Menurutnya, kegiatan tersebut juga menjadi bagian dari pengawasan rutin terhadap bangunan publik, dengan fokus awal pada pondok pesantren di wilayah kerja UPT 1.
“Kami melakukan pendataan dan pengawasan langsung ke lapangan sesuai arahan pimpinan. Langkah awal kami berkoordinasi dengan camat dan lurah karena lokasi pondok pesantren tersebar di berbagai wilayah,” ujarnya.
Ia menambahkan, wilayah kerja UPT 1 mencakup 13 kecamatan, mulai dari Cibinong hingga Tanjungsari dan Sukamakmur. Setiap kecamatan telah ditugaskan petugas pengawas untuk melakukan verifikasi dan pendataan dengan berkoordinasi bersama pemerintah kecamatan setempat.
“Data awal pondok pesantren diperoleh melalui monografi wilayah di tingkat kecamatan dan kelurahan atau desa. Setelah itu, tim UPT melakukan kunjungan lapangan untuk bersilaturahmi sekaligus melihat langsung kondisi bangunan pesantren,” ungkapnya.
Yusuf menegaskan, fokus utama kegiatan ini adalah memastikan kelengkapan perizinan bangunan. Setiap pondok pesantren yang telah beroperasi wajib memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
“Dengan perizinan yang lengkap, nilai aset pesantren akan lebih terjamin serta memberikan kepastian hukum bagi pengelola maupun pemilik,” ujarnya.
Ia menyebutkan, pendataan dan pengawasan ini juga merupakan langkah antisipatif pemerintah daerah menyusul beberapa peristiwa serupa di sejumlah daerah, termasuk di wilayah Ciomas, Kabupaten Bogor.
“Pemerintah daerah akan memberikan pendampingan dan bantuan proses perizinan bagi pondok pesantren yang belum memiliki legalitas bangunan,” kata Yusuf.
Ia berharap para pengelola pondok pesantren dapat proaktif melengkapi dokumen perizinan.
“Ini bukan hanya untuk kepentingan pemerintah, tapi untuk keselamatan, kenyamanan, dan kepastian hukum bagi pemilik serta santri. Dengan perizinan lengkap, pondok pesantren memiliki kepemilikan aset yang jelas,” ujarnya.