Jujur demi kebaikan sudah semestinya menjadi kewajiban. Namun terkadang kejujuran itu tidak bisa kita terapkan dengan total. Bisa saja kita jujur dalam omongan, tetapi tidak bisa jujur dalam tindakan. Padahal secara hakikat meliputi jiwa raga. Zahir dan batin. Oleh sebab itu, dalam upaya membersihkan jiwa maka langkah pokok yang harus dilakukan adalah kejujuran.
Namun, lain halnya dengan kisah inspiratif yang diceritakan dari Abdullah bin Dinar bahwa suatu ketika ia bersama dengan Umar bin Khatab pergi ke Mekah. Saat malam hari tiba, ia dan sayyidan Umar bin Khattab beristirahat. Lalu ada seorang pengembala dari gunung datang menghampiri mereka berdua. Sontak melihat hal itu, Umar pun bertanya kepada pengembala itu, “Wahai pengembala, juallah kepadaku satu ekor saja dari domba-domba ini.”
Mendengar tawaran itu, sang pengembala menjawab, “Aku hanya seorang budak, tak kuasa menerima tawaran itu.” Lalu Umar berkata lagi, “Katakan saja kepada tuanmu kalau dombanya dimakan serigala.” Pengembala itu justru menjawab, “Jika seperti itu, lalu di mana Allah?” Mendengar jawaban itu Umar pun menangis, dan keesokan harinya lantas dia membeli budak itu dari tuannya dan memerdekakannya, lalu ia mengatakan, “Di dunia ini kamu telah dimerdekakan oleh kata-katamu ini. Dan aku berharap kelak di akhirat kata-kata itu akan memerdekakan dirimu dari azab neraka.”
Kefakiran pengembala itu tidak menjerumuskannya pada kekafiran. Karena dilandasi dengan keimanan yang sangat kuat (haqqaa tuqatih). Bahkan dalam keadaan yang jauh dari pengawasan ketat, ia bisa tetap memegang teguh amanah yang dititipkan oleh majikannya kepadanya.
Kisah tersebut sangat korelatif dengan saat yang tepat ini. Teladan baik yang dilakukan oleh pengembala itu memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk mengolah kejujuran zahir dan batin.
Maka kejujuran itu yang mengetahui hanya diri kita dan Allah yang Maha Tahu. Dan tidak ada sedikitpun di dunia ini yang luput dari Allah. Sebagaimana disampaikan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 5: “Sesungguhnya tidak ada yang tersembunyi dari Allah sekecil apapun di bumi maupun di langit.”
Prinsip itulah yang harus dipegang erat. Karena di manapun dan kapanpun kita melakukan sesuatu, pasti Allah menyaksikannya. “Dan dia selalu bersamamu dimana kamu berada. Allah Maha Melihat apa saja yang kamu lakukan,” QS. 57:4.
Orang yang berhasil menerapkan sikap jujur maka ia akan mendapatkan kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw. “Sesungguhnya kejujuran itu menunjukkan pada kebaikan. Sedangkan kebaikan mengarahkan pada surga.” Kemudian dikuatkan lagi dengan firman Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an surah Al-Infithar ayat 10-15, “Sesungguhnya terdapat penjaga di dalam dirimu. Mereka para penulis yang mulia, yang mengetahui apa saja yang kamu lakukan. Maka sesungguhnya orang yang melakukan kebaikan berada di dalam surga. Dan orang yang melakukan keburukan berada di dalam neraka,” QS. 82:10-15.
Dari ayat-ayat maupun hadis tersebut mengindikasikan tidak ada dalih lagi untuk tidak berlaku jujur. Karena kejujuran yang menjadi kunci kemaslahatan sosial. Sehingga tidak ada lagi diskriminasi dan tidak ada lagi penindasan dalam hal apapun.