Idealnya melakukan shalat itu tidak perlu cepat dan lambat. Yang terpenting dalam melakukan shalat bagaimana hati dan pikiran menyatu kepada yang disembah, Allah swt. Kondisi ini bisa dicapai manakala hati dan pikiran dalam keadaan tenang. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu seseorang melakukan shalat dengan cepat dan kadang juga dilakukan dengan lambat.
Banyak kita jumpai di beberapa daerah, orang melakukan shalat tarawih dengan cepat, bahkan ada yang super cepat. Kemungkinan bersarnya, karena shalat tarawih memiliki jumlah rakaat yang banyak. Sehingga membutuhkan ektra untuk cepat menyelesaikannya.
Akan tetapi, apakah ini cara shalat yang baik, mengingat dalam shalat yang dibutuhkan kekhusu’an seseorang sehingga benar-benar ia menghambakan dirinya kepada sang maha rabbi, Allah swt ?
Dalam melakukan shalat baik shalat fardhu atau pun sunnah, jika dilakukan secara berjama’ah maka penting memperhatikan keadaan jama’ahnya. Artinya, imam tidak cukup hanya memperhatikan kondisi kenyamanan dirinya sendiri tetapi mengabaikan kenyamanan makmum dalam beribadah. Sebab itu, cepat atau lambat sangat bergantung kepada kondisi jama’ahnya.
Jika shalat tersebut dilakukan bersama jama’ah yang terbiasa dengan shalat secara pelan dan santai, maka dilakukan dengan pelan itu yang lebih utama. Seperti berjama’ah bersama makmum yang sudah tua yang tidak mungkin bisa melakukan dengan gerakan cepat karena faktor kondisi fisik yang sudah tidak memungkinkan. Atau shalat tersebut dilakukan sendirian, maka yang lebih utama dikerjakan dengan pelan, sebab tidak perlu memperhitungkan kondisi-kondisi yang lain.
Akan tetapi jika shalat tersebut dilakukan bersama orang-orang yang tidak sabar dengan lama-lama, atau dengan jama’ah yang sangat banyak sekali, maka yang sunnah dikerjakan dengan cepat. Bahkan jika dilakukan dengan pelan hukumnya bisa makruh. Sebab, boleh jadi dari mereka yang banyak sekali, itu ada yang ingin segera melakukan qadhil hajah atau kepentingan manusiawi lainnya.
Ketentuan ini dijelaskan oleh syaikh Abdurrahman al Jaziri dalam al Fiqhu alal Madzahibil Arba’ah ketika menjelaskan kesunnahan shalat tarawih dengan sambil lalu menghatamkan al Qur’an, ia berkata:
تُسَنُّ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِتَمَامِهِ فِيْهَا بِحَيْثُ يَخْتِمُهُ آخِرَ لَيْلَةٍ مِنَ الشَّهْرِ إِلَّا إِذَا تَضَرَّرَ الْمُقْتَدُوْنَ بِهِ فَالْأَفْضَلُ أَنْ يُرَاعِيَ حَالَهُمْ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُسْرِعَ إِسْرَاعًا مُخِلًّا بِالصَّلَاةِ وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: “Sunnah membaca al Qur’an dengan secara sempurna di dalam shalat tarawih sekiranya ia dapat menghatamkannya di akhir bulan Ramadlan, kecuali dapat menjadikan dharar kepada makmumnya. Maka yang lebih utama adalah menjaga keadaan makmum. Dengan syarat tidak melakukannya dengan cepat-cepat yang dapat merusak kepada shalat”
Dari keterangan syakh Abdurrahman al Jaziri dapat dipahami bahwa di dalam shalat sangat penting memperhatikan kondisi makmum. Oleh sebab itu, jika makmumnya sangat banyak dimana kondisi dari mereka sulit untuk diketahui, yang baik dalam melakukan shalat tarawih berjama’ah yaitu dengan cara cepat. Akan tetapi harus juga menjaga hal-hal yang dapat membatalkan shalat, seperti tuma’ninah dan membaca shalawat kepada Nabi saw pada duduk yang terakhir, dan juga harus memperhatikan kesunnahan-kesunnahan shalat seperti do’a iftitah dan bacaan-bacaan tasbih.
Oleh karena itu, jika ketentuan-ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka yang lebih utama dilakukan dengan pelan, bahkan bisa jadi shalatnya tidak sah karena meninggalkan rukun-rukun shalat.
Sayyid Abdullah bin Alawi al Haddad sebagaimana dikutip oleh syaikh Umar Shatha berkata:
وَلْيَحْذَرْ مِنَ التَّخْفِيْفِ اَلْمُفْرِطِ اَلَّذِي يَعْتَادُهُ كَثِيْرٌ مِنَ الْجَهْلَةِ فِي صَلَاتِهِمْ لِلتَّرَاوِيْحِ، حَتَّى رُبَّمَا يَقَعُوْنَ بِسَبِبِهِ فِي الْإِخْلَالِ بِشَيْئٍ مِنَ الْوَاجِبَاتِ مِثْلُ تَرْكِ الطُّمَأْنِيْنَةِ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ، وَتَرْكِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ عَلَى الْوَجْهِ اَلَّذِيْ لَا بُدَّ مِنْهُ بِسَبَبِ الْعَجَلَةِ، فَيَصِيْرُ أَحَدُهُمْ عِنْدَ اللهِ لَا هُوَ صَلَّى فَفَازَ بِالثَّوَابِ
Artinya: “Hindarilah dari meringankan (enteng) yang dapat merusak shalat, yang demikian sudah menjadi kebiasaan orang=orang bodoh dengan shalat tarawihnya. Sehingga seringkali mereka terjatuh kepada meninggalkan hal-hal yang wajib dalam shalat seperti meninggalkan tuma’ninah dalam ruku’ dan sujud, tidak membaca Fatihah sesuai cara yang harus dilakukannya, karena disebabkan tergesa-gesa. Sehingga salah satu dari mereka di hadapan Allah swt tidak disebut orang yang sedang shalat sehingga ia meninggalkan pahala shalat”
Islam Kaffah Media Pembelajaran Islam Secara Kaffah