Mendekati hari raya Idul Adha, jamak dijumpai lembaga donasi sosial yang mengkampanyekan solusi berkurban secara efisien, cepat tanpa ribet. Yaitu kurban daring atau kurban online. Hal ini tentu sangat mempermudah dan mengefisienkan waktu untuk mereka yang diburu waktu karena kesibukan bisnis dan aktivitas yang menyita banyak waktu. Sebab itulah, setiap tahunnya kurban online ini banyak peminatnya.
Kurban online adalah praktek berkurban di mana seseorang mentransfer sejumlah uang untuk membeli hewan kurban pada panitia kurban di lokasi tertenu. Setelah itu, panitia kurban akan membeli hewan kurban kemudian pada saatnya akan melakukan penyembelihan atas nama pengirim uang, atau nama yang ditunjuk pengirim uang. Proses berikutnya, panitia akan membagikan daging kurban kepada mereka yang membutuhkan.
Pertanyaannya, apakah kurban online atau kurban daring diperbolehkan dalam Islam atau tidak?
Pada masa Nabi, beliau pernah menunjuk Sayyidina Ali untuk mengurus kurban-kurban beliau. Mulai dari penyembelihan sampai distribusi dagingnya.
Sayyidina Ali berkata, Rasulullah memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit dan jilalnya (kulit yang diletakkan di punggung unta untuk melindungi dari angin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari daging kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”. (HR. Muslim)
Dari hadis ini bisa dipahami bahwa Nabi memberikan kuasa kepada Ali untuk penyembelihan kurbannya, juga pendistribusian daging kurban tersebut. Proses seperti ini kemudian dicontoh oleh model kurban konvensional yang berkembang saat ini. Hewan kurban diberikan pada panitia kurban di masjid atau komunitas tertentu. Pada saatnya, panitia itu pula yang melakukan sembelihan dan melakukan distribusi dagingnya.
Badruddin al ‘Aini dalam ‘Umdatu al Qari menulis, konsensus ulama menyatakan kebolehan mewakilkan sembelihan hewan kurban pada orang lain serta ada keharusan menyembelihnya sendiri. Walaupun ada satu riwayat dari madhab Maliki yang menyatakan tidak sah mewakilkan penyembelihan bila orang yang berkurban ahli dalam penyembelihan. Sementara mayoritas ulama Malikiyah hanya menyatakan makruh. Dan sunnah bagi orang yang berkurban untuk menyaksikan proses sembelihan.
Senada dengan pendapat ini, Zakarya al Anshari dalam kitabnya Fathu al Wahhab menyatakan sunnah menyembelih sendiri hewan kurban bila memiliki keahlian. Kalau tidak, maka boleh diwakilkan dan sunnah menyaksikan proses sembelihan. Hal ini berdasar pada riwayat Bukhari dan Muslim. Rasulullah berkata kepada Fatimah, “Pergilah untuk melihat sembelihan hewan kurbanmu, karena pada tetes darah pertama akan diampuni dosamu yang telah lalu. Hadis ini diriwayatkan oleh Hakim dan sanadnya shahih.
Berkaca pada praktek kurban daring atau kurban online yang telah dijelaskan sebelumnya, prosesnya hampir sama dengan model kurban konvensional. Pembedanya cuma masalah pembelian hewan saja. Kurban daring atau online pembeliannya diwakilkan kepada panitia. Sedangkan kurban konvensional pembelian biasanya dilakukan oleh pekurban kemudian hewan kurban diserahkan kepada panitia. Namun soal perwakilan kurban, keduanya sama dengan praktek Nabi yang mewakilkan kurban unta-unta beliau kepada Ali.
Dengan demikian, kurban daring atau kurban online sama sekali tidak bermasalah. Sah. Bahkan merupakan solusi jitu untuk pendistribusian daging kurban supaya tidak salah sasaran. Kurban online juga menjadi solusi bagi anda yang secara ekonomi mampu tetapi tidak mempunyai waktu untuk mengurus proses kurban.
Namun, tentu harus mempunyai informasi yang cukup pengelola dan penyedia kurban online. Kredibilitas lembaga atau yayasan penyedia kurban online memang sudah terpercaya.
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah