istri nabi
istri nabi

Kisah Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Nabi Muhammad Saw (Bagian III)

Dalam catatan sejarah adalah 11 wanita yang pernah menjadi istri Rasulullah Saw. Masing-masing istri itu telah memberikan makna tersendiri dan peran penting bagi kehidupan dan kelanjutan dakwah rasulullah saw.

Perempuan-perempuan yang berperan sebagai istri Rasul itu telah menjadi pendamping sekaligus wanita mulia yang menemani dan menjadi saksi sejarah kenabian. Pada tulisan sebelumnya telah diulas 5 dari 11 istri Nabi. Berikut kelanjutannya.

Hindi Bin Abi Umayah (Ummu Salamah)

Hindi Binti Abi Umayah al-Mahzumiah juga dikenal dengan nama Ummu Salamah. Ia dinikahi Rasulullah Saw pada tahun ke empat Hijriyah. Suaminya wafat dalam peperangan di Jabal Uhud yang meninggalkan empat anak. Ummu Salamah termasuk wanita yang memiliki paras cantik, pintar,  dermawan dan pemikiran yang kritis.

Sebelum menikah dengan Rasulullah ia termasuk yang banyak memberikan masukan kepada Nabi dan sahabat-sahabatnya saat penandatangan perjanjian Hudaibiyah. Ia juga dikenal sabar dan tangguh dalam menghadapi berbagai cobaan.

Sejak kecil ia sudah beriman kepada Rasulullah bersama suaminya Abi Salamah. Ketika Rasulullah memerintahkan pengikut-pengikutnya agar hijrah ke Habsyi karena tekanan dari kaum quraisy, ia mengizinkan suaminya Abi Salamah ikut bersama para sahabatdan pengikut Nabi. Sementara ia tetap tinggal di Mekkah mengurus anak-anaknya.

Ummu Salamah juga dikenal dermawan, suka membantu kaum lemah dan orang yang membutuhkannya. Ia dan keluarganya termasuk orang berada dan terpandang di kalangan kaum quraisy.

Ketika ia menjanda, Abu Bakar Assiddiq pernah melamarnya karena perihatin melihat nasib Ummu Salamah bersama anak-anaknya setelah ditinggal suaminya. Akan tetapi Ummu Salamah menolaknya dan menyampaikan bahwa dirinya tidak ingin lagi menikah karena selalu mengenang suaminya yang begitu baik dan loyal kepada Rasulullah Saw.

Ternyata Rasulullah Saw juga menaruh perhatian atas jasa-jasa keluarga dan perjuangannya dalam mempertahankan keyakinan dan dakwah Rasulullah Saw. Karena itu, Rasulullah mengutus seorang sahabat untuk melamarnya. Namun Ummu Salamah menjawa bahwa dirinya sudah tua dan sudah tidak punya apa-apa serta punya anak.

Akan tetapi Rasulullah menjawab bahwa dirinya lebih tua dari Ummu Salama. Ketika itu Ummu Salamah berumur 35 tahun. Rasulullah juga menyampaikan bahwa anak-anaknya adalah urusan Allah dan Rasulnya. Ummu Salama pun menerima lamaran itu dan dinikahi oleh Rasulullah sebagai istri yang keenam.

Menurut Riwayat bahwa banyak sekali ayat yang turun kepada Rasulullah karena pertanyaan-pertanyaan Ummu Salamah. Karena itu ia dikenal sebagai ummul mukminin yang cerdas dan memahami kaidah fiqih khususnya yang terkait dengan kewanitaan. Ia juga salah satu ummul mukminin yang paling terakhir meninggal dunia.

Ramlah binti Abi Sufyan

Ramlah binti Abi Sufyan juga dikenal dengan nama Ummu Habibah yang disandarkan atas putri satu-satunya yang bernama Habibah dari suami pertamanya, Ubaidillah bin Jahasy Alasady. Ummu Habiba bukanlah orang sembarangan, ia adalah keturunan paling terhormat di kalangan orang Quraisy. Ia adalah putri dari Abi Sufyan dan juga keluarga dekat sahabat nabi Usman bin Affan dan saudara kandung dari Muawiyah bin Abi Sufyan pendiri Kekhalifaan Muawiyah pertama di Damasqus.

