Pernikahan beda agama
Pernikahan beda agama

Gagal Nikah Akibat Beda Agama, UU Perkawinan Digugat, MUI: Bertentangan Dengan Konstitusi

Jakarta – Warga Mapia Tengah Dogiyai Papua, Ramos Petage, mengajukan permohonan judicial review UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ramos beralasan UU Perkawinan menyebabkan dia yang beragama Katolik tidak bisa menikah dengan wanita muslim.

Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi.Dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (10/2/2022), Amirsyah menghormati gugatan yang dilayangkan Ramos. Namun pernikahan beda agama bertentangan dengan konstitusi karena adanya jaminan kemerdekaan dan kebebasan beragama sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945.

“Apa yang disampaikan pria bernama E Ramos Petege asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Papua, melayangkan uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 merupakan hak konstitusi sebagai warga negara,” kata Amirsyah.

Amirsyah mengatakan, secara yuridis, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri. Menurut Amirsyah, tujuan membentuk keluarga atau jalinan rumah tangga pasangan suami-istri yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana agamanya.

Dia menilai pernikahan pasangan beda agama jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan.

“Karena itu fakta yang terjadi, ketika pernikahan beda agama antara mempelai pria dan wanita tidak berlangsung lama. Karena salah satu fakta bahwa berbeda keyakinan membuat gagalnya rumah tangga,” ujar Amirsyah.

Amirsyah menilai sudah tepat aturan syarat sahnya suatu perkawinan sebagaimana diatur UU Perkawinan. Dalam UU ini, disebutkan bahwa suatu perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum tiap agamanya dan kepercayaannya itu. Di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, hal itu sangat diperlukan karena pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.

“Misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan,” ujar Amirsyah.

Sebelumnya, Ramos Petage mengajukan judicial review UU Perkawinan ke MK. Ramos Petege beralasan UU Perkawinan menyebabkan dia yang beragama Katolik tidak bisa menikah dengan wanita muslim.

“Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi, setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda,” demikian bunyi permohonan Ramos Petage dalam permohonan yang dilansir website MK, Senin (7/2/2022).

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel M.Si

Ideologi Terorisme Berkembang di Bawah Permukaan, BNPT: Waspada!

Jakarta – Seluruh pihak diingatkan untuk mewaspadai bersama perkembangan ideologi terorisme yang kerap terjadi di …

sidang gugatan Pilpres di MK

Tanggapi Putusan MK, PBNU: Kedepankan Empat Nilai Dasar Ahlussunnah wal Jama’ah

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pilpres pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Cak …