Ulama dan Kopi apakah ada kaitan diantara mereka berdua?
Kopi mengandung senyawa kimia bernama “Kafein”. Senyawa ini berfaedah meningkatkan kerja jantung. Efeknya, bukan hanya menghilangkan kantuk, tetapi juga perasaan jadi senang, gembira dan penuh semangat. Kopi berdaya-guna meningkatkan produktifitas kerja, belajar dan sebagainya.
Bagi Indonesia, kopi memberikan kontribusi signifikan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme. Banyak tokoh-tokoh bangsa dulunya menjadikan kopi sebagai minuman untuk menahan kantuk dan memacu semangat untuk membahas agenda-agenda terkait upaya dan usaha kemerdekaan Indonesia.
Revolusi Prancis pemicunya juga di warung kopi di mana hidangan kopi menjadi menu utama. Ketika itu kopi mampu menggeser wine di pasaran, karena kopi memberikan efek positif lebih dibanding wine. Kafe-kafe merebak dan kopi menjadi menu favoritnya. Sambil minum kopi, diskusi-diskusi terjadi, obrolan yang dibicarakan semakin serius, kemudian memacu untuk membuat gerakan aksi. Sehingga terjadi apa yang dikenal dengan Revolusi Prancis. Lagi-lagi kopi berkontribusi memacu membuat gerakan aksi tersebut.
Selain fungsinya untuk menghilangkan kantuk ternyata efek kopi berpengaruh baik memacu semangat sehingga produktifitas meningkat, baik intelektualitas, ide, gagasan dan seterusnya.
Kembali kepada tema di atas, apakah ada kaitan antara ulama dan kopi?
Termaktub dalam kitab Hasyiyah al Asbah karya Imam Romli, Imam Najmuddin al Ghizzi di dalam kitab Tarikhnya berkisah tentang biografi Imam Abu Bakar Bin Abdullah al Syadzili yang masyhur dengan sebutan al Idrus, pendiri thoriqoh Syadziliyah.
Bahwa, Imam Syadzili adalah orang yang pertama kali memenukan kopi. Beliau menjelaskan, kopi berfaedah menyegarkan otak, menghilangkan kantuk, dan memacu semangat untuk beribadah. Oleh sebab itulah, Imam Syadzili kemudian mengkonsumsinya.
Versi lain mengatakan, pada mulanya Abul Hasan yang masyhur dengan kewaliannya, menghadap salah satu gurunya, yakni Syaikh Abdullah al Masyisi, bermaksud meminta ijazah doa khusus. Saat itu Syaikh Abdullah al Masyisi berdomisili di atas perbukitan. Ketika Abul Hasan berada persis di depan pintu rumah gurunya itu, ia menduga gurunya tidak mengetahui perihal kedatangannya.
Namun, ternyata, Syaikh Abdullah al Masyisi telah lebih dulu mengetahui kedatangan muridnya itu. Setelah mengetahui maksud dan tujuan kedatatangan muridnya lewat perantara cucunya, maka mulailah Syaikh Abdullah al Masyisi membuka obrolan.
“Hai Abul Hasan, apakah benar tujuanmu datang kemari seperti apa yang dikatakan cucuku?”
Abul Hasan berkata: “Benar guru”.
Gurunya berkata, “Sesungguhnya mencari ilmu itu tak ubahnya mencari jodoh. Meskipun banyak pilihan, tapi kamu tidak bisa memiliki kesemuaannya. Oleh karenanya, pergilah menemui temanku di desa Syadzil”.
Nama Desa Syadzil merupakan cikal bakal nama imam Syadzili nantinya sebagai gelar penghormatan dari gurunya kepada Imam Abul Hasan, yakni gelar al Syadzili nisbat dari nama kampung gurunya yang baru, desa Syadzil. Beliau adalah kekasih Allah (Waliyullah) yang agung.
Syaikh al Masyisi berkata lagi, “Saya mendapat petunjuk dari Allah, Dia menginginkan engkau mengambil ijazah doa tersebut dari temanku itu”.
Ingin rasanya langsung mohon pamit kepada gurunya dan bergegas menemui gurunya yang baru itu di kampung Syadzil. Akan tetapi, dengan beberapa pertimbangan akhirnya Abul Hasan memutuskan untuk pergi esok harinya.
Jarak antara kediaman Imam Abul Hasan dan kampung Syadzil sekitar perjalana satu bulan dengan media transportasi kala itu. Akan tetapi, dengan karomah yang diberikan oleh Allah, Imam Abul Hasan menempuh perjalanan itu hanya butuh waktu satu hari satu malam.
Ketika Imam Abul Hasan sampai di kediaman guru barunya itu, tanpa basa-basi gurunya langsung berkata:
“Sesungguhnya, ketika aku hendak mengijazahkan suatu amalan/doa terhadap seseorang, maka terlebih dahulu aku melhat kemampuannya. Dan aku melihat, engkau adalah orang yang kuat. Amalkanlah amalan/doa ini dalam waktu empat puluh malam tanpa hadats atau dalam keadaan suci”.
Ketika Imam Abul Hasan mengamalkan ijazah doa itu, beliau merasa sangat berat dan selalu gagal. Percobaan demi percobaan dilakukan, akan tetapi selalu gagal.
Lalu, beliau berinisiatif melakukan shalat dua rokaat bertujuan untuk meminta petunjuk kepada Rasulullah.
Saat tertidur, beliau bermimpi berjumpa dengan Rasulullah, dan Rasulullah menunjukan biji-bijian yang salah satu faedahnya adalah menghilangkan kantuk.
Ternyata, biji-bijian yang ditunjukkkan oleh Rasulullah di dalam mimpinya itu banyak ditemukan duperkebunan milik Imam Abul Hasan sendiri. Dan, biji-bijian tersebut adalah kopi.
Lantaran minum biji kopi yang telah dihaluskan itulah, Imam Abul Hasan mampu istiqamah shalat malam atau Qiyamullail dan berhasil mengamalkan ijazah doa dari gurunya.
Tak heran, sampai saat ini kopi memiliki banyak peminat. Mulai dari kalangan awam sampai kalangan intelektual dan ulama. Di setiap kegiatan seperti seminar dan bahtsul masail, kopi menjadi menu minuman wajib.
Kesimpulannya, kopi dan ulama khususnya para sufi memiliki kaitan erat. Ia berdaya-guna memacu semangat intelektualitas dan religiusitas. Selayaknya, sebelum meminum kopi kita berkirim Fatihah lebih dulu kepada penemu kopi melalui isyarah dari Rasulullah, sekalipun hanya dalam mimpi.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah