memilih pemimpin

Hati-hati Memilih Pemimpin, Ini Yang Perlu Diperhatikan !

Seperti sebelum-sebelumnya, menjelang pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) banyak pamflet atau baliho yang dipajangkan sepanjang jalan beserta janji-janjinya. Bahkan tidak sedikit sudah melakukan gerakan sosial dengan melakukan perbaikan jalan, sumbangan fakir miskin, bedah rumah dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan tidak lain dalam rangka menarik simpati massa agar mendapat dukungan sebanyak-banyaknya. Ini fakta yang terjadi dalam setiap menjelang Pemilu kita.

Lalu bagaimana tanggapan Fiqh mengenai praktek yang demikian ? Bolehkah memilih pemimpin negara karena memberikan sesuatu untuk dipilih?

Sebagaimana dijelaskan di dalam hadits, ada tiga orang yang kelak tidak akan diajak bicara oleh Allah swt, dan dosa-dosanya tidak akan diampuni. Ketiga orang tersebut yaitu: Pertama, orang yang memiliki kelebihan air tetapi tidak mau memberikan kepada orang yang sedang membutuhkannya, Kedua, orang yang berdusta menjual barangnya, Ketiga, orang yang membaiat seorang imam karena tertarik terhadap apa yang ia berikan. Seandainya ia tidak memberikan apa-apa maka ia tidak akan membaiatnya.

Membaiat imam, dalam konteks Indonesia sama saja dengan memilih Presiden, Wakil Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ulama’ sepakat bahwa dalam memilih pemimpin apapun jenisnya harus berdasarkan karena ia mampu menegakkan kebenaran dan menghilangkan kemungkaran. Al Hafidz Ibn Hajar al Atsqalani dalam Fathul Bari menjelaskan:

وَالْأَصْلُ فِي مُبَايَعَةِ اْلاِمَامِ اَنْ يُبَايِعَهُ عَلَى اَنْ يَعْمَلَ بِالْحَقِّ وَيُقِيْمَ الْحُدُوْدَ وَيَأْمُرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ

Artinya: Dasar di dalam membaiat imam yaitu membaiat karena ia akan melakukan yang haq, menegakkan keadilan dan memerintahkan yang baik serta melarang yang mungkar

Pernyataan sama juga disampaikan oleh al Khattabi sebagaimana dikutib oleh syaikh al Munawi dalam kitabnya Faidul Qadir.

Wal hasil, di dalam memilih seorang pemimpin harus memiliki I’tikad dan keyakinan bahwa orang yang dipilihnya nanti benar-benar akan mampu mewujudkan kebaikan kepada ummat manusia. Sebab seorang imam merupakan pengganti Allah swt dan Rasul_Nya dalam mewujudkan kemaslahatan di muka bumi ini. Maka hendaknya di dalam memilih pemimpin harus dengan dasar yang benar.

Sebab itu, ulama’ juga sepakat barang siapa yang memilih pemimpin karena faktor pemberian hukumnya haram dan masuk ke dalam janji ancaman Allah swt. sebagaimana disebutkan hadits di atas. Al Khattabi berkata:

فَمَنْ جَعَلَ مُبَايَعَتَهُ لِمَا يُعْطَاهُ دُوْنَ مُلَاحَظَةِ الْمَقْصُوْدِ فَقَدَ دَخَلَ فِي الْوَعِيْدِ

Artinya: Barangsiapa yang menjadikan pembaiatannya karena dasar pemberian, bukan karena memperhatikan tujuan utamanya, maka sungguh telah masuh ke dalam janji-janji Allah swt

Bahkan al Hafidz Ibn Hajar al Atsqalani mempertegas setiap tindakan apapun lebih-lebih dalam memilih pemimpin tanpa dasar karena Allah swt dan hanya untuk mendapatkan kedunian adalah perbuatan yang bathil di mana pelakunya menjadi berdosa.

وَفِيْهِ أَنَّ كُلَّ عَمَلٍ لَا يُقْصَدُ بِهِ وَجْهُ اللهِ وَأُرِيْدَ بِهِ عَرَضُ الدُّنْيَا فَهُوَ فَاسِدٌ وَصَاحِبُهُ آثِمٌ

Artinya: Dari hal tersebut, setiap perbuatan yang bukan tujuan karena Allah swt, dan menginginkan memperoleh dunia maka perbuatan tersebut batal dan pelakunya berdosa

Sebab itu, maka hendaknya pada Pemilu akan datang kita tekatkan dalam memilih Presiden, Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat karena dasar mereka orang-orang yang mampu mewujudkan Indonesia kepada yang lebih baik, bukan karena pemberian yang ia lakukan.

Bagikan Artikel ini:

About Ernita Witaloka

Mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain Sukowono Jember Takhassus Fiqh Siyasah

Check Also

caci maki

Hukum Menghina Kinerja Pemerintah

Pada prinsipnya, Islam melarang siapa pun menghina orang lain, termasuk kepada Pemerintah. Menghina termasuk perbuatan …

politik

Siapakah yang Dimaksud Pemimpin Dzalim ?

Dalam salah satu riwayat, ketika Umar bin Abdil Aziz ra diganti menjadi khalifah ia berdiri …