Habib Luthfi bin Yahya
Habib Luthfi bin Yahya

Habib Luthfi Ajak Anak Bangsa Tingkatkan Rasa Syukur Melalui Filosofi Sebutir Nasi

Jakarta- Rais ‘Aam Idarah Aliyah Jami’yah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya mengajak bangsa Indonesia untuk meningkatkan rasa syukur sekaligus meningkatkan nasionalisme atas karunia Allah SWT berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hadirnya NKRI dan berkibarnya bendera merah putih tidak datang begitu saja.

Hal itu merupakan karunia Allah dan berkat andil perjuangan para pejuang. Sehingga ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk belajar dari perjuangan para pendiri bangsa dalam mewujudkan kemerdekaan ini. 

“Setiap anak yang taat pada orang tua, pasti tahu jerih payahnya bagaimana melihat orang tua mencari sesuap nasi dan berharap anaknya akan bisa lebih dari dia,” jelasnya pada Silaturahmi Nasional Lintas Agama di Jakarta bertajuk Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Kebhinekaan di Jakarta, Minggu (27/12/2020), dikutip dari NU Online.

Ia mengajak, jangan sampai setiap elemen bangsa di Indonesia terlena dan lupa dengan kondisi kenikmatan berbangsa dan bernegara yang merupakan andil banyak pejuang dengan pengorbanan jiwa dan raga

Habib Luthfi lantas mengisahkan suatu hari gurunya terlihat berpakaian rapi ketika hendak makan. Ia pun merasa penasaran dan bertanya kepada gurunya tentang bagaimana adab atau tata krama orang ketika mau makan. Gurunya menjawab bahwa di antara tata krama orang ketika makan adalah berpakaian rapi. Hal ini adalah untuk menghormati yang memberi rezeki.

“Kalau sudah menghormati kepada yang memberi rezeki yang muncul syukur, yang muncul akhlak, yang muncul adab. Mau menyalahkan, ndak bisa,” kata Habib Luthfi.

Gurunya lalu menjelaskan bahwa satu butir nasi yang dimakan itu merupakan rezeki sangat luar biasa dari yang Kuasa. Manusia tidak bisa menciptakan satu butir nasi ataupun setengahnya. Hadirnya satu butir nasi di depan kita pun tidak datang begitu saja. Banyak andil orang lain dalam proses hadirnya sebutir nasi, sehingga bisa dimakan.

Sebagai wujud syukur ini, doa mau makan pun mengandung makna yang luar biasa karena di dalamnya tidak hanya mendoakan diri sendiri, namun mendoakan orang banyak dengan dhomir atau kata ganti ‘kita’, bukan ‘saya’. Dan doa ini pun bukan hanya skala kehidupan dunia saja namun memiliki dimensi doa sampai hari akhirat.

“Menggunakan harful jamak, tidak menggunakan mufrad. Artinya ‘kami’ atau ‘kita’, tidak menggunakan kalimah ‘saya’. Allahumma barik lana. ‘Ya Allah berkahilah kami atau kita semuanya’. Yang nyangkul, yang matun (merawat) dan sebagainya,” jelas Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

ilustrasi masjid tempat ibadah umat

Khutbah Jumat: Menjaga Semangat Beribadah Ramadan di Bulan Syawwal

Khutbah I الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ …

lapar

Saya khawatir Apabila Perut Kenyang akan Lupa pada yang Kelaparan

Ramadan telah berlalu, tetapi ada nilai sangat penting yang harus disisakan. Selalu terus merawat keadaan …