Ummu Habibah bersama suaminya hijrah ke Habsyi bersama dengan sahabat dan pengikut Rasulullah yang meninggalkan Mekkah akibat tekanan dan penyiksaan orang-orang Quraisy. Namun sangat disayangkan karena suaminya Ubaidillah bin Jahaz Al Asadi murtad dan memeluk agama Nasrani ketika berada di Habsyi.

Ummu Habibah tetap konsisten memelihara keyakinannya terhadap risalah Rasulullah dan tidak mengikuti langkah suaminya yang berpindah agama, termasuk mempertahankan kehormatan keluarganya dan suaminya sebelum. Meskipun demikian Ummu Habibah juga tetap memelihara hubungan baik dengan keluarga-keluarganya yang masih musyrik termasuk ayahnya sendiri.

Suatu ketika Abi Sufyan, ayahnya yang saat itu belum beriman kepada Rasulullah datang dan berkunjung ke Madinah untuk menemui Rasulullah Saw dalam rangka memperpanjang kesepakatan gencatan senjata yang telah ditandatangani oleh Nabi dengan orang-orang Quraisy Mekkah. Setibanya di Madinah Abi Sufyan langsung mendatangi rumah putrinya Ummu Habibah dan masuk ke rumahnya.

Ketika itu Abi Sufyan ingin duduk di tikar yang selalu ditempati Rasulullah Saw duduk. Namun dicegat dan dilarang oleh Ummu Habibah untuk duduk di tikar tersebut. Lalu Abu Sufyan kaget dan bertanya kepadanya kenapa saya dilarang duduk di sini. Ummu Habibah menjawab bahwa ini adalah tikar Rasulullah Saw dan engkau wahai orang tuaku masih dalam keadaan najis karena engkau belum beriman kepada Rasulullah Saw.

Rasulullah menikahi Ummu Habibah masih berada di Habsyi. Ia mengirim berita kepada Raja Najsy menyampaikan kepada Raja bahwa ia bermaksud menikahi Ummu Habibah setelah suaminya meninggalkan keyakinannya. Nabi mengutus seseorang bernama Khalid bin Said bin Ash untuk mewakilinya menikahi Ummu Habibah.

Ketika kaum muslimin meninggalkan Habsyi, Raja Najsy mengirim sejumlah hadiah kepada rasulullah Saw di Madinah. Ummu Habibah sendiri didampingi oleh salah satu sahabat yang bernama Syarhabil bin Hassanah hingga Madinah. Rasulullah menikahi Ramlah binti Abi Sufyan sebagai penghormatan kepadanya atas konsistensinya menjaga keimanannya dan tidak mengikuti suaminya yang berpindah agama.  

Juwairiyah Binti Al-Harist

Juwairiyah binti Alharis adalah salah satu ummul mukminin yang memiliki latar belakang politik dan strategis dalam pernikahannya dengan Rasulullah. Juwairiyah juga adalah seorang wanita terkenal di sukunya. Kecantikan dan kepiawannnya bermain mendampingi orang tuanya sebagai tokoh suku merupakan sesuatu yang membuat Juwairiyah sangat terkenal di kalangan sukunya.

Bani Mustalak adalah salah satu suku di sekitar Madinah yang paling benci dan iri terhadap umat Islam di Madinah. Kebenciannya dapat dilihat dalam keterlibatannya dalam beberapa perang yang mendukung kaum musyrik Mekkah untuk memerangi kaum muslimin mulai pada saat perjanjian hudaiabiyah, kemudian perang badar dan perang uhud.

Tokoh-tokoh suku ini sudah memainkan peran dalam mempertajam konflik antara kaum muslimin di Madinah dengan kaum musyrikin di Mekkah. Tingkah laku Bani Mustalak juga sebenarnya dicium oleh Rasulullah sebagai orang-orang yang munafiq. Suatu ketika Rasulullah mendapat kabatr bahwa Bani Mstalak yang dipimpin oleh Al Haris bin Dirar orang tua Juwairiyah akan menyerang kota Madinah. Beliau pun meminta sahabatnya agar segera memantau perkembangan di luar Madinah.

Setelah mereka memastikan bahwa pasukan Bani Mustalak sedang menuju Madinah, Rasulullah mempersiapkan 700 pasukannya dan 30 pasukan berkuda. Pertempuran terjadi di Maryasie sebuah lokasi antara Madinah dengan pemukiman Bani Mustalak. Kaum muslimin berhasil melumpuhkan pasukan Bani Mustalak dan semua yang ikut dalam perang itu termasuk Juawiriyah binti Al Haris, putri Alharis bin Dirar tokoh Bani Mustalak menjadi tawanan perang.

Sebagaimana biasanya bahwa Rasulullah selalu memperlakukan tawanan-tawanan perang dengan sebaik-baiknya tanpa melukai dan memberikan hak-haknya sebagai manusia. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan rasulullah dalam memperlakukan para tawanan perang sangat jauh berbeda dengan kebijakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh suku kala itu yang begitu kejam memperlakukan para tawanan. Rasulullah memperlakukan penuh dengan rasa kemanusiaan.

Juwairiyah binti Al Haris termasuk orang yang sangat kagum terhadap perlakuan sahabat-sahabat nabi terhadap tawanan perang. Ia sangat tertarik dan menyaksikan bagaimana mulianya perilaku dan sopan santun yang ditunjukkan oleh para sahabat Nabi kepada para tawanan. Ia pun sangat mendambakan bisa melihat langsung orang yang paling dibenci dan dimusuhi itu sejak awal yaitu Muhammad Bin Abdullah, Rasul Allah

Tiba saatnya Juawiriyah menghadap kepada Rasulullah menuntut pembalasan dari sahabat Nabi yang telah melukainya pada saat perang. Ia mewajibkan kepada yang membusurnya agar membayar kerugian yang dialami. Namun, Rasulullah justru menawarkan yang lain kepadanya dan mengatakan: wahai Juwairiryah binti Al Harist apakah engkau ingin sesuatu yang lebih baik lagi? Juwairiyah menjawab apa itu wahai Rasulullah ? Rasulullah kemudian menjawab: Saya akan menikahimu dan bebaskan semua anak-anak Bani Mustalak yang menjadi budakmu. Juawiriyah pun menjawab dengan senang hati dan menyatakan kesediaannya menjadi istri Rasulullah Saw.

Kehadiran Juawiriyah dalam rumah tangga Rasulullah sebagai istri yang ketujuh dan tinggal bersama istri-istri Rasulullah lainnya tidaklah membuat rumah tangga itu heboh dan penuh kecemburuan, apalagi Juwairiyah yang termasuk cantik jelita dan muda pernah juga menjadi musuh umat Islam.

Hal yang menarik karena ternyata juawiriyah lebih memfoukskan diri untuk belajar agama dan membimbing sesamanya sebagai salah satu ummulmukminin. Pernikahan Rasulullah Saw dengan Juawiriyah telah menambah jumlah kaum muslimin waktu itu karena semua bani Mustalak yang awalnya begitu benci kepada Rasulullah Saw kini semua menjadi pengikut Rasulullah termasuk tokohnya Al Harist dan putrinya Juawiriyah yang  memeluk Islam 

Bagikan Artikel ini:

About redaksi

Check Also

BRIN Moderasi Beragama

Moderasi beragama Bukan Sekadar Konsep Akademik, Tapi Jalan Tengah Untuk Beragama secara Damai, Inklusif, dan Berkeadaban

Jakarta — Meningkatnya berbagai aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama menunjukkan bahwa paham radikal masih memiliki …

Prof M Suaib Tahir PhD

Jihad Palsu di Balik “Ukhuwah Global”: Umat Diminta Waspada Propaganda ISIS

Jakarta — Kelompok teroris ISIS kembali menyebarkan propaganda bermuatan ajakan jihad ke berbagai negara konflik, …