salah seorang yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin hukumnya wajib.

Kalangan Mu’tazilah menghukumi wajib aqli. Sedangkan Ahlussunah menyatakan wajib syar’i. Seperti dijelaskan pada tulisan sebelumnya “Hukum memilih pemimpin dalam Islam”, pada akhirnya baik Mu’tazilah maupun Ahlussunah sama-sama berkesimpulan nashbul imam hukumnya wajib.

Kemaslahatan umat menjadi pertimbangan paling utama dalam konteks kewajiban adanya seorang pemimpin. Apa jadinya sebuah negara tanpa seorang pemimpin? Pasti berlaku hukum rimba; yang kuat memangsa yang lemah. Karena kepentingan individu-individu pasti tidak sama dan masing-masing ingin kepentingannya terwujud.

Syaikh Muhammad Said Ramadhan al Buthi pernah berkata: “Negara tanpa pemerintahan akan hancur”.

Tentang sarana yang dipakai secara teknis tidak diatur secara sharih dalam dua sumber primer hukum Islam. Al Qur’an dan hadits tidak secara tegas merekomendasikan suatu sistem apa yang paling pas untuk mengangkat pemimpin. Teknisnya diatur dengan kreatifitas ijtihad masyarakat sendiri. Sistem apa yang dipandang lebih menunjang terciptanya kemaslahatan sebuah negara itulah yang dipakai.

Indonesia dengan penduduknya yang multikultural lebih memilih sistem demokrasi sebagai sarana untuk nashbul imam. Semuanya ditentukan atas penilaian rakyat. Siapa yang mendapat dukungan mayoritas suara, dialah yang layak menjadi pemimpin.

Karena nashbul imam dalam alam demokrasi tidak bisa terealisasi tanpa Pemilu atau Pilpres maka keduanya mengikuti hukum nasbul imam, yakni wajib.

Kaidah fikih berbunyi: “ma la yatimmu al wajib Illa bihi fahuwa wajibun”, sesuatu yang menjadi keharusan untuk terealisasinya kewajiban, sesuatu itu hukumnya juga wajib.

Berdasar pada kaidah ini, Syaikhul Islam Ali dalam Kaidah Fikih Politik; Pergulatan Pemikiran Politik Kebangsaan Ulama (2017) menjelaskan, Islam tidak hanya mengatur soal ibadah, tapi juga mewajibkan sebuah imarah (pemerintahan) untuk mengatur urusan duniawi dan menjaga agama (hirasah al Din wa siyasah al dunya). Tujuannya tidak ada lain untuk menghilangkan mudharat demi tercapainya kemaslahatan agama dan urusan dunia.

Dengan demikian, non-voting atau Golput hukumnya sama dengan mengangkat seorang pemimpin, yakni haram. Memberikan hak pilih dalam kontestasi lima tahunan mulai dari pemilihan Caleg (kabupaten, kota, provinsi dan pusat), bupati, wali kota, gubernur dan presiden hukumnya wajib. Alasan Golput karena mereka yang dipilih sering menyalahi kontrak publik tidak bisa diterima secara hukum fikih. Persoalan amanah atau tidak ada hukum lain yang mengaturnya.

Alasan masyarakat sering dikhianati oleh pemimpin pilihan mereka tidak dapat menggugurkan hukum wajib tersebut. Karena dalam Islam ketika menghadapi situasi yang berpotensi menimbulkan beberapa kemudharatan, maka yang dipilih adalah kemudharatan yang lebih kecil.

Kaidah fikih menyatakan, “Jika ada dua Mudharat, maka dipilih yang paling ringan”. Juga ada kaidah yang menyatakan, “Sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya, jangan ditinggalkan semuanya “.

 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Lebaran Topat perkuat silaturahmi dan jaga tradisi leluhur

Lebaran Topat di Mataram Pupuk Silatarahmi Antaragama dan Jaga Tradisi Leluhur

Mataram – Seperti di daerah-daerah lain saat Hari Raya Idul Fitri, di Kota Mataram, Nusa …

KH Yusnar Yusuf Rangkuti PhD

Tak Bertentangan dengan Syariat Islam, Budaya dan Kearifan Lokal Saat Idulfitri Perlu Terus Dilakukan

Jakarta – Perayaan Idulfitri di Indonesia biasanya diramaikan dengan berbagai budaya dan kearifan lokal, sesuai …